OJK Tekankan Prinsip Transparansi pada Industri Fintech
Berita

OJK Tekankan Prinsip Transparansi pada Industri Fintech

OJK saat ini fokus memberi perlindungan kepada konsumen melalui pendekatan yang sesuai dengan sifat fintech yakni fleksibel, menggerakkan pasar dan transparan.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong transparansi dalam pengembangan industri jasa keuangan berbasis teknologi atau financial technology (fintech) yang berkembang di Indonesia melakukan sistem pelaporan yang jelas kepada konsumen dan regulator.

 

"Dengan transparansi itu kami berharap perusahaan fintech bisa memberi suatu keterbukaan yang berguna bagi konsumen baik pihak lender (pemberi pinjaman/investor) atau borrower (peminjam)," ujar Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida usai membuka seminar internasional kebijakan dan regulasi fintech di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Senin (12/3/2018) seperti dikutip Antara.

 

Menurut Nurhaida, transparansi merupakan kunci keberhasilan pengembangan fintech termasuk melindungi kepentingan konsumen termasuk data nasabah. . Baca Juga: OJK Juga Wajibkan Fintech Peer to Peer Lending Laporkan Kredit Macet

 

Selain transparansi, perusahaan fintech tersebut diminta menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), seperti manajemen risiko misalnya, sehingga mendorong akuntabilitas, tanggung jawab, independensi dan keadilan.

 

Dia menjelaskan transparansi itu meliputi informasi mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti investor, peminjam, wadah, bank koresponden menyangkut potensi pendapatan dan potensi risiko.

 

Selain itu, informasi terkait biaya-biaya (yang dikeluarkan), bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi (upaya pencegahan) jika terjadi kegagalan yang harus dibuka seluas-luasnya. OJK, kata dia, juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan tersebut menjadi lebih baik.

 

Perusahaan fintech juga diharapkan membangun lingkungan keuangan digital yang sejalan dengan langkah pemerintah mendorong suku bunga rendah.

 

OJK, lanjut Nurhaida, saat ini fokus memberi perlindungan kepada konsumen melalui pendekatan yang sesuai dengan sifat fintech yakni fleksibel, menggerakkan pasar dan transparan.

 

Sementara itu dalam seminar tersebut, Nurhaida juga mengharapkan adanya masukan dari negara maju dan negara yang baru menerapkan fintech untuk membangun industri itu di Indonesia dalam hal regulasi dan supervisinya.

 

"Secara global, aturan tentang fintech itu beragam. Ada negara yang mengadopsi pendekatan prudensial (hati-hati) atau ada juga yang lebih mengarah ke pasar dengan mengatur transparansi," katanya.

 

Seperti diketahui, melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, telah mewajibkan semua perusahaan teknologi informasi mendaftarkan dirinya ke OJK.

 

Pendaftaran tersebut paling lambat harus dilakukan pada Senin, 5 Maret 2018 lalu. Apabila hingga tanggal 5 Maret 2018 perusahaan fintech belum mendaftar ke OJK, maka seluruh kegiatan operasinya wajib dihentikan.

 

Hingga Januari 2018, perusahaan peer to peer lending atau perusahaan dalam jaringan sistem yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman yang terdaftar di OJK mencapai 36 perusahaan dan satu perusahaan berizin. Sedangkan 42 diantaranya saat ini tengah dalam proses pendaftaran di OJK.

 

Layanan pinjam-meminjam uang berbasis aplikasi atau teknologi informasi ini merupakan salah satu jenis Penyelenggaraan fintech kategori jasa keuangan/finansial Lainnya. Dalam melakukan usahanya, penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK. Jumlah pinjaman yang ditetapkan OJK dalam penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis aplikasi, yaitu maksimum Rp2 miliar. (ANT)

Tags:

Berita Terkait