Nasib Pramono dan Puan Tergantung Putusan Hakim dan Oka Masagung
Utama

Nasib Pramono dan Puan Tergantung Putusan Hakim dan Oka Masagung

KPK masih mengkaji fakta munculnya dua nama itu dalam sidang perkara Novanto. Sementara Puan dan Pramono membantah kalau dirinya menerima aliran dana proyek e-KTP sebagaimana keterangan Setnov.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES
Terdakwa Setya Novanto saat mengikuti persidangan kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto RES

"Nyanyian" Setya Novanto mengenai dugaan aliran uang ke dua elit PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani dan Pramono Anung menambah panjang daftar nama-nama besar yang diduga menikmati uang korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Sebelumnya muncul, sejumlah nama disebut-sebut menerima aliran uang e-KTP mulai dari politisi, pengusaha, hingga sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri.

 

Sebagian besar dari mereka sudah menjalani pemeriksaan sebagai saksi seperti Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Ade Komarudin, Jafar Hafsah, Tamsil Linrung, Agun Gunandjar, hingga Chairuman Harahap yang disebut menerima aliran dana proyek e-KTP masing-masing sebesar 500 ribu dolar AS seperti diungkap Setya Novanto saat pertemuannya dengan Andi Narogong dan  Made Oka Masagung. Sedangkan sebagian diantara para politisi juga telah menyandang status sebagai tersangka, seperti Markus Nari, Miryam S. Haryani yang sudah divonis 5 tahun penjara karena terbukti memberi keterangan yang tidak benar dalam kasus korupsi e-KTP ini.

 

Sejumlah nama yang disebut di atas sebelumnya memang telah disebut dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, dua pejabat Kemendagri yang kasusnya telah diputus pengadilan termasuk Andi Narogong beberapa waktu lalu. Sedangkan nama Puan dan Pramono memang baru muncul pada persidangan kemarin pada saat agenda pemeriksaan terdakwa terhadap Novanto.

 

“Hanya masalah waktu saja,” kata Maqdir Ismail, kuasa hukum Novanto saat dikonfirmasi Hukumonline mengenai alasan Novanto baru menyebutkan dua nama politisi PDIP tersebut saat sidang pemeriksaan terdakwa, Kamis (22/3) kemarin. Baca Juga: Pramono Anung, Puan Maharani dan Nama Lain Disebut Novanto Terima Uang e-KTP

 

Maqdir mengakui pada saat proses penyidikan kliennya belum membeberkan dua nama tersebut. “Memang belum disebut, tapi disebut dalam permohonan Justice Collaborator (JC),” terang Maqdir. Ia melanjutkan permohonan menjadi JC itu ditulis tangan oleh Novanto sendiri.

 

Saat ditanya apa ada motif politik dari pernyataan kliennya itu, Maqdir membantah. Menurutnya apa yang dikatakan Novanto murni merupakan fakta tanpa ada maksud untuk menyudutkan pihak lain. “Pak Setnov itu bicara fakta yang terkait perkara ini,” dalihnya.

 

Bagaimana tindak lanjutnya?

Pernyataan Novanto mengenai adanya aliran dana proyek e-KTP kepada Puan dan Pramono masing-masing sebesar sebesar 500 ribu dolar AS memang tidak diketahuinya secara langsung. Dalam persidangan, Novanto mengaku mengetahui hal itu dari keterangan, Made Oka Masagung, saat berkunjung ke rumahnya pada sekitar 2012 lalu. Made Oka disebut sebagai pengelola uang Novanto dalam kasus e-KTP ini.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya masih mempelajari fakta yang terungkap dalam persidangan termasuk mengenai munculnya nama Pramono dan Puan Maharani. Apalagi, pernyataan Novanto mengenai adanya aliran dana kepada kedua nama itu bukan diketahuinya sendiri, melainkan mendengar dari keterangan pihak lain yakni Made Oka.

 

KPK, kata Febri, saat ini sedang fokus untuk menyusun surat tuntutan kepada Novanto. “Nanti kita tunggu juga bagaimana putusan hakim agar lebih komprehensif membaca fakta persidangan itu,” tuturnya.

 

Mengenai pengajuan Justice Collaborator (JC) oleh Novanto, Febri belum bisa mengungkapkan karena merupakan kewenangan penuntut umum. Ia hanya memastikan keputusan apakah menolak atau mengabulkan status JC akan disampaikan pada saat persidangan dengan agenda tuntutan.

 

Meski begitu, Febri mengindikasikan mengenai kepastian pengajuan JC tersebut. “Yang disayangkan terdakwa (Setya Novanto) masih terbaca setengah hati dalam pengajuan JC. Karena sampai saat terakhir kemarin masih tidak mengakui perbuatannya,” kata Febri. Baca Juga: Berstatus Justice Collaborator, Andi Narogong Divonis 8 Tahun Bui

 

Made Oka sendiri saat ini sudah berstatus tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Oka diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan sejumlah pihak, sehingga merugikan keuangan negara dalam kasus e-KTP sebesar Rp2,3 triliun.

 

Meski telah berstatus sebagai tersangka, Made Oka belum ditahan oleh penyidik KPK. Dari keterangan Novanto yang menyebut ia hanya mendengar dari rekannya itu ada dugaan aliran uang ke sejumlah pihak termasuk Pramono dan Puan. Karena itu, terlihat keterangan Made Oka cukup penting guna membuktikan keterangan Novanto dalam perkara ini dan dikhawatirkan akan adanya intervensi dari pihak tertentu.

 

“KPK bisa menilai, kalau ada kekhawatiran melarikan diri, macem-macemlah KPK bisa menahan. Kalau memang dirasa ada intervensi bisa diamankan. (Keterangan Made Oka) penting, kalau memang dia pihak yang membagikan (uang) dia jadinya penting,” kata Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil.

 

Menurut Arsil, KPK memang harus berhati-hati terhadap pernyataan Novanto ini dan harus mengkonfirmasi lagi dengan bukti pendukung lain. Sebab, bisa saja pernyataan mantan Ketua Umum Golkar ini hanya sebatas omongan saja tanpa dilengkapi bukti yang kuat. Apalagi, Novanto mengaku dirinya mendengar hal itu dari Made Oka, bukan mengalami sendiri peristiwanya. “Perlu dicek lagi, apa ada bukti lain yang mendukung?”

 

Puan-Pramono bantah

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani membantah tudingan Setya Novanto terkait aliran dana e-KTP sebesar 500 ribu dolar AS kepadanya. "Saya juga baru mendengar apa yang disampaikan oleh Pak SN kemarin, apa yang disampaikan beliau itu tidak benar, tidak ada dasarnya," kata Puan di kantor Kemenko PMK Jakarta, Jumat (23/3) seperti dikutip Antara.


Puan mengaku tidak pernah membicarakan hal-hal terkait proyek e-KTP saat dirinya di parlemen baik itu pada Setya Novanto ataupun orang lain. "Sama sekali tidak pernah, saya tidak pernah bicara e-KTP. Bukan hanya dengan Pak Oka, dengan Pak SN dan lain-lain saya juga tidak pernah bicara, juga dengan nama-nama yang disebutkan kemarin saya juga tidak kenal," kata Puan.


Namun, Puan mengaku mengenal sosok Made Oka Masagung sebagai rekan keluarga. "Saya kenal dengan Pak Made Oka, karena kebetulan beliau adalah teman keluarga Bung Karno di mana bapak dan ibunya Pak Made Oka itu adalah teman baik dari Bung Karno," kata Puan.


Meski begitu, Puan mendukung proses hukum yang sedang berjalan yang harus didasarkan pada fakta-fakta hukum. "Ini merupakan masalah hukum, tentu saja harus didasarkan pada fakta-fakta hukum yang ada bukan katanya-katanya," kata Puan.

 

Sementara Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan tidak ada sama sekali urusan dirinya dengan aliran dana proyek e-KTP. "Tidak ada sama sekali urusan dengan itu. "Kalau saya tidak ada urusan mengapa mesti dikasih (uang), emangnya saya jagoan yang perlu dikasih," kata Pramono Anung ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (22/3) kemarin.


Ia menyebutkan meski dirinya saat itu menjadi pimpinan DPR, namun proyek e-KTP merupakan proyek pemerintah. "Itu sepenuhnya proyek pemerintah, penganggaran di pemerintah, mereka hanya berkonsultasi dengan Komisi II DPR, pimpinan DPR waktu itu termasuk Pak Marzuki Ali, sama sekali tidak pernah membahas hal yang berkaitan dengan e-KTP, silahkan dicek di DPR sekarang. Kita sama sekali tak pernah membahas," akunya.

Pramono menyebut dirinya tahu dikaitkan dengan proyek e-KTP setelah membaca berita dari media online atau daring. "Jadi Pak Nov selalu bilang katanya, katanya. Kalau ditanya hakim, katanya. Tapi hal yang mengenai dirinya dia bilang tidak ingat," ucapnya.

 

Sebagai orang yang cukup panjang berkarir di politik dan menyangkut integritasnya, dirinya siap dikonfrontasi dengan siapa saja. "Sebagai pribadi saya siap dikonfrontir dengan siapa saja, di mana saja, kapan saja, monggo monggo saja, termasuk di persidangan karena ini sudah menyangkut integritas," tuturnya. “Jika Setnov ingin menjadi justice collaborator jangan kemudian menyebut nama-nama yang dipikir dapat meringankan dirinya.” (ANT)

Tags:

Berita Terkait