OC Kaligis Persoalkan Aturan Penyelenggara PKPA
Berita

OC Kaligis Persoalkan Aturan Penyelenggara PKPA

Pemohon diminta mengkonstruksi ulang permohonannya.

ASH
Bacaan 2 Menit

Dia mengungkapkan peserta PKPA pemohon sebanyak 153 di tahun 2013 hingga kini belum menerima sertifikat PKPA yang dikeluarkan PERADI. Padahal, pihaknya telah memenuhi dan menyepakati syarat yang diminta PERADI untuk membayar fee sebesar 20 persen dari biaya PKPA berikut laporan penyelenggaraannya.

Dia menilai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) UU Advokat tidak adil bagi pemohon lantaran memberikan kewenangan mutlak kepada PERADI sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menyelenggarakan PKPA. Hal ini sangat merugikan hak konstitusional pemohon di bidang penyelenggaraan pendidikan.

Karenanya, pemohon meminta agar MK membatalkan frasa “yang dilaksanakan oleh organisasi advokat” dalam Pasal 2 ayat (1). Sehingga rumusan Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menjadi berbunyi, “Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh masing-masing organisasi advokat yaitu IKADIN, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKPM, dan APSI.” 

“Membatalkan frasa “satu-satunya” dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat,” pintanya.

Menanggapi permohonan, Anggota Panel Hakim Anwar Usman mengingatkan pemohon untuk melihat contoh-contoh permohonan yang sudah baku di MK, khususnya alasan konstitusional kenapa pasal-pasal itu dimohonkan pengujian sedemikian rupa. “Pasal ini apa benar-benar bertentangan hak konstitusional pemohon atau menyangkut implementasi penyelenggaraan PKPA yang tidak tepat, ini harus dipertajam lagi,” pinta Anwar.

“Pasal-pasal itu minta diputus kontitusional bersyarat atau dibatalkan sama sekali? Petitum Ini harus diformulasikan ulang dan dielaborasi lagi terkait kewenangan tunggal PERADI dalam penyelenggaraan PKPA,” sarannya.

Panel lainnya, Ahmad Fadlil Sumadi menilai hubungan OC Kaligis & Associates dan PERADI menyangkut soal penerapan norma yang diuji, bukan pertentangan norma. “Karena itu, permohonan ini harus dikonstruksi ulang hingga pemohon tidak dapat melaksanakan PKPA,” kata Fadlil.

Tags:

Berita Terkait