Narapidana Anak: Awalnya Saya Takut!
Hari Anak Nasional

Narapidana Anak: Awalnya Saya Takut!

“Saya mengira tadinya ketika dipenjara saya akan dikurung, dipukuli. Setelah masuk saya tidak merasakan itu, malah bisa melanjutkan sekolah,” ujar UW.

ADY
Bacaan 2 Menit
LPKA Tangerang mengutamakan pendidikan sebagai bentuk pembinaan terhadap narapidana anak. Walau menjalani pidana, narapidana anak bisa melanjutkan sekolah dan berprestasi.Sebagian orang memandang penjara sebagai tempat pesakitan, di mana narapidana menjalankan hukumannya. Itulah yang dirasakan seorang narapidana anak penghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Tangerang berinisial UW (19).Dia divonis 9 tahun penjara karena kasus pembunuhan. UW mendekam di LPKA Tangerang sejak tahun 2012. “Awalnya saya takut mau masuk lapas anak di Tangerang,” katanya kepada hukumonline di LPKA Tangerang, Kamis (21/07).Seiring berjalannya waktu, UW mulai berkenalan dengan sesama narapidana anak. Keakraban lingkungan di LPKA Tangerang mendorong dia bisa beradaptasi. Saat pertama kali masuk LPKA Tangerang UW putus sekolah, pendidikan terakhirnya SMP. Berbeda dengan kengerian yang dibayangkan sebelumnya, ternyata UW di LPKA Tangerang bisa meneruskan sekolahnya ke tingkat SMK.Fasilitas pendidikan di LPKA Tangerang cukup lengkap ada SD, SMP, SMK jurusan teknik sepeda motor dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang semuanya berstatus Istimewa. “Saya mengira tadinya ketika dipenjara saya akan dikurung, dipukuli. Setelah masuk saya tidak merasakan itu, malah bisa melanjutkan sekolah,” ujar UW.Dengan berbagai fasilitas penunjang seperti ruang kelas dan laboratorium, UW bisa menjalankan berbagai aktivitas. Kegiatan belajar di sekolah yang ada di LPKA Tangerang dimulai 07.30 WIB hingga 11.30 WIB. Setelah itu peserta didik bisa melakukan kegiatan lain seperti praktik teknik sepeda motor. Alhasil, saat ini UW menguasai sebagian tehnik perbaikan sepeda motor, itu dibuktikan dengan beberapa sertifikat yang dia kantongi. UW juga mengukir prestasi yang membanggakan, ia meraih peringkat 8 dari 84 peserta Honda Technical Contest Tahun 2016. Kompetisi itu diikuti oleh siswa SMK di Jakarta dan Tangerang. Dia tidak mengira akan tertarik dengan tehnik sepeda motor. Sebelumnya hobi UW hanya jalan-jalan bersama teman-teman, tapi ketika menjalani pidana di LPKA dan melanjutkan sekolah di SMK Istimewa ia menyukai tehnik sepeda motor.“Disini saya jadi hobi bongkar pasang, memperbaiki mesin motor, waktu berjalan seolah tidak terasa. Itu yang membuat saya tidak memikirkan suasana di luar, kondisi orang tua,” tukas UW.Selain berguru menjadi montir di LPKA Tangerang, UW belajar mencukur rambut dan teknik las. Menurutnya beragam kegiatan yang ada di LPKA Tangerang sangat membantu narapidana anak. Selain mendapat pengetahuan, mereka juga bisa mengisi waktu dengan baik dan bermanfaat. Ia berharap ke depan kegiatan yang diselenggarakan bertambah, sehingga narapidana anak penghuni LPKA Tangerang bisa memilih kegiatan sesuai minatnya. Menu Makanan di balik teraliSoal makanan yang dikonsumsi setiap hari, UW merasa tidak ada masalah. Dia bersama narapidana anak lainnya mendapat jatah makan tiga kali sehari. Menu yang disajikan variatif, misalnya makan pagi narapidana bisa mendapat nasi dengan sayur tumis kacang panjang, sawi putih, toge atau kangkung serta lauk tempe goreng atau telur asin. Menu makan siang diantaranya sayur lodeh, kari atau capcay dengan lauk ikan goreng, daging goreng atau telur balado. Setiap jeda waktu makan, penghuni LPKA Tangerang bisa mendapat makanan selingan berupa bubur kacang hijau atau ubi rebus. Jika ingin makanan tambahan, UW biasanya beli di koperasi dengan cara menukar kupon. Peraturan yang berlaku melarang narapidana membawa uang tunai ke dalam lingkungan LPKA. Meski kehidupan yang dijalaninya di LPKA tergolong baik dan tidak seram seperti penjara yang dibayangkan sebelumnya, tapi UW tetap merindukan kebebasan yang dulu sempat dirasakan. Kadang dia merasa suntuk dan bosan di LPKA. Untuk itu ia berpesan kepada seluruh anak Indonesia agar giat belajar untuk bekal di masa tua. “Selagi masih muda, manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin, agar tidak menyesal ketika tua,” imbuhnya.Staf SMK Istimewa LPKA Tangerang, Sukamtos, mengatakan belajar mengajar salah satu kegiatan rutin yang ada di LPKA Tangerang. Namun, tenaga pengajar yang memiliki kompetensi sesuai mata pelajaran yang diajarkannya jumlahnya terbatas. Seluruh tenaga pendidik di LPKA Tangerang berjumlah 17 orang. Dari jumlah itu 12 orang berstatus PNS Kementerian Hukum dan HAM, 2 orang dari SMKN Tangerang dan 3 relawan. “Kegiatan belajar di sekolah Istimewa LPKA Tangerang berlangsung senin-kamis, jumat diisi kegaiatan olahraga, sabtu kegiatan lain seperti pramuka, hari minggu anak-anak istirahat,” urai Sukamtos.Ramah dan Layak AnakSaat ini lembaga pemasyarakatan anak berubah menjadi LPKA. Kepala Seksi Pembinaan dan Pendidikan LPKA Tangerang, Rizal Fuadi, menjelaskan hal itu diamanatkan UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pendekatan yang digunakan terhadap narapidana anak menekankan pada pendidikan. Oleh karena itu ruangan, infrastruktur, petugas dan kegiatan yang diselenggarakan harus selaras dengan perubahan tersebut. “LPKA diharapkan bisa ramah dan layak anak,” paparnya.Pendidikan dan kesehatan bagian dari hak anak, itu jelas disebut dalam UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. LPKA, dikatakan Rizal, harus menjadi lingkungan sosial, rumah dan tempat belajar yang baik bagi narapidana anak. Negara berkewajiban memenuhi hak anak, tak terkecuali anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk narapidana anak.Sejumlah kegiatan diselenggarkaan LPKA Tangerang ditujukan untuk mendorong narapidana anak memiliki kemampuan yang baik di bidang akademik, kepribadian dan keterampilan (vokasional). Bagi penghuni LPKA yang masih usia sekolah, mereka bisa melanjutkan pendidikan dan ijazah yang diperoleh nanti setara dengan sekolah formal karena diterbitkan dinas pendidikan.Diakui Belum OptimalButuh upaya bagi LPKA Tangerang dalam menjalankan kewajiban negara memenuhi hak-hak anak, khususnya narapidana anak. Walau kegiatan pendidikan bagi narapidana anak di LPKA Tangerang sudah berjalan, namun belum optimal. Rizal mengatakan ada indikator yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi anak. Dari 8 indikator standar pendidikan nasional diantaranya kompetensi guru dan tenaga pendidik, sarana prasarana dan kompetensi kelulusan.Rizal berharap ke depan sekolah Istimewa yang ada di LPKA Tangerang bisa memperoleh akreditasi A. Sebagian besar tenaga pendidik di LPKA Tangerang merupakan petugas LPKA, belum memiliki kompetensi yang sesuai dengan mata pelajaran yang mereka ajarkan kepada siswa di sekolah Istimewa. “Harapan kami, anak-anak bisa mendapat pendidikan yang lebih berkualitas,” katanya.Bukan berarti kualitas pendidikan yang diselenggarakan di sekolah Istimewa LPKA Tangerang kalah dengan sekolah formal umum. Menurut Rizal, UW menjadi salah satu contoh narapidana anak yang berprestasi. Sebagian besar narapidana anak yang masuk ke LPKA putus sekolah, termasuk UW. Mengacu UU SPPA, usia anak yang masuk LPKA 14-18 tahun. Seiring berjalannya waktu, usia narapidana anak bertambah sehingga kriterianya bukan lagi anak.Rizal menjelaskan mestinya narapidana anak yang usianya diatas 18 tahun dimutasi ke lapas dewasa. Namun, ada pengecualian bagi anak yang masih menjalani program pendidikan di LPKA, mereka tidak dimutasi ke lapas dewasa. Keputusan mutasi itu ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) yang anggotanya terdiri dari pejabat struktural LPKA Tangerang, tenaga pendidik, kepala sekolah Istimewa dan para wali.Untuk mengoptimalkan kegiatan pendidikan, LPKA Tangerang berencana menambah laboratorium IPA dan Bahasa namun kekurangan dana. LPKA Tangerang pernah mendapat bantuan untuk membangun laboratorium tehnik sepeda motor dari sebuah perusahaan otomotif asal Jepang. “Ruangan untuk membangun laboratorium IPA dan Bahasa sudah ada, tapi kita butuh donatur karena pembangunannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” jelasnya.Selain pemenuhan hak atas pendidikan, LPKA Tangerang menghadapi tantangan dalam memenuhi hak anak terhadap kesehatan sebab minim petugas medis. Tidak ada dokter umum, hanya punya dokter gigi dan perawat. Rizal mengatakan LPKA Tangerang memaksimalkan SDM yang ada agar bisa memberi pengobatan dan perawatan bagi anak yang mengalami masalah kesehatan. “Kami kan tidak bisa diam saja melihat anak yang sakit,” tegasnya.Untuk pemenuhan gizi anak, Rizal mengatakan LPKA Tangerang berupaya maksimal walau anggaran yang ada minim. Dana yang tersedia untuk jatah makan satu anak Rp14 ribu satu hari. Itu digunakan untuk tiga kali makan sehari dan snack. Ironisnya, dana yang minim itu harus dipotong pajak dan keuntungan bagi pihak ketiga yang menyuplai bahan makanan.Penghuni LPKA TurunSering terdengar di masyarakat kapasitas lapas di Indonesia kelebihan penghuni, tapi itu tidak terjadi di LPKA Tangerang. Rizal menyebut saat ini jumlah narapidana dan tahanan anak penghuni LPKA Tangerang 96 orang. Padahal, kapasitas hunian bisa menampung 220 anak. “Dua tahun lalu jumlah penghuni mencapai 200 anak. Setelah impelementasi UU SPPA jumlahnya berkurang,” urainya.Rizal menjelaskan UU SPPA mengamanatkan penempatan anak yang berhadapan dengan hukum di LPKA merupakan opsi terakhir. Sistem pidana anak sebagaimana UU SPPA memungkinkan anak untuk dikembalikan kepada orang tua atau Lembaga Pembinaan Kesejahteraan Sosial (LPKS) yang berada di bawah Kementerian Sosial. Tentunya dengan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan seperti ancaman pidananya di bawah 7 tahun. Kemudian, ada perdamaian antara pihak pelaku dengan korban dan penggantian kerugian yang dialami korban.Mengacu UU SPPA, usia anak yang bisa dibina di LPKA yakni 14-18 tahun. Untuk anak yang berhadapan dengan hukum dengan usia 12-14 tahun tetap dikenakan penegakan hukum tapi dikembalikan kepada orang tua atau dibina di LPKS. “Itulah yang mengurangi jumlah penghuni LPKA Tangerang,” katanya.Tercatat mayoritas narapidana anak penghuni LPKA Tangerang terjerat kasus narkotika, asusila dan pembunuhan. Penuhi Hak AnakPemenuhan hak-hak anak harus dilakukan dengan baik, hal itu mempengaruhi tumbuh kembang anak. Rizal mengingatkan kepada seluruh orang tua untuk memperhatikan pemenuhan hak-hak anak secara layak. Lingkungan keluarga dan masyarakat sangat berpengaruh terhadap anak. Ia berpendapat anak yang berhadapan dengan hukum, bahkan sampai masuk LPKA, bermula dari pemenuhan hak-hak anak yang kurang baik di lingkungan keluarga dan sosial. Negara ikut bertanggung jawab untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak.Bagi Rizal, tujuan LPKA membentuk narapidana anak memiliki kompetensi akademik, kepribadian dan keterampilan yang cukup. Setelah keluar dari LPKA diharapkan berhasil dan sukses. “Serta tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait