Nurhadi Masuk DPO KPK
Berita

Nurhadi Masuk DPO KPK

KPK juga mengeluarkan surat penahanan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Mantan Sekretaris MA, Nurhadi. Foto: RES
Mantan Sekretaris MA, Nurhadi. Foto: RES

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman akhirnya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Ia tidak sendiri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga memasukkan nama menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, serta Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto ke dalam list orang-orang yang dicari karena masalah hukum itu. Dengan demikian, aparat hukum lain kini dilibatkan dalam pencarian ketiganya.

Memasukkan Nurhadi, Rezky dan Hiendra ke dalam DPO adalah tindak lanjut setelah pemanggilan oleh KPK tidak dipenuhi. Mereka secara bersama-sama telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengurusan suatu perkara yang dilakukan pada 2015-2016, dan atau perbuatan penerimaan gratifikasi berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Perbuatan mereka dipersangkakan memenuhi unsur-unsur Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Dalam proses DPO ini, KPK telah mengirimkan surat pada Kapolri (Up. Kabareskrim Polri) tertanggal 11 Februari 2020 untuk meminta bantuan pencarian dan penangkapan terhadap para tersangka tersebut," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan.

Ali juga meminta masyarakat berperan serta membantu pencarian ketiga tersangka dengan melaporkan kepada kantor kepolisian terdekat atau menginformasikan pada KPK melalui Call Center 198 atau nomor telepon 021 25578300. "Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat penting bagi KPK," pungkasnya.

(Baca juga: Menunggu Ketegasan KPK Terhadap Eks Sekretaris MA).

KPK, kata Ali juga akan bertindak tegas dan terus memproses perkara ini dan mengancam akan memproses sesuai hukum terhadap pihak-pihak yang tidak koperatif ataupun jika ada pihak-pihak yang melakukan perbuatan obstruction of justice atau menghalang-halangi proses hukum sebagaimana diatur di Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana minimal penjara 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Menurut Ali, masuknya nama Nurhadi, Rezky dan Hiendra dalam DPO bukan tanpa alasan, sebab sebelumnya KPK telah memanggil para tersangka secara patut. Nurhadi misalnya pernah dipanggil sebagai tersangka pada 3 dan 27 Januari 2020, Rezky pada 9 dan 27 Januari bersamaan dengan Hiendra, namun ketiganya mangkir dari pemeriksaan.

Nurhadi tiga kali dipanggil sebagai saksi tapi selalu mangkir. "Sesuai ketentuan pasal 112 ayat (2) KUHAP (orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya), Terkait dengan hal tersebut, selain mencari KPK juga menerbitkan surat perintah penangkapan," pungkasnya.

Diketahui proses penyidikan perkara ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. Selain itu para tersangka juga telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.

Ali kembali mengingatkan agar para saksi yang dipanggil KPK bersikap koperatif dan pada semua pihak agar tidak coba-coba menghambat kerja penegak hukum. Diketahui KPK juga memanggil istri Nurhadi, Tin Zuraida pada Selasa (11/2) lalu, namun ia tidak hadir dalam pemeriksaan. Begitu juga dengan anak Nurhadi, Rizqi Aulia Rahmi (isteri Rezky) yang mangkir dari panggilan penyidik.

(Baca juga: Pengadilan Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA, Begini Pertimbangannya).

Kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail menganggap apa yang dilakukan KPK sangat berlebihan dan sama sekali tidak patut. Ia meminta kepada KPK untuk memastikan apakah surat panggilan yang dikirimkan telah diterima oleh kliennya secara patut sebab menurutnya kliennya tersebut belum pernah menerima surat panggilan penyidik.

Selain itu ia juga meminta KPK menghormati proses praperadilan yang telah diajukan pihaknya. Diketahui ini adalah kali kedua Nurhadi cs mengajukan permohonan praperadilan setelah sebelumnya pada pengajuan pertama ditolak majelis hakim. Menurutnya kalau KPK ingin menegakkan hukum maka seharusnya menghormati hak kliennya dalam mengajukan praperadilan.

"Lagi pula sebaiknya mereka tunda dulu pemanggilan, karena kami sedang mengajukan permohonan praperadilan. "Permohonan penundaan pemanggilan ini kami sudah sampaikan kepada KPK Panggilan itu patut kalau sudah diterima oleh yang bersangkutan.

Tags:

Berita Terkait