Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk
Utama

Nasib Setnov di Parlemen, di Ujung Tanduk

Karena sesuai Pasal 87 UU MD3, Setya Novanto diduga sudah dapat disebut melanggar kode etik karena tidak dapat menjalankan tugasnya secara terus menerus lantaran berstatus tahanan KPK.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto Bakal Diadili Lagi oleh MKD. Ilustrasi: BAS
Setya Novanto Bakal Diadili Lagi oleh MKD. Ilustrasi: BAS

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera mengambil sikap atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR. Terlebih, status hukum Ketua Umum Partai Golkar itu sudah menjadi tersangka dan tahanan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP). Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap citra dan wibawa kelembagaan DPR sebagai representasi wakil rakyat.

 

Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad membenarkan bahwa MKD akan segera bersikap atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setnov atas kasus dugaan korupsi e-KTP. Hanya saja, pihaknya bakal menggelar rapat konsultasi dengan semua fraksi partai di DPR terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan sidang MKD. “MKD besok akan menggelar rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi partai untuk menyamakan pendapat dan persepsi masalah ini,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Senin (20/11/2107).

 

Dasco menuturkan merujuk UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), pemberhentian sementara dapat dilakukan setelah Setnov berstatus terdakwa. Namun, faktanya, kata Dasco, saat ini posisi Setnov sebagai tersangka dan tahanan KPK yang diduga terlibat dalam kasus e-KTP. Hal ini bisa saja dijadikan dasar adanya dugaan pelanggaran kode etik.

 

“Bisa saja pejabat ketua DPR berhalangan menjalani tugasnya karena tersandung kasus hukum,” ujar Dasco. Baca Juga: Setnov Bersedia Tanda Tangani Berita Acara Pencabutan Pembantaran

 

Desakan agar MKD segera bersidang, Dasco menegaskan MKD belum dapat bersidang dalam waktu dekat ini. Yang pasti, kata Dasco, ketika Setnov sudah ditahan oleh KPK, maka ada dugaan pelanggaran kode etik sumpah dan janji  jabatan sebagai anggota dewan. “Yang penting besok kita satu persepsi dahulu, bagaimana besok kita menyikapi dengan rapat konsultasi bersama fraksi-fraksi (dulu),” ujar politisi Partai Gerindra ini.

 

Wakil Ketua MKD Sarifudin Sudding menambahkan MKD memahami kondisi Setnov yang berstatus tahanan KPK. Merujuk Pasal 87 ayat (2) UU MD3, pergantian pimpinan dewan dapat dilakukan ketika Setnov tidak lagi dapat menjalankan tugasnya secara berkelanjutan. Dalam hitungan 3 bulan, kata dia, yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan lembaga legislatif, maka dapat digantikan posisinya.

 

Dalam konteks ini, yang bersangkutan ditahan sebagai Ketua DPR, saya kira memang tidak bisa lagi melaksanakan tugas-tugasnya sebagai ketua. Saya kira ini menyangkut masalah marwah dewan sesuai yang diamanatkan dalam tatib dan hukum acara MKD,” ujarnya.

 

Pasal 87

 

(1) Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) berhenti dari jabatannya karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; atau c. diberhentikan.

 

(2) Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun; b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR; c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. ditarik keanggotaannya sebagai anggota DPR oleh partai politiknya; f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau g. diberhentikan sebagai anggota partai politik berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.

 

(3) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), anggota pimpinan lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif.

 

(4) Dalam hal salah seorang pimpinan DPR berhenti dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penggantinya berasal dari partai politik yang sama.

 

(5) Pimpinan DPR diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

 

(6) Dalam hal pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.

 

 

Menurutnya, ada dua opsi yang bakal ditawarkan dalam rapat konsultasi. Pertama, pimpinan fraksi-fraksi diminta sikapnya terhadap kasus Setnov dalam kapasitasnya sebagai pimpinan lembaga legislatif yang ditahan KPK. Kedua, terbuka ruang melakukan pergantian posisi jabatan pimpinan dewan sebagaimana tertuang dalam Pasal 46 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR.

 

“Ketika dia tersangkut dengan masalah-masalah hukum bahwa itu kuat dugaan telah terjadi pelanggaran sumpah jabatan, itu sudah masuk dalam ruang lingkup pelanggaran kode etik,” ujar anggota Komisi III itu. Baca Juga: Diduga Buron KPK Diminta Setya Novanto Serahkan Diri

 

Terpisah, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karius menilai perilaku Setnov telah mencoreng lembaga parlemen. Karena itu, kata Lucius, MKD segera merespon pergantian dan pemberhentian Setnov dari anggota dewan. Sebab, dengan memberhentikan Setnov menjadi jalan terbaik untuk mengembalikan marwah lembaga DPR.

 

“DPR harus bisa melampaui apa yang diatur UU dengan menjadikan etika dan norma sebagai acuan untuk menilai tindakan Setnov yang diduga menciderai kehormatan parlemen,” kata dia.

 

Tak ada alasan bela Setnov

Menurut Lucius, merujuk aturan etika tak ada alasan DPR maupun fraksi Golkar membela untuk mempertahankan Setnov di parlemen. MKD pun didesak agar segera melakukan sidang etik untuk menguji perilaku Setnov. Sebaliknya, kata Lucius, semakin MKD berlindung di balik UU MD3 dengan mengulur proses pemberhentian Setnov, publik bakal menilai MKD sebagai alat kelengkapan tanpa manfaat.

 

“Alih-alih menjaga kehormatan DPR, mereka justru ikut merusak ketika membiarkan perilaku tidak terhormat anggota dewan,” ujarnya.

 

Suding melanjutkan memang sempat terjadi perdebatan alot dalam rapat yang digelar MKD sebelumnya. MKD dalam memproses pelanggaran etik memang menunggu proses hukum Setnov di KPK. Lantaran Setnov kini sudah dilakukan penahanan oleh KPK, maka MKD segera merespon cepat dengan menggelar rapat konsultasi dengan semua fraksi partai di DPR.

 

Yang pasti, kata Sudding, MKD bakal segera bersikap tegas karena kasus hukum dan dugaan pelanggaran etik Setya Novanto sudah tidak dapat ditolelir. Hal ini menyangkut harkat dan martabat serta kehormatan dewan. Ia memperkirakan dalam sepekan ke depan, MKD sudah dapat menggelar sidang kode etik terkait Setnov.

 

“Saya yakin dalam waktu dekat sudah selesai. Hari ini akan rapat pimpinan, setelah itu rapat internal, mudah-mudahan dalam seminggu,” kata politisi Hanura ini.

 

Untuk diketahui, MKD pernah menggelar sidang atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus “Papa Minta Saham” di PT Freeport Indonesia pada Desember 2015 lalu. Selama beberapa hari secara maraton, MKD menggelar sidang yang disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun TV. Namun, akhirnya, proses di MKD anti klimaks karena Setnov memutuskan mundur dari jabatan Ketua DPR sebelum MKD membacakan putusan.

Tags:

Berita Terkait