Negara G20 Didesak Bahas Serius Persoalan Penyempitan Ruang Sipil
Utama

Negara G20 Didesak Bahas Serius Persoalan Penyempitan Ruang Sipil

Penyusutan/penyempitan ruang sipil (civic space) tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi secara global di berbagai negara.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Ringkasan kertas kebijakan ini mendorong perluasan ruang sipil melalui pemanfaatan teknologi digital yang dilakukan secara berkeadilan dan non-diskriminatif untuk meningkatkan keterlibatan aktif warga negara. Di sisi lain, para pemimpin negara-negara G20 perlu menyeimbangkan posisi negara dalam berhadapan dengan sektor privat dan sektor masyarakat sipil. Dalam hal ini, negara perlu meningkatkan relasi positif antara perluasan ruang sipil dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain mendorong kepatuhan perusahaan-perusahaan terhadap standar bisnis dan hak asasi manusia.

Dalam rekomendasinya, Sub-Working Group Civic Space C20 yang beranggotakan 157 individu dan organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia menuntut para pemimpin G20. Pertama, melindungi dan memperluas ruang sipil. Kedua, menghentikan segala serangan, kriminalisasi, dan stigmatisasi terhadap aktor masyarakat sipil. Ketiga, membangun sekaligus memperkuat kemitraan dengan aktor masyarakat sipil dalam proses pembentukan kebijakan.

Melalui policy brief yang disusun C20, Gita berharap upaya tersebut dapat mendorong terbitnya instrumen legal internasional. Selain itu, isu civic space diharapkan bisa terus menggema sampai Presidensi G20 ke depan di India.

“Harapan kami G20 mengakui ada masalah civic space. Ini harus jadi isu permanen yang berlanjut di Presidensi G20 selanjutnya,” kata Gita dalam diskusi daring bertema “Outreach Meeting and Policy Brief Launch: The G20 Must Stand To Protect And Expand Civic Space”, Jumat (22/7/2022).

Gita mengatakan menyusutnya ruang sipil berdampak terhadap kelompok marjinal. Misalnya kelompok minoritas, disabilitas, minoritas seksual dan lainnya. Mereka yang pertama kali menjadi korban dari menyusutnya ruang sipil. Selama ini kalangan organisasi masyarakat sipil telah melakukan upaya sesuai fokus organisasinya masing-masing dalam menjaga ruang sipil.

Coordinator of The Expert Team, National Secretariat of SDGs, Ministry of Development Planning Indonesia, Yanuar Nugroho, mengatakan menyusutnya ruang sipil terjadi secara global. Pandemi Covid-19 seolah memberi legitimasi bagi negara untuk mengekang ruang gerak masyarakat sipil.

Menurut Yanuar, penyusutan ruang sipil tak hanya terjadi karena interaksi dengan aktor negara, tapi juga non negara. Misalnya, tidak mudah meminta perusahaan swasta yang menyediakan jasa bagi publik untuk akuntabel. “Sangat penting bagi G20 untuk menyoroti tren menyusutnya civic space ini,” ujarnya mengingatkan.

Baginya, kebebasan ruang sipil harus diperjuangkan oleh masyarakat sipil karena tidak bisa hanya berharap dari kebaikan negara. Dalam membuat kebijakan, keterlibatan masyarakat menjadi salah satu syarat, tapi praktiknya partisipasi itu sifatnya hanya formalitas, bukan meaningful participation.

Yanuar mengingatkan civic space tak hanya berkaitan dengan pemerintah, tapi juga pihak lain. Untuk menghadapi hal itu penting bagi masyarakat sipil untuk menjalin komunikasi yang luas dan berkonsolidasi. “Civic space itu tidak tunggal.”

Untuk itu, para pemimpin G20 harus memastikan isu ini terus dibahas. Apalagi tidak menutup kemungkinan akan ada anggota G20 yang kurang sepakat dengan isu civic space dan korupsi. “Isu ini harus terus diperjuangkan dan tidak boleh berhenti,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait