Notaris/PPAT dan Pandemi Covid-19
Kolom

Notaris/PPAT dan Pandemi Covid-19

Pembuatan akta Notaris dan PPAT dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat ditunda dan yang tidak dapat ditunda.

Bacaan 2 Menit
Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa
Prita Miranti Suyudi. Foto: Istimewa

Banyak bidang pekerjaan di dunia yang terpengaruh pandemi virus Corona (Covid-19) dikarenakan adanya keharusan menjaga jarak fisik guna mencegah penyebaran virus. Semua yang bisa dilakukan dari jarak jauh, dilakukan melalui daring di rumah masing-masing, menyisakan hanya pekerjaan yang betul-betul tidak bisa dilakukan dari rumah, yang masih harus bekerja ke luar.

 

Notaris dan PPAT tidak terkecualikan. Sebagai pejabat publik yang dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan (UU No. 30 Tahun 2004) diberikan kewenangan untuk membuat akta otentik, yaitu sebuah pembuktian tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna bagi masyarakat; peraturan perundangan mengatur dengan tegas bahwa syarat utama otentisitas sebuah akta otentik adalah kehadiran para pihak di hadapan Notaris/PPAT (Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Lalu bagaimana Notaris/PPAT menjalankan jabatannya di tengah pandemi Covid-19?

 

Hingga saat ini sejak dikeluarkannya Surat Himbauan Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP-INI) tertanggal 17 Maret 2020, kantor Notaris dihimbau untuk mengurangi aktivitas di kantor atau di luar kantor dan apabila tidak ada keperluan yang mendesak, pekerjaan-pekerjaan yang wajib diselesaikan, semaksimal mungkin diselesaikan di rumah. (Surat Himbauan PP INI Nomor 65/33-III/PP-INI/2020)

 

Untuk keadaan saat ini Penulis berpendapat bahwa perbuatan hukum yang memerlukan surat pernyataan dan/atau perjanjian dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat ditunda dan yang tidak dapat ditunda. Secara bebas, bisa diartikan bahwa surat dan/atau perjanjian yang dapat ditunda adalah yang tidak harus dilakukan sekarang atau dengan segera sehingga dapat dilakukan menunggu kondisi menjadi lebih baik. Sebaliknya, surat dan/atau perjanjian yang tidak dapat ditunda adalah yang harus dilakukan dengan segera atau tidak dapat menunggu.

 

Untuk kelompok yang pertama, PP-INI melalui Surat Edaran Nomor 67/35-III/PP-INI/2020 telah memberikan panduan yang jelas bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya dalam kondisi bekerja dari rumah yaitu sebagai berikut:

  1. Mengatur ulang jadwal penandatanganan akta dengan para penghadap, hingga kondisi memungkinkan;
  2. Merekomendasikan rekan Notaris lain yang kondisinya memungkinkan untuk menjalankan jabatan;
  3. Untuk perjanjian, perbuatan, atau rapat yang menurut peraturan perundang-undangan dokumennya dapat dibuat di bawah tangan, agar dicantumkan klausula “akan dibuat/dinyatakan kembali dalam Akta Otentik segera setelah kondisi darurat Covid-19 dicabut oleh Pemerintah”.

 

Kelompok yang kedua, yaitu akta-akta yang tidak dapat ditunda, setidaknya menurut pengamatan penulis ada beberapa, yaitu sebagai berikut:

  1. Akta-akta pertanahan. Selain karena adanya ketentuan bahwa PPAT dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, wajib menyampaikan akta yang dibuatnya kepada kantor pertanahan untuk didaftarkan (Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah), Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 (PMK 9/2020) juga harus diperhatikan. Pasal 13 ayat (1) dan (3) PMK 9/2020 mengatur mengenai peliburan sekolah dan kantor yang mengecualikam kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait, salah satunya adalah layanan pertanahan. Dikecualikannya kantor layanan pertanahan dari peliburan tentunya mempengaruhi ketersediaan layanan kantor PPAT.
  1. Akta-akta menyangkut perubahan badan hukum dan pendaftarannya. Untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian, Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk memitigasi dampak bagi dunia usaha seperti misalnya keringanan pembayaran kredit usaha. Untuk bisa mengakses keringanan-keringanan seperti ini, dokumen-dokumen legal perusahaan seperti Anggaran Dasar haruslah mutakhir. Seringkali badan-badan usaha terutama UKM, meskipun telah berbentuk badan hukum luput untuk memutakhirkan dokumen legalnya, sehingga terpaksa melakukannya dengan mendadak dan segera.
  1. Akta-akta berkaitan dengan hubungan antar subjek hukum perorangan seperti perjanjian kawin, utang piutang dan wasiat notariil beserta pendaftarannya. Ini adalah akta-akta yang dibutuhkan oleh orang perorangan berdasarkan kebutuhan mereka yang tidak urung karena adanya pandemi bahkan justru muncul karena pandemi, seperti wasiat notariil.

 

Untuk akta-akta yang pembuatannya tidak dapat ditunda seperti dicontohkan di atas, PP-INI telah menegaskan bahwa untuk pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan dari rumah, maka diselesaikan di kantor Notaris dengan kewajiban melaksanakan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 yang telah diterbitkan oleh Pemerintah atau panduan pencegahan Covid-19 yang berlaku umum seperti penggunaan masker, penyediaan cairan penyanitasi tangan, pemberlakuan jam kerja karyawan secara bergantian dan peningkatan kebersihan kantor secara umum. Berbagi dokumen draf akta kepada klien sebelum penandatanganan melalui jalur daring yang aman juga penting untuk dipertimbangkan guna menghindari revisi berkepanjangan dan mempercepat proses penandatanganan.

 

Sebagai referensi kita juga bisa melihat penyesuaian kegiatan kantor Notaris di berbagai negara lain. Di Italia misalnya, semua layanan konsultasi dengan klien kini dilangsungkan menggunakan video atau voice call. Dalam situs resmi Pemerintah Belgia mengenai informasi Covid-19 disebutkan bahwa layanan kantor Notaris tetap tersedia sepanjang diperlukan dengan memperhatikan ketentuan jaga jarak dan penggunaan komunikasi elektronik dengan klien digunakan sepanjang memungkinkan. Beberapa kantor Notaris bahkan, memungkinkan stafnya bertindak selaku kuasa dari para pihak jika dikehendaki.

 

Di Amerika Serikat, National Notary Association mengeluarkan panduan penandatanganan dokumen notariil termasuk verifikasi dokumen pendukungnya agar dilakukan melalui kaca pemisah antara Notaris dan para pihak dengan jarak sesuai panduan umum yang diberlakukan oleh Pemerintah. Panduan ini juga mengatur mengenai hak Notaris dan/atau para pihak untuk menolak dilangsungkannya penandatanganan dalam hal terdapat resiko penularan. Selain itu, beberapa negara bagian juga tengah mempercepat pemberlakuan layanan remote online notarization untuk beberapa layanan tertentu.

 

Demikianlah secara singkat, upaya-upaya yang dapat ditempuh oleh kantor Notaris/PPAT, untuk menjaga dan melangsungkan perannya dalam membuat akta otentik guna tetap memenuhi kebutuhan masyarakat. Peran lain yang juga perlu dilakukan adalah menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perbuatan hukum dan layanan kenotariatan di tengah pandemi Covid-19 agar masyarakat tahu dan mengerti.

 

Sebagai penutup, Penulis tidak bisa mengelak untuk menyinggung betapa relevan topik yang dibahas pada Kongres Internasional Notaris ke-29 di Jakarta pada bulan November tahun lalu. Wacana mengenai penggunaan teknologi dan perubahan prinsip dan tata cara kerja Notaris di abad ke-21 kini menjadi begitu nyata.

 

Selama beberapa tahun terakhir, organisasi notaris dunia, International Union of Notaries (UINL) dengan melihat perkembangan kebutuhan masyarakat, telah memulai diskusi mengenai perlunya pengkajian ulang atas definisi kehadiran fisik para pihak; mekanisme penandatanganan jarak jauh; dan mekanisme verifikasi dan kesaksian jarak jauh oleh Notaris. Hal-hal yang tampaknya menjadi semakin penting untuk dikaji dan diterapkan saat ini atau kemudian di Era Pasca Covid-19.

 

*)Prita Miranti Suyudi, SH., MKn adalah Notaris.

 

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait