Negosiasi Ala BI dalam Akuisisi DBS-Danamon
Utama

Negosiasi Ala BI dalam Akuisisi DBS-Danamon

DBS bisa mengakuisisi Danamon asalkan Singapura memberikan ruang bagi tiga bank BUMN untuk mengembangkan sayapnya di Negeri Singa tersebut.

FATHAN QORIB
Bacaan 2 Menit
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution. Foto: SGP
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution. Foto: SGP

Bank Indonesia (BI) memberi sinyal akan menyepakati akuisisi DBS-Danamon. Namun, sebelum akuisisi tersebut dilakukan, ada persyaratan bagi Singapura yang diberikan oleh Indonesia. Hal itu diutarakan oleh Gubernur BI Darmin Nasution dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (21/5).

Menurut Darmin, DBS yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Asian Financial Indonesia (AFI) sebesar 67,4 persen itu bisa mengakuisisi Danamon asalkan Negeri Singa tersebut mau memberikan ruang bagi tiga bank BUMN dalam mengembangkan sayapnya. Ketiga bank BUMN tersebut adalah BNI, BRI dan Mandiri.

“Ada resiprokal dong. Kita minta juga karena ada liniensi (toleransi) lain untuk bank-bank kita terutama tiga bank BUM, BNI, BRI dan Mandiri mengembangkan usahanya di Singapura,” ujar Darmin.

Ia menjelaskan, 100 persen saham AFI dimiliki oleh Fullerton Financial Holdings (FFH) yang berbadan hukum Singapura. Sedangkan saham FFH sendiri 40 persennya dimiliki oleh Temasek Holding, sisanya sebanyak 60 persen dimiliki publik melalui pasar bursa di Singapura. Dengan begitu, saham DBS mayoritas dimiliki oleh orang atau perusahaan yang berbadan hukum Singapura.

Darmin meminta investor asing yang ingin memiliki saham di bank umum Indonesia harus mematuhi Surat Edaran BI No. 15/4/DPNP yang merupakan tindaklanjut dari diterbitkannya PBI No. 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.

Dalam surat edaran tersebut tercantum mengenai persyaratan khusus bagi asing untuk bisa memiliki saham lebih dari 40 persen pada sebuah bank umum. Syarat-syarat tersebut yaitu harus terdapat penilaian Tingkat Kesehatan (TKS), Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil risiko dan modal inti (tier 1) menggunakan posisi penilaian dalam satu tahun terakhir dan Good Corporate Governance (GCG) selama tiga periode berturut-turut.

Dalam aturan tersebut, terdapat batasan saham yang harus dilalui investor asing. Jika individual, maksimal sahamnya di bank umum Indonesia hanya sebesar 20 persen. Jika perusahaan non keuangan tak boleh lebih dari 40 persen. Sedangkan perusahaan bank bisa lebih dari 50 persen asalkan mendapatkan dukungan dari otoritas negaranya serta memperoleh penilaian TKS dari BI.

Menurut Darmin, jika DBS jadi mengakuisisi Danamon, maka saham yang dimiliki investor asing tersebut tidak boleh melebihi ketentuan yang sudah diatur BI yakni 40 persen. Dengan begitu, investor dari Singapura tersebut harus menunggu untuk memperoleh penilaian TKS.

Namun, investor Singapura tersebut bisa dengan cepat memperoleh izin dari BI dalam mendapatkan saham Danamon lebih dari 40 persen tanpa menunggu penilaian. Hal ini dikarenakan  BI memiliki kewenangan atau diskresi untuk memberikan saham mayoritas kepada investor asing.

“Diskresi akan diberikan BI, tapi harus sepadan dengan kepentingan perekonomian nasional dan stabilitas keuangan yang diterapkan dengan azas resiprokal dan cross border acquisition,” tutur Darmin.

Dari tiga bank BUMN tersebut, lanjut Darmin, hanya BNI yang pernah mengembangkan usahanya di Singapura. Tapi kini, izin usaha BNI di Singapura tak lagi bersifat teknis atau detil ke retail. Maka itu, salah satu win-win solution yang ditawarkan BI kepada Monetary Authority of Singapore (MAS) adalah diberiaknnya izin kepada tiga bank BUMN untuk mengembangkan sayapnya di Singapura hingga ke retail.

Terkait penawaran itu, kata Darmin, Singapura telah menyatakan persetujuannya. Namun, hingga kini BI tengah menunggu jawaban Singapura secara tertulis. BI menunggu realisasi komitmen Singapura yang siap membantu tiga bank BUMN dalam mengembangkan usahanya di negeri Singa tersebut.

“Komitmen itu sudah disampaikan, tapi kita tunggu komitmen tertulisnya,” katanya.

Terkait hal ini, Anggota Komisi XI dari PDIP Maruarar Sirait mengingatkan agar tak terjadi wan prestasidari Singapura. Terlebih, persoalan ini menjadi kado terakhir sebelum Darmin pensiun. Ia pun sepakat dengan BI apabila asas resiprokal menjadi kunci dalam persoalan ini.

“Tolong happy ending. Jangan sampai Singapura wan prestasi atau ingkar janji. Kalau boleh mereka dulu tunjukkan komitmennya atau sama-sama,” tutur pria yang disapa Ara ini.

Darmin langsung menanggapi hal ini. Ia meyakini bahwa tak akan terjadi wan prestasi dalam kasus ini. Salah satu kuncinya ada di aturan kepemilikan saham pada bank umum yang dikeluarkan BI beberapa waktu lalu.

“Pelajaran kita paling berharga, kalau kita tidak punya apa-apa jangan ngomong resiprokal. Kita ada aturannya” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait