Negara dan Sekelumit Dwi Kewarganegaraan
Kolom

Negara dan Sekelumit Dwi Kewarganegaraan

​​​​​​​Disapora berpotensi membawa aset dalam perbagai bentuk seperti skill, human capital, wealth, dan networks yang nanti akan memperkuat perekonomian nasional serta dapat menjadi salah satu kekuatan tersendiri bagi Indonesia.

Bacaan 5 Menit
Radian Syam. Foto: Istimewa
Radian Syam. Foto: Istimewa

Mengutip apa yang dikatakan Bung Hatta: "sejajar dengan usaha persahabatan kita dengan tetangga kita serta dengan seluruh dunia, kita tidak saja akan berikhtiar menjadi suatu anggota United Nations, akan tetapi di dalam negeri kita akan melaksanakan kedaulatan rakyat kita dengan aturan kewarganegaraan yang akan lekas membuat semua golongan Indo-Asia dan Eropa menjadi orang Indonesia sejati, menjadi patriot dan demokrat Indonesia”.

Saya mencoba mengembalikan ingatan kita, yakni dengan adanya kegaduhan saat Presiden Jokowi melantik Arcandra Tahar karena terkait status kewarganegaraan yang dimilikinya, yakni terdapat dwi kewarnegaraan Indonesia dan Amerika. Alih-alih mencoba meminta anak bangsa yang ada di luar negeri untuk membangun negerinya sendiri namun terjadi penolakan hanya karena soal status kewarganegaraannya.

Sebenarnya, persoalan kewarganegaaran bukan hal baru yang dihadapi Republik ini, terlebih telah beberapa kali mengalami perubahan UU terkait kewarganegaraan, yakni UU No. 62 Tahun 1958 dan terbaru UU No. 12 Tahun 2006. Lahirnya UU yang baru tersebut disebabkan atas seiring perkembangan zaman dan majunya era komunikasi, bahkan mengalami perubahan yang fundamental, di antaranya perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA tidak otomatis hilang WNI dan anak yang dilahirkan tidak otomatis menjadi WNA.

Maka kita dapat melihatnya UU No. 12 Tahun 2006 lahir atas semangat menjaga kedaulatan bangsa yang menurut Penulis ini merupakan bagian dalam wujud bela negara. Adapun asas yang terkandung di antaranya: 1) Asas Perlindungan maksimum yakni Pemerintah Wajib memberikan perlindungan penuh terhadap setiap WNI dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri; 2) Asas Pengakuan dan Penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya, karena itulah fungsi dan/atau peran negara.

Jika kemudian kita kaji dan/atau melihat atas sekelumit status kewarganegaraan yang dimiliki anak bangsa yang tinggal di luar negeri atau lebih dikenal dengan istilah diaspora, Penulis melihatnya sebenarnya telah diatur dalam UU No 12 Tahun 2006 yakni Pasal 9 sampai dengan Pasal 18, Pasal 22, Pasal 23 huruf h dan hurif i, Pasal 25, Pasal 26 ayat 1) dan ayat 2), Pasal 31, Pasal 32 ayat 1) dan Pasal 33.

Warga negara yang mendiami sebuah negara jelas tidak dapat dipungkiri dan/atau dihilangkan karena sangat penting (tidak akan mungkin sebuah negara dapat dinyatakan negara jika tidak ada warga negara yang mendiami negara tersebut), yang pada hakikatnya terdapat hak dan kewajiban.

Pada article 15 Declaration Universal of Human Rights dikatakan ”Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan. Dan tidak seorangpun dengan semena-mena dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya atau ditolak hanya untuk mengganti kewarganegaraannya”.

Bahkan sudah sangat jelas di dalam Undang Undang Dasar 1945 mengatur mengenai status warga negara dan bagaimana negara mengatur mengenai hak dan kewajiban dari warga negara tersebut. Dalam Pasal 26 UUD 1945: 1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara; 2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang-orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia; 3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.

Hal ini sangat menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3), di mana juga menganut negara kesejahteraan. Kesejahteraan merupakan suatu tujuan sebuah negara. Untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut harus berdasarkan dengan hukum, sehingga mampu menciptakan peraturan perundang-undangan yang berpihak kepada seluruh rakyat Indonesia (tanpa melihat SARA), karena aturan tersebut membuka jalan untuk terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penulis menilai UU Kewarganegaraan menjadi salah satu bagian produk hukum yang memiliki peranan besar bagi terciptanya kesejahteraan rakyat. Oleh karena hal tersebut disebabkan karena seiring dengan perkembangan zaman di era globalisasi yang mengubah pola berpikir manusia, maka muncul masalah mengenai kewarganegaraan yaitu tuntutan kaum diaspora untuk tetap diakui.

