Mulai Juli, PKP Jawa dan Bali Wajib Gunakan e-Faktur
Berita

Mulai Juli, PKP Jawa dan Bali Wajib Gunakan e-Faktur

Jika tidak menggunakan terancam sanksi adminsitrasi berupa denda dua persen dari Dasar Pengenaan Pajak.

FNH
Bacaan 2 Menit
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: SGP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mewajibkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jawa dan Bali untuk menggunakan faktur elektronik (e-faktur). Aturan ini  berlaku mulai Juli 2015. Per Januari 2016, penggunaan e-faktur akan berlaku di seluruh wilayah Indonesia.

Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Sigit Priadi Pramudito mengatakan, pemberlakuan e-Faktur merupakan wujud peningkatan layanan DJP bagi PKP. Tujuannya memberi kemudahan, kenyamanan dan keamanan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan khususnya pembuatan faktur pajak.

“E-faktur ini agar data yang masuk ke sistem itu menjadi tidak terbantahkan. Tidak ada lagi pemalsuan faktur dan kemudian‎segala proses fasilitas untuk WP menjadi lebih mudah," ujar Sigit di Kantor Pusat DJP Jakarta, Rabu (01/7).

Sigit mengklaim e-faktur lebih bermanfaat bagi PKP. Pengusaha tidak perlu mencetak sehingga mengurangi biaya kertas, biaya cetak dan biaya penyimpanan. Aplikasi e-faktur pajak satu kesatuan dengan aplikasi e-SPT, sehingga lebih memudahkan pelaporan SPT Masa PPN. Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak disediakan secara online via website DJP sehingga tidak perlu lagi datang ke KPP. Bukan hanya itu, tanda tangan basah digantikan dengan tanda tangan online (digital signature).

Lalu, bagaimana cara menggunakan aplikasi e-faktur ini? Pertama, untuk dapat menggunakan aplikasi e-faktur, PKP membutuhkan sertifikat elektronik yang dapat diperoleh dengan cara mengajuan permintaan sertifikat elektronik kepada KPP tempat PKP terdaftar. Kemudian, setelah PKP  menerima sertifikat elektronik, PKP harus melakukan registrasi agar bisa menggunakan e-faktur.

Sigit mengingatkan, PKP yang telah diwajibkan membuat e-faktur tetapi tidak membuat e-faktur atau membuat e-faktur yang tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan, PKP tersebut dianggap tidak membuat faktur pajak. Tindakan ini akan menuai sanksi denda dua persen dari Dasar Pengenaan Pajak sesuai Pasal 14 ayat (1) UU tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

DJP menghimbau kepada seluruh Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Peneima Jasa Kena Pajak yang menerima faktur dari PKP yang telah diwajibkan membuat e-faktur untuk memastikan beberapa catatan penting. Faktur pajak yang diterima merupakan e-faktur sesuai dengan tampilan yang dikeluarkan oleh DJP. Lalu, keterangan yang tercantum dalam e-faktur sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui fitur pajak masukan pada aplikasi e-faktur dan pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-faktur.

Dengan melakukan validasi tersebut, Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak telah berperan secara aktif untuk memastikan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar ke PKP Penjual Barang Kena Paja dan/atau Jasa Kena Pajak, disetor ke kas Negara.

Faktur pajak yang diterbitkan PKP yang telah diwajibkan namun tidak dalam bentuk e-faktur atau dalam bentuk e-faktur tapi tidak sesuai tata cara yang ditetapkan, tidak dapat dijadikan Pajak Masukan bagi Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau  Penerima Jasa Kena Pajak.

Lalu bagaimana dengan PKP yang wajib melakukan e-faktur, tapi membeli barang dari daerah di luar pulau Jawa dan Bali, bagaimana pengawasannya agar tak terjadi faktur fiktif? Direktur Peraturan Perpajakan I Irawan mengatakan, PKP tetap menggunakan faktur manual yang dikeluarkan oleh PKP dari luar Pulau Jawa dan Bali. Alat pengawasan ada di Nomor Seri Faktur.

“Alat pengawasan ada di Nomor Seri Faktur. Jadi, satu faktur satu nomor seri. Kalau ada dua faktur yang memiliki nomor seri sama, berarti salah satu ada yang palsu.  Cara ini relatif aman,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait