Nindya Karya Terancam Tunda Bayar Ketiga
Berita

Nindya Karya Terancam Tunda Bayar Ketiga

Enggan dituduh memiliki iktikad tidak baik mengajukan PKPU.

HRS
Bacaan 2 Menit

Memperkuat dalil permohonan PKPU-nya, Ivan menegaskan kembali bahwa permohonan PKPU terhadap Nindya Karya tidak harus dilakukan lewat Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 223 UU Kepailitan.

PKPU terhadap Nindya Karya ini dapat dimohonkan oleh siapa saja sebab berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 2012 tentang Perubahan Struktur Kepemilikan Saham Negara Melalui Penerbitan Saham Baru pada Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Nindya Karya (“PP 69/2012”), kepemilikan negara hanya 1%, sisanya dipegang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero).

“Dengan demikian, BUMN yang berbentuk Persero menurut hukum dipersamakan dengan Perseroan Terbatas pada umumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 11 UU BUMN,” pungkasnya.

Ne Bis in Idem

Terkait dengan asas ne bis in idem, pengajar hukum kepailitan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Teddy A Anggoro menyatakan pada prinsipnya semua penegakan hukum mengenal asas ne bis in idem. Hanya saja, untuk perkara kepailitan dan PKPU memang sulit untuk menerapkan asas ini karena kreditornya cukup banyak.

Meskipun susah, Teddy menegaskan seharusnya kepailitan dan PKPU mengenal asas ne bis in idem karena para pihak dan objek perkaranya sama. Kecuali jika permohonan tersebut diajukan kembali oleh pihak yang berbeda atau permohonan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima, permohonan dapat diajukan kembali.

Teddy memahami memang ada yurisprudensi mengatakan tidak dikenal prinsip ne bis in idem di permohonan PKPU dan kepailitan lantaran bentuk perkaranya berupa permohonan, tetapi Teddy mengungkapkan ada rasio tidak diaturnya secara eksplisit mengenai asas itu. Rasio hukumnya pemohon dan objek yang dimohonkan sama sehingga ketika permohonan telah sekali dimohonkan, harusnya perkara tersebut selesai.

“Tidak tepat jika perkara kepailitan dan PKPU ini tidak mengenal asas ne bis in idem karena prinsip dasar perdata itu mengenal asas ne bis in idem sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 KUHPerdata,” tutur Teddy ketika dihubungi hukumonline, Rabu (2/10).

Ketidaktepatan tersebut karena dosen muda FHUI ini juga melihat kepailitan dan PKPU tidak murni permohonan. Ada nuansa sengketa dalam permohonan kepailitan dan PKPU tersebut. Alhasil, asas ini harusnya diterapkan dan majelis hakim harusnya menolak permohonan tersebut.

“Harusnya ditolak. Hakim juga harus memikirkan perekonomian atau iklim investasinya. Kalau perusahaan tersebut berkali-kali menghadapi persoalan hukum yang sama, itu dapat menganggu jalannya investasi,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait