Nasib Ahok di Tangan ‘Palu’ Artidjo Alkostar Dkk
Berita

Nasib Ahok di Tangan ‘Palu’ Artidjo Alkostar Dkk

Diperkirakan permohonan PK yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok ini akan diputuskan Majelis Hakim yang diketuai Artidjo paling lama dua pekan lagi.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Artidjo Alkostar. Foto: SGP
Hakim Agung Artidjo Alkostar. Foto: SGP

Permohonan peninjauan kembali (PK) mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah diproses oleh Kepaniteraan Pidana pada Mahkamah Agung (MA). Sejak Selasa (13/3) kemarin, permohonan PK Ahok yang dikuasakan oleh Fifi Lety Indra dan Josefina Agatha Syukur ini, ternyata sudah ditentukan susunan Majelis Hakim Agungnya.  

 

“Perkara PK Ahok diterima oleh Kepaniteraan Pidana MA tanggal 7 Maret 2018. Yang kemudian diregistrasi dengan No. 11PK/Pid/2018 dan dikirim ke Majelis Pemeriksa Perkara tanggal 13 Maret 2018,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (15/3/2018).

 

Adapun susunan Majelis yang bakal memutus permohonan PK Ahok terdiri dari Artidjo Alkostar selaku ketua majelis beranggotakan Salman Luthan dan Sumardijatmo. “Majelis pemeriksa perkara PK Ahok dipimpin oleh Artidjo Alkostar sebagai ketua majelis pemeriksa dan majelis anggota Salman Luthan dan Sumardijatmo. Selanjutnya, tinggal menunggu perkembangan proses pemeriksaannya,” ujarnya. Baca Juga: Kisah Kedekatan Artidjo Alkostar dan FPI

 

Juru Bicara MA Suhadi mengungkapkan perkara permohonan PK yang diajukan Basuki Tjahaja Purnama akan diputuskan paling lama dua pekan lagi. "Sudah banyak yang menanti, paling lama dua minggu lagi sudah diputuskan," kata Suhadi di gedung MA Jakarta.

 

Dia menegaskan berkas perkara PK yang diajukan Ahok telah dinyatakan lengkap secara administrasi, sudah diregistrasi, dan mendapatkan nomor perkara. Selain itu, majelis hakim yang akan menangani perkara tersebut juga sudah ditentukan. "Sekarang sudah bernomor, nanti akan didistribusi ke pimpinan MA. Kemudian dikirim ke ketua kamar pidana, dan sudah ditetapkan majelisnya," kata Suhadi.

 

Sebelumnya, pada 2 Februari 2018 lalu, kuasa hukum Ahok, Fifi Lety Indra dan Josefina Agatha Syukur melayangkan permohonan PK atas putusan Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam putusan PN Jakarta Utara itu, Ahok divonis dua tahun penjara karena terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan Pasal 156a KUHP pada 9 Mei 2017.

 

Pasal itu menyebutkan secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. Hal ini terkait pernyataan Ahok soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, September 2016 lalu.   

 

Urung ajukan banding, akhirnya Basuki melayangkan permohonan PK. Alasan utama PK ini mengandung kekhilafan hakim dalam membuat putusan tingkat pertama (PN Jakarta Utara). Dari alasan utama itu, setidaknya ada tujuh poin alasan pengajuan PK ini. Diantaranya, ada kekhilafan hakim dalam putusannya yang tidak mempertimbangkan sejumlah ahli yang dihadirkan Ahok, pidato mendiang Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang membolehkan pemimpin nonmuslim tidak dipertimbangkan majelis.

 

Alasan lain, Basuki tidak naik banding usai divonis 2 tahun penjara beberapa waktu lalu lantaran situasi kerukunan antarumat beragama yang tidak bagus/kondusif, sehingga Basuki akhirnya memilih menerima vonis. Alasan terpenting yang disebut-sebut sebagai novum (bukti baru) yakni putusan pemidanaan Buni Yani oleh Majelis Hakim PN Bandung beberapa waktu lalu. Putusan bersalah Terdakwa Buni Yani ini menjadikan vonis Ahok menjadi keliru dan kontradiktif antara kedua putusan tersebut.   

 

Buni Yani dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia terbukti secara sah dan meyakinkan melawan hukum dengan mengunggah video di akun Facebook tanpa izin Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta.

 

Unggahan itu berupa potongan video pidato Ahok pada 27 September 2016, yang diunggah di akun Youtube Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, hakim menilai Buni Yani terbukti mengubah durasi video. Video asli berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik, sedangkan video yang diunggah Buni di akun Facebook hanya 30 detik.

 

Hingga saat ini, Basuki masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat untuk menjalani vonis dua tahun penjara sejak 9 Mei 2017. Baca Juga: Konsekuensi Hukum Bila PK Ahok Dikabulkan

Tags:

Berita Terkait