Nawawi Pomolango, Hakim Capim KPK Menuju Pemecah Rekor
Utama

Nawawi Pomolango, Hakim Capim KPK Menuju Pemecah Rekor

Nawawi satu-satunya hakim yang lolos 40 besar dan berpeluang menjadi hakim karier pertama menuju kursi pimpinan KPK periode 2019-2023.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih didampingi anggota pansel saat mengumumkan hasil tes psikologi di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Senin (5/8). Foto: RES
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih didampingi anggota pansel saat mengumumkan hasil tes psikologi di gedung Sekretariat Negara Jakarta, Senin (5/8). Foto: RES

Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) merilis 40 nama yang lulus seleksi tes psikologi (tahap ketiga). Dari deretan nama-nama dari beragam profesi tersebut hanya ada satu nama yang berprofesi sebagai hakim yaitu Nawawi Pomolango yang kini bertugas menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.  

 

Ia menyingkirkan sejumlah nama besar termasuk Basaria Panjaitan yang merupakan petahana. Tak hanya itu, pria yang pernah mengadili perkara Irman Gusman ini juga berhasil mengungguli sejumlah koleganya yang sama-sama berprofesi sebagai hakim pada seleksi tahap kedua (uji kompetensi/kualitas) dan tahap ketiga (tes psikologi).  

 

Mereka diantaranya Bhudhi Kuswanto Hakim Ad Hoc Tipikor PN Pontianak; Hulman Siregar Hakim Ad Hoc PT Semarang; dua Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakpus Jult Lumban Gaol dan Sigit Herman Binaji; dan Noor Ichwan Ichlas Ria Adha Hakim PN Malang. 

 

Dari hasil penelusuran Hukumonline, Nawawi diambang memecahkan rekor selama ajang seleksi capim KPK. Jika kelak terpilih menjadi komisioner lembaga antikorupsi ini, maka ia merupakan hakim karier pertama yang menduduki jabatan komisioner KPK yang berdiri sejak 2003. 

 

Adapun nama Alexander Marwata yang merupakan komisioner KPK saat ini juga lolos seleksi tahap psikotes bersama Nawawi juga berlatar belakang hakim. Hanya saja, Alexander Marwata yang merupakan pimpinan KPK petahana ini, merupakan hakim ad hoc, bukan karier seperti Nawawi. 

 

Nawawi sendiri berpandangan hakim merupakan unsur penting untuk masuk dalam kepemimpinan KPK. "Hakim itu bagi saya adalah 'pusarnya penegak hukum'. Insya Allah bisa menjadi penyeimbang terhadap segala sesuatu yang 'cenderung tak berimbang'," ujarnya saat dihubungi Hukumonline, Selasa (6/8/2019). Baca Juga: Lulus Tes Psikologi, Capim KPK Bakal Jalani Tes Kepribadian

 

Mengenai banyaknya hakim yang terjerat kasus korupsi, ia berjanji tidak akan pernah ada konflik kepentingan apabila nanti ditemukan dugaan korupsi yang dilakukan rekan seprofresinya. Ia telah membuktikan ketika menjadi pengadil bagi Patrialis Akbar yang ketika itu menjabat Hakim MK. 

 

Bahkan, apabila nanti ditemukan adanya dugaan korupsi yang dilakukan pejabat MA ataupun hakim agung, Nawawi akan tetap memprosesnya sesuai hukum yang berlaku. “Insya Allah, janganlah berandai-andai, cuma saat seseorang terindikasi korupsi tak ada yang harus diperhatikan apa yang melekat pada diri orang tersebut, ambil tindakan!" tegasnya. 

 

Seperti diketahui, selama ini estafet kepemimpinan KPK mayoritas diisi dari unsur profesi advokat, praktisi hukum, kepolisian, beberapa kali oleh jaksa, dan akademisi. Hanya kepemimpinan KPK periode 2015-2019 ini saja yang tidak ada unsur advokat dan jaksa, tetapi ada dari hakim walaupun hakim ad hoc.

 

Dua advokat

Sementara dari unsur advokat atau konsultan hukum mengerucut pada dua nama yaitu Torkis Parlaungan Siregar dan Lili Pantauli Siregar. Torkis merupakan advokat yang berdomisili di Bandung dan mempunyai kantor advokat dengan nama Torkis Parlaungan Siregar. 

 

Kepada Hukumonline, Torkis mengaku sudah 8 tahun mengkampanyekan antikorupsi baik itu melalui orasi, dialog, maupun lagu bertemakan anti korupsi. "Kalau saya itu motivasi saya punya semangat, punya idealisme perjuangan untuk melakukan pemberantasan korupsi dan pencegahannya, apa peran kita sebagai masyarakat, saya sudah jalani selama 8 tahun boleh dicek jejak rekam saya. Saya suarakan gerakan anti korupsi," klaimnya. 

 

Sebagai wujud perlawanannya terhadap korupsi, ia juga mengaku tidak menerima perkara korupsi di kantor hukumnya. "Selama 8 tahun saya mandiri, saya tidak menerima perkara narkoba dan korupsi, boleh dicek, di-survey," terangnya. 

 

Sementara Lili diketahui merupakan mantan Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dua periode mulai dari 2008-2013 dan 2013-2018. Selepas itu, ia mengurus kantor konsultan hukum pribadinya, tetapi baru jalan beberapa bulan ia maju sebagai calon pimpinan KPK dan lolos hingga 40 besar. 

 

Sayangnya, ia enggan memberi tanggapan mengenai keberhasilannya lolos dalam tes psikologi capim KPK. "Nanti tanggapannya kalau sudah lima nama, nah baru deh ya," ujar Lili singkat.

 

Sebelumnya, Pansel Capim KPK mengumumkan 40 kandidat yang lolos tes psikologi untuk menjadi komisioner KPK periode 2019-2023. "Dari 104 peserta yang hadir mengikuti uji kompetensi capim KPK masa jabatan tahun 2019-2023 yang dinyatakan lulus tes psikologi sebanyak 40 orang," kata Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih dalam konferensi pers di gedung Sekretariat Negara (Setneg) Jakarta, Senin (5/8/2019) kemarin.

 

Dari 40 orang yang lulus, mereka berasal dari beragam latar belakang yakni akademisi/dosen 7 orang; advokat/konsultan hukum 2 orang; jaksa 3 orang; pensiunan jaksa 1 orang; hakim 1 orang. Selain itu, anggota Polri 6 orang; auditor 4 orang; Komisi Kejaksaan/Komisi Kepolisian Nasional 1 orang; Komisioner/pegawai KPK 5 orang; PNS 4 orang; pensiunan PNS 1 orang; Lain-lain 5 orang. "Laki-laki ada 36 orang dan perempuan ada 4 orang," kata Yenti. 

 

Peserta yang dinyatakan lulus tes psikologi wajib mengikuti seleksi tahap berikutnya, yaitu profile assesment (tes penilaian kepribadian) yang akan diselenggarakan pada Kamis-Jumat, 8-9 Agustus 2019 pukul 07.30 WIB di ruang Dwi Warna Gedung Panca Gatra, Lembaga Ketahanan Nasional Jalan Kebon Sirih Raya Nomor 24-28, Gambir, Jakarta Pusat. 

Tags:

Berita Terkait