Negara Lebih Prioritas daripada Pihak Ketiga dalam Pembayaran Uang Pengganti
Berita

Negara Lebih Prioritas daripada Pihak Ketiga dalam Pembayaran Uang Pengganti

Jumlah uang pengganti hasil korupsi yang belum tertagih mencapai triliunan rupiah.

CR
Bacaan 2 Menit
Negara Lebih Prioritas daripada Pihak Ketiga dalam Pembayaran Uang Pengganti
Hukumonline

 

Kemudian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi khususnya pasal 19 ayat (1) menyebutkan putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beriktikad baik akan dirugikan.

 

Menanggapai hal tersebut Direktur Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi pada Jaksa Agung Muda bidang Intelejen Septinus Hematang mengatakan bahwa Kejaksaan Agung tetap akan mengejar uang pengganti sebagai hasil tindak pidana korupsi terhadap para koruptor yang telah divonis pengadilan dan mendapatkan putusan hukum yang tetap (inkracth).

 

Lebih lanjut ia mengatakan  bahwa negara akan tetap menjadi prioritas utama. Sekalipun misalnya aset para koruptor yang dikenakan kewajiban untuk membayar uang pengganti itu diagunkan ke bank, dialihkan atau dihibahkan ke orang lain atau badan hukum.

 

Menurut Hematang, untuk mengejar uang pengganti Kejagung tidak perlu mengajukan tuntutan baru. "Cukup kalau sudah ada putusan pengadilannya yang berkekuatan tetap, kita bisa menyita aset-asetnya sebagai pengganti korupsinya," ujarnya.

 

Akan tetapi menurut catatan hukumonline Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan suatu kali pernah tidak bisa menyita aset buronan kasus tukar guling tanah Badan Urusan Logistik PT Goro Batara Sakti, Tommy Soeharto, yang berlokasi di Jakarta.

 

Selain yang berlokasi di Jalan Jusuf Adiwinata No 4 dan Jalan Cendana No 12, aset Tommy lainnya di 17 lokasi di Jakarta tidak bisa disita karena bukan lagi murni milik buronan kasus kriminal tersebut.

   

Dari aset-aset di 13 lokasi yang statusnya Hak Milik (HM), tanah di Pejaten (tiga lokasi, luasnya 28.845 m persegi) sejak tahun 1996 diagunkan ke Bank Bumi Daya (BBD), tanah di Jalan H Abdul Madjid Cipete Utara (1.925 m persegi) sejak tahun 1992 dialihkan ke Maya Rumantir, dan sisanya dihibahkan ke yayasan yang dipimpin Tommy. Sedang aset yang berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) tidak dapat menjadi obyek sita jaminan.

   

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Masyudi Ridwan mengataan bahwa jika Tommy tidak membayar uang pengganti maka Kejari Jaksel seharusnya mengajukan gugatan perdata atas aset-asetnya yang telah disita dengan dasar wanprestasi. Aset-aset tersebut akan dilelang dan hasil lelang digunakan untuk membayar uang pengganti.

Seharusnya setelah adanya putusan pengadilan yang tetap negara berhak mendapatkan uang pengganti tersebut. Akan tetapi usaha Jaksa Penuntut Umum untuk menuntut uang pengganti itu tidak aan terbentur tembok penghalang. 

 

Pasalnya pihak bank sebagai kreditor yang merasa dilangkahi oleh Jaksa Penutut Umum selaku eksekutor. Mengingat Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak Tanggungan.

 

Dalam pasal tersebut dikatakan apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggung pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggung atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.  

Tags: