Mulai dari Kebijakan Penggunaan Software Asli Hingga Pengadilan Khusus
Penegakan HKI:

Mulai dari Kebijakan Penggunaan Software Asli Hingga Pengadilan Khusus

Untuk menuntaskan penggunaan software illegal, pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan tentang kewajiban penggunaan software legal baik pengguna pribadi maupun produsen komputer.

Mon
Bacaan 2 Menit
Mulai dari Kebijakan Penggunaan <i>Software</i> Asli Hingga Pengadilan Khusus
Hukumonline

Business Software Alliance (BSA) Asia Pasifik menilai Indonesia perlu membuat kebijakan yang mewajibkan setiap produsen komputer menggunakan software legal pada setiap komputer yang diproduksinya. Kewajiban serupa juga diberlakukan pada setiap komputer yang  diimpor ke Indonesia. Kewajiban itu bisa mempermudah pemerintah Indonesia untuk memantau penggunaan software  bajakan, ujar Jeffrey Hardee, BSA Vice President and Regional Director in Asia Pacific, usai menghadiri acara penyerahan Piagam Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI), Kamis (18/6), di Jakarta. 

 

Jeffrey menyatakan kebijakan itu ditujukan guna menekan penggunaan software bajakan di level pengguna pribadi (personal end users). Hal ini mengingat volume penjualan komputer di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Pasifik. Shipment computer Indonesia di level personal end user dan small business pada tahun lalu  sangat tinggi, bahkan mengalahkan volume shiftment di level medium business yang menjadi target advokasi BSA, kata Jeffrey.

 

Kebijakan ini sudah dilakukan oleh Pemerintah Cina dan terbukti efektif. Di Cina, setiap unit PC (Personal Computer) yang dijual harus dilengkapi operating system (OS) legal. Imbasnya, angka pembajakan pun menjadi turun di Negeri Tirai Bambu tersebut.

 

Usulan lain dari BSA adalah pengadilan khusus HKI atau special intellectual property corps. Pengadilan seperti ini sudah diterapkan di Malaysia dan India. Memang diperlukan training kepada aparat penegak hukum mulai dari kepolisian hingga para hakim soal HKI, kata Jeffrey.

 

Terlepas dari dua usulan tersebut, banyak keuntungan yang bisa diperoleh jika Pemerintah bisa menekan angka pembajakan. Pengamat Informasi Teknologi (IT), Tony Seno Hartono menjelaskan, jika angka pembajakan di Indonesia bisa turun 10 persen pada 2011, maka terbuka peluang kerja baru bagi 2.200 orang, mendorong pertumbuhan ekonomi senilai AS$1,8 miliar, dan potensi pendapatan pajak bagi pemerintah senilai AS$88 juta.

 

Sayangnya, kata Tony, Indonesia baru mengimplementasikan program Information Communication and Technology (ICT). Sama halnya dengan  Filipina, Vietnam, dan Arab Saudi. Berbeda dengan Malaysia dan Singapura yang lebih dulu menerapkan program ini. Padahal ICT membuat pengelolaan pemerintahan dan perusahaan makin efisien, transparan, dan mampu meningkatkan revenue, ujar Tony. 

 

Sebelumnya, hasil studi International Data Corporation (IDC) mengenai Global Software Piracy Study 2008 menyebutkan, angka pembajakan software di Indonesia naik dari 1 persen menjadi 85 persen. Dengan demikian Indonesia tetap berada di peringkat 12 dari 110 negara di dunia yang distudi oleh IDC. Akibatnya, secara keuangan, industri software Indonesia kehilangan potensi pendapatan  senilai AS$544 juta.

 

Menurut IDC, adanya kenaikan angka pembajakan 1 persen di Indonesia pada tahun lalu disebabkan kenaikan lebih dari 100 persen dari pengiriman PC ke Indonesia. Dari kenaikan tersebut, sekitar 48 persen PC tersebut dibeli oleh personal end users. Sisanya dibeli oleh corporate end users.

 

Jeffrey mengakui tak mudah menekan angka pembajakan software legal di level personal end users di Indonesia. Sebab setiap orang di Indonesia bisa merakit sendiri computer. Celakanya tak ada jalan singkat untuk menyelesaikan persoalan ini. Karena itu, dia menyarankan supaya program pendidikan tentang pentingnya penghargaan terhadap HKI harus terus berlanjut. Begitupula dengan program insentif bagi mereka yang menggunakan software legal. Program itu diharapkan bisa mengubah perilaku konsumen software illegal beralih membeli software legal.

 

Piagam HKI

Mengenai piagam HKI sendiri, Perwakilan BSA Indonesia Donny A Sheyoputra menjelaskan, dalam tempo 10 bulan sejak dicanangkan Agustus tahun lalu, terdapat 52 perusahaan yang telah mendapat Piagam HKI. Perusahaan itu berasal dari berbagai sektor industri, seperti ritel, manufaktur, otomotif, dan hospitallity. Beberapa perusahaan yang mendapat Piagam HKI itu antara lain PT Rajawali Nusantara Indonesia, PT Jawa Manis Rafinasi, PT Jatim Autocom Indonesia, dan Sika Indonesia.

 

Wakil Direktur Riset dan Sistem Informasi RNI, Noegroho Soetardjo, menyatakan 300 komputer perusahaan plat merah itu telah diaudit BSA pada November-Desember 2008. Sebagai BUMN kami ingin menjalankan bisnis secara proper dan aman dalam hal penggunaan software, kata Noegroho. Ia menyatakan tingkat operasional perusahaan meningkat sejak mengikuti program Piagam HKI. Sebab, semua menjadi standar sehingga lebih mudah jika terjadi persoalan menyangkut software.

 

Kini, 80 perusahaan sudah mendaftar program Piagam HKI dan sedang dalam proses menunggu diaudit. Sedangkan sekitar ratusan perusahaan lainnnya menyatakan tertarik ingin mendaftar program Piagam HKI. Ternyata program ini mendapat respons positif dari perusahaan di Indonesia, kata Donny.

 

Jeffrey berpendapat, program Piagam HKI sebagai bentuk penghargaan terhadap kepedulian HKI dan tata kelola perusahaaan yang baik (good corporate governance). Program ini dapat mendorong corporate user menggunakan software legal lebih banyak lagi. Semakin banyak perusahaan menggunakan software legal makin tinggi daya saing Indonesia di dunia internasional, kata Jeffrey. Dengan begitu Indonesia bisa menjadi salah  satu negara tujuan (outsourcing) industri software  dunia seperti India.
Tags: