Netralitas Aparatur Negara dalam Pilkada, Jokowi: Harga Mutlak
Berita

Netralitas Aparatur Negara dalam Pilkada, Jokowi: Harga Mutlak

Masyarakat juga diminta agar mengawasi netralitas TNI, Polri, dan BIN serta aparatur sipil negara lainnya dalam melaksanakan penyelenggaraan Pilkada. Terhadap adanya indikasi ketidaknetralitasan aparat, masyarakat dipersilakan melapor ke Bawaslu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Tudingan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhyono perihal adanya ketidaknetralan aparatur negara dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 171 daerah ditampik Presiden Joko Widodo. Netralitas aparatur negara mulai Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Badan Intelijen Negara (BIN bersifat mutlak dalam penyelenggaraan Pilkada serentak yang bakal digelar pada Rabu (27/6/2018) besok.

 

“Ini sudah saya tegaskan untuk disampaikan ke jajaran yang ada di Polri, TNI dan BIN. Saya sampaikan kepada Kepala BIN, Kapolri dan kepada Panglima TNI,” ujar Presiden Jokowi sebagaimana dikutip dari seskab.go.id, Senin (25/6). Baca Juga: Aparatur Negara Wajib Jaga Netralitas dalam Pilkada Serentak

 

Respon Presiden Jokowi memang dilakukan akibat adanya keraguan dari berbagai pihak terhadap netralitas TNI, Polri dan BIN dalam penyelenggaraan Pilkada. Baginya, netralitas aparatur negara tak perlu diragukan. Apalagi terhadap anggota Polri dan jajaran TNI, netralitas terhadap politik sudah diatur dalam UU yang mengatur masing-masing.

 

Karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta masyarakat luas mengawasi  netralitas TNI, Polri dan BIN dalam menjalankan tugasnya pada penyelenggaraan Pilkada serentak. Menurutnya, masyarakat dapat melaporkan ketika adanya indikasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan Pilkada serentak, ke pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

 

“Kalau dilihat ada tidak netral, silakan dilaporkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Jelas sekali saya kira,” pintanya.

 

Terpisah, Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Benny Rhamdani berpandangan netralitas penyelenggara Pilkada serentak tak hanya berlaku bagi Polri, TNI dan BIN, namun pula terhadap aparatur sipil negara (ASN). Memasuki masa tenang, potensi kerawanan dalam penyelenggaraan Pilkada serentak dapat terjadi  pada semua tahapan Pilkada.

 

Misalnya, proses pencalonan beberapa waktu lalu banyak terjadi sengketa Pilkada akibat munculnya perbedaan dalam memaknai regulasi oleh penyelenggara pemilu. Permasalahan lainnya, kata Benny, independensi penyelenggaraan Pilkada di berbagai tingkatan, penyelesaian sengketa Pilkada kerap kali menimbulkan ketidakpuasan.

 

Fungsi pengawasan maksimal

Karena itu, fungsi pengawas Pemilu yakni Bawaslu dan Panwaslu mesti bekerja lebih maksimal agar pelaksanaan Pilkada serentak dapat berjalan lancar dengan jujur dan adil. Sehingga, kualitas pelaksanaan Pilkada serentak dapat berjalan secara baik. Namun demikian, kata Benny, masih terdapat ASN yang tidak netral dalam pelaksanaan Pilkada.

 

“Netralitas birokrasi dan ASN yang selama ini kerap dipertanyakan, karena kadang turut berperan aktif dalam dukung-mendukung kandidat peserta Pilkada,” ujarnya.

 

Senator asal Sulawesi Utara (Sulut) itu menilai tak dapat dipungkiri, tindak pidana pemilu berupa praktik politik uang bukan tidak mungkin terjadi. Padahal praktik politik uang sama halnya dengan tindak pidana suap menyuap. Karena itu, peran dan tugas Bawaslu dan Panwaslu mesti tegas dalam menegakan hukum dalam penyelenggaraan Pilkada serentak.

 

Ketua MPR Zulkifli Hasan menambahkan keseriusan aparatur kepolisian, TNI, BIN, dan aparatur sipil negara dalam menjaga netralitas berdasarkan ketentuan perundangan yang mengaturnya menjadi bagian tolak ukur kualitas  penyelenggaraan Pilkada serentak. Sebab keberhasilan penyelenggaraan Pilkada serentak menjadi tolak ukur dalam penyelenggaraan  pemilu dan pemilihan presiden secara serentak pada 2019 mendatang.

 

“Tentu kalau di sini (penyelenggaraan Pilkada serentak, red) nanti ada masalah, kesananya kita akan menghadapi kendala,” ujarnya.

 

Menurutnya peran Bawaslu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparat keamanan menjadi tulang punggung dalam menciptakan kondusifitas dalam penyelenggaraa Pilkada serentak. Pasalnya pelaksanaan Pilkada serentak di Indonesia menjadi kali pertama digelar sepanjang republik Indonesia berdiri.

 

“Tidak ada pilihan lain, Bawaslu, KPU, dan aparat kita harus sungguh-sungguh melaksanakan Pilkada ini dengan jujur, adil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

 

Sebagaimana diketahui, aturan larangan anggota Polri terlibat dalam kegiatan politik praktis telah tertuang dalam Pasal 28 ayat (1) UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri. Sedangkan larangan bagi prajurit TNI melakukan politik praktis diatur dalam Pasal 39 UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Sementara bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) keharusan menjaga netralitas dalam pemilu atau pilkada diatur dalam Pasal 2 huruf f UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

Bahkan, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara Reformasi Birokarsi (Kemenpan-RB) telah menerbitkan Surat Edaran No. SE/06/M.PAN-RB/11/2016 tentang Pelaksanaan Netralitas dan Penegakan Disiplin Serta Sanksi Bagi Aparatur Sipil Negara Pada Penyelenggaraan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota (Pilkada) Secara Serentak Tahun 2017.

Tags:

Berita Terkait