Munculnya tuntutan tersebut akan memberikan perubahan yang berarti terhadap pengaturan kewarganegaraan, di mana kita yang pada prinsipnya hanya menerapkan asas kewarganegaraan tunggal dan ganda terbatas terhadap anak hasil perkawinan campuran (beda negara bukan beda agama karena tetap menggunakan UU No. 1 Tahun 1974). Sekali lagi alasan Penulis mengatakan bahwa diaspora berpotensi membawa dan/atau berdampak bagi kesejahteraan, karena diaspora sangat berpotensi untuk membawa aset dalam perbagai bentuk seperti skill, human capital, wealth, dan networks yang nanti akan memperkuat perekonomian nasional serta dapat menjadi salah satu kekuatan tersendiri bagi Indonesia.

Meskipun saat ini di sejumlah negara dinamika diaspora mengalami perubahan yang signifikan dan hal ini disebabkan akibat perkembangan globalisasi migrasi manusia. Maka Indonesia yang merupakan negara besar dengan jumlah penduduk kurang lebih 260 juta jiwa, menjadi penting secara cermat dan tepat di dalam melakukan perubahan UU Kewarganegaraan RI yang ada saat ini.

Lahirnya UU baru juga telah mengadopsi asas dwi kewarganegaraan terbatas, khususnya untuk anak hasil perkawinan campur, maupun anak yang lahir di negara yang menganut asas dwi kewarganegaraan. Oleh karenanya, sudah saatnya negara atau pemerintah memperhatikan permasalahan diaspora yang tersebar hampir di semua negara yang ada di dunia, yang mana jumlah diaspora kurang lebih delapan 8 juta.

Jika revisi UU Kewarganegaraan sudah masuk dalam Prolegnas periode 2020-2024, selain kajian hukum yang matang serta rancangan atau draf RUU-nya maka juga diperlukan adanya kesamaan pandangan serta komitmen politik antara pemerintah dan DPR RI, hal ini menjadi penting karena nantinya RUU Kewargenagaraan tersebut tetap harus memberikan kemudahan bagi para diaspora dalam mengurus proses keimigrasiannya, agar mereka tetap merasa dan/atau bangga menjadi bagian dari anak bangsa yang memiliki kewajiban dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa. Sehingga Penulis menilai perlu adanya sebuah kodifikasi dalam pengaturan kewarganegaraan dan keimigrasian karena hal ini saling kait mengkait, yang mana perubahan pada hukum keimigrasian juga menjadi penting, guna menjadi bahan pertimbangan jika Indonesia akan mengubah politik hukum kewarganegaraannya.

Pada hakikatnya status kewarganegaraan yang kita berikan kepada warga negara sangat berdampak pada hubungan timbal balik secara hukum antara negara dengan warga negaranya, yang mana nilai feeling of connectedness (rasa keterikatan) khususnya dari para diaspora Indonesia tetap dapat dipertahankan, dan para diaspora tetap berkontribusi secara nyata bagi NKRI.

Di akhir tulisan ini dengan pelbagai pandangan yang telah disampaikan di atas, maka saya mencoba menyampaikan bahwasanya kita sebuah bangsa yang besar yang memiliki banyak kekayaan baik alam maupun manusia. Founding Fathers kita yang tidak perlu diragukan baik secara keilmuan bahkan keshalehan dan kecintaannya kepada seluruh anak bangsa tanpa melihat dari SARA manapun, telah membangun fondasi dasar negara yang kokoh dan/atau kuat yakni dengan adanya Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 yang dibuat bertujuan untuk menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sesungguhnya banyak anak bangsa yang berkualitas yang memiliki kemampuan dan/atau keahlian pada setiap keilmuan yang saat ini tersebar di seluruh dunia yang bahkan di negara lain diakui dan ketika ada anak bangsa yang diminta pulang ke tanah air dan/atau ingin mengabdi bagi NKRI kita justru sibuk mempersoalkan sesuatu atas hal yang sudah ada dalam aturannya dengan mengabaikan kemampuan yang dimilikinya.

Di mana rakyat merupakan bagian yang terpenting dan/atau tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara, agar ikhtiar kita menjadi suatu anggota United Nations dengan tetap menjadi orang Indonesia sejati, menjadi patriot dan demokrat Indonesia menjadi kokoh dan/atau kuat. Maka Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengakui keahlian anak bangsa nya sendiri tidak sibuk membully dan/atau bahkan mencari kelemahan pada status kewarganegaraannya.

*)Dr. Radian Syam, S.H., M.H adalah Dosen Tetap HTN Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait