Napi Korupsi Bebas Bersyarat, MAKI Kritik Sistem Remisi dan Potongan Hukuman
Terbaru

Napi Korupsi Bebas Bersyarat, MAKI Kritik Sistem Remisi dan Potongan Hukuman

MAKI menilai terdapat kekeliruan penerapan sistem pemotongan masa hukuman terhadap para narapidana korupsi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap pembebasan bersyarat para narapidana korupsi yang diumumkan pada Selasa (6/9). Dia menilai hukuman terhadap para pelaku tindak pidana korupsi tersebut tidak lagi memberikan efek jera sehingga risiko kejahatan tersebut makin tinggi.

“MAKI kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat napi koruptor karena ini jadi pesan ke masyarakat bahwa korupsi tidak memiliki efek hukum yang menakutkan, pesan efek jera tidak sampai karena hukumnya ringan bahkan dapat keringanan bebas bersyarat yang sebelumnya dipotong remisi,” ungkap Boyamin, Rabu (7/9).

Dia menjelaskan terdapat kekeliruan penerapan sistem pemotongan masa hukuman terhadap para narapidana korupsi. Dia menyampaikan seharusnya pemotongan hukuman mengacu pada vonis bukan diberikan setelah remisi karena sistem tersebut justru semakin meringankan hukuman pidana.

Baca Juga:

“Misalnya hukuman 6 tahun maka potongan 2/3-nya yaitu 4 tahun. Selama ini cara hitungnya, potong remisi dulu 1 tahun sehingga tinggal 5 tahun, kemudian dipotong 2/3 tahun jadi tinggal 3 tahunan lebih dikit. Saya sesalkan perhitungan yang remisi dan bebas bersyarat itu digabung, ini perhitungan salah, mestinya 2/3 dari masa penahanan,” ungkap Boyamin.

Dia juga menyoroti fenomena hukuman ringan koruptor ini tidak lepas dari persepsi DPR RI yang menganggap kejahatan korupsi sama dengan pidana lain. Kemudian, dia juga mendorong agar para hakim beserta penegak hukum seperti Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi berani menghukum berat para koruptor. Bahkan, dia menyampaikan para penuntut umum menyampaikan tuntutan pencabutan hak untuk dapat pengurangan hukuman.

“Selain hukum tinggi ditambah (cabut) hak pengurangan. Ini yang hanya bisa lakukan penuntut umum yaitu jaksa agung dan KPK dalam lakukan tuntutan sehingga hakim kabulkan hukum tinggi,” tambah Boyamin.

Sebelumnya, sebanyak 23 narapidana koruptor menerima program pembebasan bersyarat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI.

"Adapun narapidana tindak pidana korupsi yang telah diterbitkan SK pembebasan bersyarat-nya langsung dikeluarkan pada 6 September 2022," kata Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Rika Aprianti, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (7/9).

Ia menyebutkan 23 nama-nama narapidana korupsi yang memperoleh pembebasan bersyarat tersebut adalah Ratu Atut Chosiyah, Desi Aryani, Pinangki Sirna Malasari dan Mirawati.

Berikutnya, Syahrul Raja Sampurnajaya, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto, Andri Tristianto Sutrisna, Budi Susanto, Danis Hatmaji, Patrialis Akbar, Edy Nasution, Irvan Rivano Muchtar dan Ojang Sohandi.

Kemudian Tubagus Cepy Septhiady, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro, Arif Budiraharja, Supendi, Suryadharma Ali, Tubagus Chaeri Wardana Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo dan terakhir Amir Mirza Hutagalung.

Selama periode September 2022 Ditjenpas Kemenkumham sudah memberikan hak bersyarat berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas kepada 1.368 narapidana untuk semua kasus tindak pidana dari seluruh Indonesia.

Secara umum sepanjang tahun 2022 sampai September Ditjenpas Kemenkumham telah menerbitkan 58.054 SK pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas bagi narapidana untuk semua kasus tindak pidana di Tanah Air.

"23 di antaranya adalah narapidana Tipikor yang sudah dikeluarkan," ujarnya.

Ia mengatakan dasar pemberian hak bersyarat narapidana berupa pembebasan bersyarat mengacu pada Pasal 10 Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Selain hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.

Selain memenuhi syarat tertentu sebagaimana dimaksud Ayat (2) narapidana yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf e dan huruf f, juga harus telah menjalani masa pidana paling singkat dua per tiga dengan ketentuan dua per tiga masa pidana tersebut paling sedikit sembilan bulan.

Terakhir, kata Rika, semua narapidana yang telah memenuhi syarat administratif dan substantif dapat diberikan hak pembebasan bersyarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.

"Hak ini diberikan tanpa terkecuali dan non-diskriminatif kepada semua narapidana yang telah memenuhi persyaratan," ujarnya.

Tags:

Berita Terkait