Notaris Perlu Memperhatikan Status Hukum Perkawinan Campuran
Berita

Notaris Perlu Memperhatikan Status Hukum Perkawinan Campuran

WNA harus mengalihkan bagiannya kepada WNI paling lambat satu tahun setelah kematian pewaris.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Undang-Undang Perkawinan menggariskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Kecuali, kedua belah pihak membuat perjanjian perkawinan untuk menghindari percampuran harta secara hukum. Ditegaskan pula, harta bawaan dan harta yang diperoleh sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Perjanjian Kawin akan menentukan apakah harta yang diperoleh menjadi milik masing-masing atau justru bercampur.

 

Menurut Winanto, dalam hal pasangan suami isteri menikah tanpa perjanjian kawin, dan berlangsung sebelum jangka waktu satu tahun dicatatkan, hak atas tanah masih dimungkinkan dialihkan kepada pihak ketiga. Jika ternyata perkawinan sudah melewati masa satu tahun, berlakulah ketentuan hak milik dan Hak Guna Bangunan dalam UUPA. Artinya, tanah tersebut menjadi dikuasai negara. Bentuk pengalihan jual belinya bukan lagi dalam bentuk akta PPAT, melainkan dengan akta notaril dengan judul 'Jual Beli dengan Pelepasan Hak'.

 

Jika pasangan kawin campur membuat akta Perjanjian Kawin Pisah Harta secara notaril, perlu diperhatikan kapan akta tersebut dibuat. Apabila dibuat sebelum UU Perkawinan 1974 berlaku, maka kekuatan mengikat perjanjian kawin tersebut kepada pihak ketiga adalah pada saat didaftarkan di Pengadilan Negeri. Jika sesudah UU Perkawinan, maka kekuatan mengikatnya ada pada saat akta disahkan Kantor Catatan Sipil (KCS) atau KUA.

 

Winanto menambahkan jika seseorang meninggal dunia dan terikat perkawinan sesuai UU Perkawinan 1974 meninggalkan ahli waris yang sudah menjadi WNA, harus ada pengalihan. Paling lambat satu tahun setelah kematian almarhum, ahli waris yang sudah jadi WNA tadi harus melepaskan hak bagiannya kepada WNI. Untuk menghindari kewajiban ini, acapkali disiasati dengan penolakan sebagai ahli waris.

 

Bukan hanya ahli waris anak yang dibebani kewajiban itu. Menurut Retno Darussalam, partner pada Suria Nataadmadja & Associates, perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA memiliki tanah bangunan dengan status hak miliki, HGB dan HGU karena pewarisam atau percampuran harta karena perkawinan, juga dibebani kewajiban serupa. WNI tadi wajib melepaskan hak-hak tersebut dalam jangka waktu satu tahun sejak hak itu diperoleh. Jika jangka waktu tersebut lewat, maka hak-hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, jelas Retno.

 

Tags: