Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera mengambil sikap atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya Novanto dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR. Terlebih, status hukum Ketua Umum Partai Golkar itu sudah menjadi tersangka dan tahanan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP). Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap citra dan wibawa kelembagaan DPR sebagai representasi wakil rakyat.
Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad membenarkan bahwa MKD akan segera bersikap atas dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Setnov atas kasus dugaan korupsi e-KTP. Hanya saja, pihaknya bakal menggelar rapat konsultasi dengan semua fraksi partai di DPR terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan sidang MKD. “MKD besok akan menggelar rapat konsultasi dengan fraksi-fraksi partai untuk menyamakan pendapat dan persepsi masalah ini,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Senin (20/11/2107).
Dasco menuturkan merujuk UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), pemberhentian sementara dapat dilakukan setelah Setnov berstatus terdakwa. Namun, faktanya, kata Dasco, saat ini posisi Setnov sebagai tersangka dan tahanan KPK yang diduga terlibat dalam kasus e-KTP. Hal ini bisa saja dijadikan dasar adanya dugaan pelanggaran kode etik.
“Bisa saja pejabat ketua DPR berhalangan menjalani tugasnya karena tersandung kasus hukum,” ujar Dasco. Baca Juga: Setnov Bersedia Tanda Tangani Berita Acara Pencabutan Pembantaran
Desakan agar MKD segera bersidang, Dasco menegaskan MKD belum dapat bersidang dalam waktu dekat ini. Yang pasti, kata Dasco, ketika Setnov sudah ditahan oleh KPK, maka ada dugaan pelanggaran kode etik sumpah dan janji jabatan sebagai anggota dewan. “Yang penting besok kita satu persepsi dahulu, bagaimana besok kita menyikapi dengan rapat konsultasi bersama fraksi-fraksi (dulu),” ujar politisi Partai Gerindra ini.
Wakil Ketua MKD Sarifudin Sudding menambahkan MKD memahami kondisi Setnov yang berstatus tahanan KPK. Merujuk Pasal 87 ayat (2) UU MD3, pergantian pimpinan dewan dapat dilakukan ketika Setnov tidak lagi dapat menjalankan tugasnya secara berkelanjutan. Dalam hitungan 3 bulan, kata dia, yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan lembaga legislatif, maka dapat digantikan posisinya.
“Dalam konteks ini, yang bersangkutan ditahan sebagai Ketua DPR, saya kira memang tidak bisa lagi melaksanakan tugas-tugasnya sebagai ketua. Saya kira ini menyangkut masalah marwah dewan sesuai yang diamanatkan dalam tatib dan hukum acara MKD,” ujarnya.