OJK Berencana Bentuk ADR Terintegrasi
Utama

OJK Berencana Bentuk ADR Terintegrasi

Supaya keputusannya bisa diperoleh lebih cepat, murah dan efektif.

FAT
Bacaan 2 Menit
Konferensi Pers OJK terkait perlindungan dana nasabah. Foto: FAT
Konferensi Pers OJK terkait perlindungan dana nasabah. Foto: FAT

Banyaknya sengketa antara nasabah dengan lembaga jasa keuangan menjadi cikal bakal lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang edukasi dan perlindungan konsumen. Atas dasar itu, Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Setiono mengatakan, penyelesaian sengketa antara nasabah dan lembaga jasa keuangan tersebut diharapkan dilakukan di luar pengadilan.

Alasannya, lanjut wanita yang disapa Tituk ini, penyelesaian sengketa di luar pengadilan agar terciptanya keputusan yang cepat, murah dan efektif. Setidaknya penyelesaian sengketa di luar pengadilan bisa ditempuh dengan cara mediasi, ajudikasi dan arbitrase. "Atau yang disebut dengan out of court settlement," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (11/6).

Dari Januari hingga 3 Juni lalu, terdapat 1375 layanan yang masuk ke call centre OJK. Dari jumlah itu, mayoritas masyarakat meminta informasi kepada OJK yakni sebanyak 1009 telpon atau sekitar 73 persen. Sedangkan untuk penyampaian informasi dari masyarakat tercatat 123 atau sembilan persen. Dan untuk pengaduan melalui call centre sebanyak 243 pengaduan atau 18 persen.

Dari pengaduan yang masuk, mayoritas berasal dari sektor industri keuangan non bank yakni sebanyak 158 pengaduan. Sisanya, dari sektor pasar modal sebanyak sembilan pengaduan, dari perbankan 52 pengadian dan 24 pengaduan lain-lainnya. "Jika dari catatan BI, untuk pengaduan di sektor perbankan tahun 2012 mayoritas mengenai sistem pembayaran," kata Tituk.

Tituk mengatakan, OJK tengah membangun road map pembentukan badan pengaduan yang terintegrasi di semua sektor jasa keuangan. Rencananya, seluruh industri jasa keuangan yang ada di Indonesia diminta wajib menjadi anggota badan ini. Keberadaan badan alternative dispute center ini nantinya berada di bawah OJK.

Menurutnya, pembentukan badan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas penyelesaian sengketa seperti mediasi, ajudikasi dan arbitrase. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan bertujuan agar terciptanya keputusan yang cepat, murah dan efektif. "Kita ada rencana itu. Masih dalam proses. Rencananya lembaga jasa keuangan wajib menjadi anggota untuk badan penyelesaian sengketa itu," kata Tituk.

Hal senada juga diutarakan Pakar Hukum Perbankan Yunus Husein. Menurut mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan itu, penyelesaian sengketa melalui out of court settlement (ADR-Alternative Dispute Resolution) merupakan salah satu peran OJK dalam penegakan hukum di bidang lembaga dan jasa keuangan.

Selain itu, peran OJK dalam penegekan hukum lainnya adalah melayani pengaduan konsumen, meminta bank atau industri jasa keuangan menyelesaikan pengaduan masyarakat atau sengketa. Lalu, memberikan sanksi administratif bagi industri yang melanggar ketentuan, menjadi pelapor tindak pidana, menjadi saksi dalam kasus pidana serta memberikan keterangan ahli.

"Sebaiknya penegakan hukum oleh OJK didahulukan penyelesaian dengan ADR atau out of court settlement. Karena kalau lewat aparat penegak hukum belum tentu menjadi lebih baik," tutur Yunus.

Salah satu sengketa yang tengah terjadi dialami oleh PT Elnusa. Menurut Commercial and Strategic PT Elnusa Imansyah Sjamsoeddin, deposito PT Elnusa di Bank Mega Rp111 miliar telah dicairkan oleh pihak yang tak berwenang sejak dua tahun lalu. Segala cara telah ditempuhnya, mulai dari mendatangi Bank Mega hingga ke ranah perdata.

Namun hingga kini belum ada tanda-tanda uang PT Elnusa akan kembali. Alasannya lantaran belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Ia berharap, dengan adanya OJK perlindungan terhadap nasabah bisa dikedepankan. "Sehingga ke depan perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar perbankan bisa mendapatkan kepercayaan dan orang tidak ragu menaruh uangnya di perbankan," ujar Imansyah.

Terkait hal ini, Tituk mengatakan bahwa pengawasan di sektor perbankan baru bisa dilakukan oleh OJK pada awal tahun depan. Hingga kini, pengawasan perbankan masih di bawah Bank Indonesia (BI).

Tags: