OJK Harapkan UU Cipta Kerja Pulihkan Ekonomi Hadapi Krisis Covid-19
Berita

OJK Harapkan UU Cipta Kerja Pulihkan Ekonomi Hadapi Krisis Covid-19

Dengan disahkannya UU Cipta Kerja diharapkan akan memberikan dorongan investasi lebih besar.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, menyampaikan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dapat memulihkan perekonomian nasional yang sedang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dia menilai kehadiran UU Cipta Kerja dapat meningkatkan investasi langsung khususnya modal asing atau foreign direct investment (FDI) di Indonesia. UU Cipta Kerja ini merupakan bagian strategi OJK dalam penguatan pasar modal dan perekonomian nasional.

Sehingga, dia mengimbau para pelaku usaha dan investor memanfaatkan momen tersebut untuk menanamkan modalnya. “Dengan disahkannya UU Cipta Kerja diharapkan akan memberikan dorongan investasi lebih besar lagi terutama FDI. Maka dengan itu, kami mengajak para pengusaha untuk segera memanfaatkan kesempatan ini agar percepatan pemulihan ekonomi akan cepat terjadi,” kata Wimboh dalam Capital Market Summit Expo 2020, Senin (19/10).

Wimboh menjelaskan pandemi Covid-19 menjadi momen pembelajaran semua pihak untuk dapat bertahan dan menjadi lebih kuat. Dia menjelaskan salah satu sektor yang harus diperkuat yaitu pasar modal melalui pendalaman pasar dengan kekuatan dari domestik. Dia mengatakan pendalaman pasar modal ini harus berdampak terhadap penguatan sektor riil khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maupun korporasi.

“Untuk itu, kami menaruh perhatian besar pada upaya pendalaman pasar modal kita, termasuk juga tersedianya akses keuangan bagi pelaku usaha baik UMKM maupun Korporasi,” jelas Wimboh. (Baca Juga: Melihat Manfaat UU Cipta Kerja bagi Sektor Ekonomi Digital)

Wimboh juga menyampaikan UU Cipta Kerja merupakan momentum yang baik dimana para pengusaha dapat mengoptimalkan investasi agar lebih cepat berkembang dan menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Menurutnya, pemerintah bersama regulator lain telah melakukan banyak hal baik dari sisi pasokan dan permintaan agar ekonomi bangkit.

“Dapat kami sampaikan bahwa likuiditas perbankan saat ini sangat ample namun demand kredit belum bangkit. Pemerintah telah melakukan banyak hal agar dapat meningkatkan demand antara lain melalui insentif termasuk alokasi social benefit kepada masyakarat dimana hal ini juga dapat mendorong investasi,” jelasnya.

Selain itu, penegakan hukum di pasar modal dan perlindungan investor juga menjadi fokus OJK agar dapat meningkatkan kepercayaan investor. Dia mengatakan tahun 2020 bukan tahun yang mudah bagi pasar modal global maupun domestik. Di bulan Februari kita menyaksikan bagaimana pandemi Covid19 ini telah mendisrupsi perekonomian global dan capital outflow besar-besaran terjadi di pasar keuangan emerging market termasuk Indonesia.

Seluruh Otoritas dan pengambil kebijakan di seluruh negara di dunia mencoba merespons dampak pandemi ini dengan berbagai kebijakan berbagai kebijakan yang sifatnya extraordinary mengingat krisis ini terhitung belum pernah terjadi sebelumnya.

Demikian juga di Indonesia, berbagai kebijakan yang sifatnya pre-emptive dan countercyclical telah dikeluarkan dari awal pendemi ini terjadi, baik oleh Pemerintah, OJK maupun Bank Indonesia untuk meredam agar perekonomian nasional tidak semakin merosot dan tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan. Menurutnya, ketahanan pasar modal Indonesia dari gejolak eksternal akan sangat bergantung pada seberapa dalam pasar modal kita (Capital Market Deepening), baik dari dari sisi jumlah investor maupun alternatif produk/instrument yang tersedia, jumlah emiten, infrastruktur melalui adopsi teknologi, settlement dengan CCP termasuk kesediaan hedging instrument untuk menjawab kebutuhan pasar.

“Pendalaman pasar keuangan ini juga bertujuan untuk meningkatkan integritas pasar dan juga perlindungan konsumen,” kata Wimboh.

Untuk meredam gejolak di pasar modal, kebijakan pre-emptive telah kami ambil sejak akhir Februari, diantaranya pelarangan short selling, buyback saham tanpa RUPS, perubahan batasan auto rejection menjadi asymmetric, perubahan batasan trading halt, serta pemendekan jam perdagangan di Bursa Saham.

Secara terpisah, kehadiran UU Cipta Kerja ternyata dianggap Bank Dunia atau World Bank berdampak positif karena regulasi tersebut dapat mereformasi besar untuk menjadikan Indonesia lebih kompetitif dan mendukung aspirasi jangka panjang negara ini menjadi masyarakat yang sejahtera. UU ini dapat mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang yang tangguh di Indonesia.

“Dengan menghapus berbagai pembatasan besar pada investasi dan memberikan sinyal bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis, hal ini dapat membantu menarik investor, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia memerangi kemiskinan,” jelas Senior External Affairs Officer World Bank, Lestari Boediono, dalam keterangan persnya, Jumat (16/10).

Dia menjelaskan implementasi dari UU Cipta Kerja secara konsisten sangat penting dan memerlukan peraturan pelaksanaan yang kuat untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta upaya bersama Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lainnya. “Bank Dunia berkomitmen untuk bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam reformasi ini, menuju pemulihan ekonomi dan masa depan yang lebih baik untuk seluruh masyarakat Indonesia,” kata Lestari.

Tags:

Berita Terkait