Negara Bisa Bawa Kasus Penyadapan ke ICJ
Inside International Justice:

Negara Bisa Bawa Kasus Penyadapan ke ICJ

Asal bisa memastikan bahwa pelakunya adalah organ negara.

ALI/RFQ
Bacaan 2 Menit
Boris Heim ketika menjelaskan tentang Mahkamah Internasional ke sejumlah wartawan. Foto: RNTC
Boris Heim ketika menjelaskan tentang Mahkamah Internasional ke sejumlah wartawan. Foto: RNTC

Information Officer International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, Boris Heim mengatakan suatu negara bisa membawa kasus penyadapan oleh negara lain ke Mahkamah Internasional. Boris mengatakan kasus di Mahkamah Internasional adalah kasus sengketa negara versus negara, sehingga kasus penyadapan antar negara yang sedang marak ini bisa dibawa ke Mahkamah.

“Nanti, mahkamah akan menentukan apakah ada perjanjian internasional yang dilanggar. Karena perjanjian adalah dasar hukum sengketa di Mahkamah ini,” ujar Boris ketika menerima sejumlah wartawan di Gedung Mahkamah Internasional, Den Haag, Belanda, Kamis (7/11).

Sebagai informasi, isu penyadapan sejumlah petinggi negara Indonesia oleh Australia dan Amerika Serikat menjadi topik hangat dalam pembukaan masa sidang DPR. Dalam pidatonya, Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan dukungannya terhadap langkah Menteri Luar Negeri memanggil kuasa ad interim Kedubes Australia untuk dimintai penjelasan.

Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menegaskan DPR juga akan mengundang dubes bersangkutan karena tindakan penyadapan terhadap pemerintah Indonesia merupakan perbuatan ilegal. Menurutnya, bila persoalan ini tak dijelaskan maka akan mengganggu hubungan antar negara.

Sebelumnya, sebagaimana dilansir Antara, Wakil Ketua Komisi I DPR yang membidangi urusan luar negeri TB Hasanuddin bahkan menuturkan Indonesia bisa membawa masalah penyadapan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan Australia ke Mahkamah Internasional. Ia menuturkan ada konvensi internasional yang melarang antar negara melakukan pengintaian, mencari informasi secara ilegal, penyadapan termasuk spionase.

Dihubungi terpisah, Pengajar Hukum Internasional Universitas Trisakti Arlina Permanasari menuturkan kasus penyadapan antar negara ini cukup potensial diajukan ke Mahkamah Internasional. Namun, ia menjelaskan pemerintah harus bisa memastikan bahwa pelaku penyadapan adalah organ negara.

“Harus ada bukti bahwa pelaku penyadapnya adalah organ negara atau agen of state. Misalnya, apakah benar pemerintah Australia atau Amerika Serikat? Unsur-unsur di statuta ICJ itu kan harus jelas pihaknya, yakni negara versus negara,” jelas Peneliti Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM (terAs) Universitas Trisakti ini, kepada hukumonline, Senin (18/11).

Arlina menuturkan bila pelaku penyadapan adalah pihak swasta, bukan negara, maka kasus ini tak bisa diajukan ke Mahkamah Internasional. Meski begitu, andaipun pelakunya pihak swasta, pemerintah Indonesia bisa tetap membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional bila pihak swasta itu diperintah atau mempunyai kontrak dengan organ negara.

Arlina menjelaskan untuk mencari dasar hukum membawa kasus ini ke Mahkamah Intersional tak sesulit memastikan pelakunya adalah organ negara. Ia mengatakan Indonesia bisa menggunakan Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 Tahun 1970 yang mengatur prinsip bertetangga yang baik sebagai dasar hukumnya. “Di sini ada prinsip non intervensi. Ini bisa dipakai. Ini aturan yang bersifat general, kita bisa mencari aturan yang lebih spesifik lagi,” tuturnya.

Ia menambahkan satu aturan pun ini cukup sebagai dasar hukum membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional. “Namun, menentukan bahwa pelakunya adalah organ negara merupakan tantangan terberat untuk membawa kasus ini ke ICJ. Karena biasanya yang menyadap itu nggak mau ngaku,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait