OJK Sosialisasikan Iuran Industri Jasa Keuangan
Berita

OJK Sosialisasikan Iuran Industri Jasa Keuangan

Industri Perbankan masih memperdebatkan perihal pungutan oleh OJK.

FNH
Bacaan 2 Menit
Ketua OJK Muliaman Hadad (kiri). Foto: Sgp
Ketua OJK Muliaman Hadad (kiri). Foto: Sgp

Lembaga pengawas jasa keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang merancang Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Rancangan PP ini mulai disosialisasikan oleh OJK kepada seluruh stakeholder.

Pada dasarnya, iuran yang rencananya akan dipungut oleh OJK bervariasi. Perbankan dan lembaga non perbankan seperti asuransi, pegadaian akan dikenakan pungutan sebesar 0,03 persen sampai 0,06 persen dari jumlah total aset. Sementara untuk pasar modal seperti bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan serta yang lainnya akan dikenakan pungutan yang berkisar antara 7,5 persen hingga 15 persen dari total pendapatan usaha.

Besaran pungutan ini akan dilakukan bertahap hingga tahun 2015. Berdasarkan RPP ini, pada 2013 nanti OJK akan mengambil 50 persen dari besaran pungutan yang ditetapkan, 2014 sebesar 75 persen dari besaran pungutan yang ditetapkan dan pada 2015 sebesar 100 persen dari total besaran pungutan yang ditetapkan.

Namun, beberapa pihak terutama industri Perbankan masih memperdebatkan perihal pungutan ini. Ketua Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), Eko Budiwiyono, misalnya. Budi mengatakan, tidak berkeberatan OJK juga mengambil iuran dari jasa keuangan, tetapi akan lebih baik lagi jika pungutan tersebut hanya dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) saja.

"Pada dasarnya kami tidak berkeberatan, tetapi lebih baik OJK tidak mengambil pungutan dan hanya di LPS saja," kata Eko dalam acara Sosialisasi Rancangan PP tentang Pungutan oleh Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Kamis (22/11).

Menurut Eko, pungutan sebaiknya diakomodir oleh LPS saja. Selama ini, industri perbankan membayar iuran kepada LPS sebesar 0,2 persen per tahun. Ia menilai, jika LPS ternyata bisa mengakomodir iuran, OJK tidak harus ikut mengambil pungutan kepada industri perbankan.

"Jadi mungkin bisa diakomodir dari premi LPS sehingga tidak banyak premi. Kita tidak keberatan sebenarnya iruan itu tapi kalau bisa diakonodir ke LPS kenapa tidak," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Persatuan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suryanto menuturkan bahwa pungutan yang dilakukan oleh OJK memang merupakan suatu amanat dari UU OJK. Namun ia pun berharap agar besaran iuran yang ditetapkan oleh OJK dapat dimulai dari 25, 50, 75 dan 100 persen.

"Bagi BPR iuran ini semakin ringan semakin baik. Dan tahapan dari iuran ini tadi khan 50, 75 dan 100 persen. Kita berharap iuran ini bisa dimulai dari 25 persen dulu," katanya pada acara yang sama.

Hal ini bertujuan untuk melakukan efisiensi khususnya BPR sehingga dapat memiliki daya saing yang baik dengan mengeluarkan produk-produk yang kompetitif di pasar.

Sementara itu anggota Tim Transisi BI-OJK Sukarela Batunanggar mengatakan bahwa tugas dan fungsi serta sasaran antara BI, LPS dan OJK berbeda satu sama lain. BI berfungsi sebagai pengaturan moneter dan makro prudential, LPS berfungsi untuk penanganan Bank gagal, dan OJK sendiri bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang adil, sehat dan stabil. Sehingga, tiga hal tersebut memiliki aturan masing-masing.

Jika industri Perbankan meminta agar pungutan diakomodir oleh LPS, Nanggar menilai konteks antara OJK dan LPS berbeda sehingga LPS tidak dapat mengakomodir. Tetapi, jika pihak perbankan merasa iuran yang ditetapkan oleh LPS terlalu besar, mungkin hal tersebut bisa dibicarakan kembali dengan LPS.

"Karena sasaran dan tujuan antara LPS dan OJK berbeda," kata Nanggar.

Tetapi, lanjut Nanggar, tentunya masukan-masukan dari asosiasi-asosiasi perbankan akan dibahas oleh OJK. Namun jika dilihat pada negara yang memiliki lembaga seperti OJK dan LPS, dua lembaga tersebut memang tidak dapat digabungkan.

Ketua OJK Muliaman Hadad mengatakan bahwa aturan yang dibuat oleh pembuat kebijakan bukanlah kitab suci. Artinya, jika ada hal yang perlu diubah pada PP ini, tentu akan dilakukan. Yang terpenting tujuan dari aturan yang dibuat menginginkan agar industri perbankan sehat.

"Aturan itu bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah. Perubahn itu tujuannya agar tidak stuk," kata Muliaman.

Untuk itu, OJK akan membuka komunikasí yang lebih intens lagi bersama dengan industri perbankan. Komunikasi, sosialisasi dan diskusi mendalam masih perlu dilakukan oleh OJK bersama stakeholder baik dalam tataran formal maupun tidak formal.

Tags: