Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyampaikan rasa kekecewaannya terhadap pembebasan bersyarat para narapidana korupsi yang diumumkan pada Selasa (6/9). Dia menilai hukuman terhadap para pelaku tindak pidana korupsi tersebut tidak lagi memberikan efek jera sehingga risiko kejahatan tersebut makin tinggi.
“MAKI kecewa dengan banyaknya remisi dan bebas bersyarat napi koruptor karena ini jadi pesan ke masyarakat bahwa korupsi tidak memiliki efek hukum yang menakutkan, pesan efek jera tidak sampai karena hukumnya ringan bahkan dapat keringanan bebas bersyarat yang sebelumnya dipotong remisi,” ungkap Boyamin, Rabu (7/9).
Dia menjelaskan terdapat kekeliruan penerapan sistem pemotongan masa hukuman terhadap para narapidana korupsi. Dia menyampaikan seharusnya pemotongan hukuman mengacu pada vonis bukan diberikan setelah remisi karena sistem tersebut justru semakin meringankan hukuman pidana.
Baca Juga:
- Tata Cara Pembebasan Bersyarat Narapidana Korupsi
- Pembebasan Bersyarat Napi Korupsi: Pudarnya Harapan Pemberantasan Korupsi
- Informasi Magang di Law Firm Hingga Bank Perlu Hati-hati Menerima KI Sebagai Jaminan
“Misalnya hukuman 6 tahun maka potongan 2/3-nya yaitu 4 tahun. Selama ini cara hitungnya, potong remisi dulu 1 tahun sehingga tinggal 5 tahun, kemudian dipotong 2/3 tahun jadi tinggal 3 tahunan lebih dikit. Saya sesalkan perhitungan yang remisi dan bebas bersyarat itu digabung, ini perhitungan salah, mestinya 2/3 dari masa penahanan,” ungkap Boyamin.
Dia juga menyoroti fenomena hukuman ringan koruptor ini tidak lepas dari persepsi DPR RI yang menganggap kejahatan korupsi sama dengan pidana lain. Kemudian, dia juga mendorong agar para hakim beserta penegak hukum seperti Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi berani menghukum berat para koruptor. Bahkan, dia menyampaikan para penuntut umum menyampaikan tuntutan pencabutan hak untuk dapat pengurangan hukuman.
“Selain hukum tinggi ditambah (cabut) hak pengurangan. Ini yang hanya bisa lakukan penuntut umum yaitu jaksa agung dan KPK dalam lakukan tuntutan sehingga hakim kabulkan hukum tinggi,” tambah Boyamin.