Mulai 2020 Sidang E-Litigasi Berlaku Seluruh Indonesia
Utama

Mulai 2020 Sidang E-Litigasi Berlaku Seluruh Indonesia

E-litigasi semula hanya untuk para advokat sebagai Pengguna Terdaftar, saat ini mencakup pengguna lain meliputi jaksa, biro hukum pemerintah/TNI, Polri, kejaksaan, direksi/pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum, dan kuasa insidentil yang memenuhi syarat pengguna Sistem Informasi Peradilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ketua MA M. Hatta Ali saat peluncuran berlakunya sistem e-litigasi dan lagu Hymne MA, Senin (19/8). Foto: AID
Ketua MA M. Hatta Ali saat peluncuran berlakunya sistem e-litigasi dan lagu Hymne MA, Senin (19/8). Foto: AID

Momen Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 dimanfaatkan Mahkamah Agung (MA) sebagai penanda dimulainya implementasi sistem peradilan secara elektronik (E-Litigation). Peluncuran aplikasi e-litigasi ini merupakan implementasi Peraturan MA (Perma) No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik.   

 

Perma No. 1 Tahun 2019 ini sebagai revisi/melengkapi Perma No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi di Pengadilan Secara Elektronik (e-court). E-Court ini sendiri untuk prosedur pendaftaran perkara secara elektronik (e-filling); pembayaran panjar biaya perkara secara elektronik (e-payment); penyampaian panggilan dan pemberitahuan persidangan secara elektronik (e-summons).

 

Sementara sistem e-litigasi ini menjalankan proses persidangan secara elektronik meliputi pertukaran dokumen persidangan (gugatan, permohonan, perlawanan, jawaban, replik, duplik, kesimpulan); pembuktian; pengucapan putusan; dan pengiriman putusan kepada para pihak secara elektronik. Pada tahap awal e-litigasi ini diberlakukan di 13 pengadilan di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara sebagai percontohan.

 

Ketua MA M. Hatta Ali menjelaskan aplikasi e-litigasi ini kelanjutan dari e-court yang diberlakukan untuk perkara perdata, perdata agama, tata usaha militer, dan tata usaha negara sejak tahun lalu. Kehadiran e-litigasi ini merupakan migrasi dari sistem manual ke sistem elektronik, tidak hanya tataran administrasi perkara, namun juga praktik persidangannya (prosedur beracara).

 

“Sistem elektronik tidak hanya diberlakukan dalam pendaftaran perkara, pembayaran panjar, dan panggilan para pihak, tetapi diberlakukan juga dalam pertukaran dokumen jawab-menjawab, pembuktian, dan penyampaian putusan secara elektronik,” kata Hatta Ali dalam acara perayaan HUT MA ke-74 Tahun bertema “Harmoni Agung untuk Indonesia: Peradilan Modern Berbasis Teknologi Informasi untuk Melayani” di Gedung MA, Senin (19/8/2019). Baca Juga: Sambut HUT ke-74, MA Bakal Luncurkan E-Litigation dan Theme Song

 

Kehadiran e-litigasi ini membuka lebar atau memperluas praktik peradilan elektronik di Indonesia. Hal ini tergambar dengan dua indikator yakni e-litigasi memperluas cakupan subyek hukum yang dapat memanfaatkan sistem peradilan elektronik. Semula hanya untuk para advokat sebagai Pengguna Terdaftar, saat ini mencakup pula pengguna lain yang meliputi jaksa selaku pengacara negara, biro hukum pemerintah/TNI, Polri, kejaksaan, direksi/pengurus atau karyawan yang ditunjuk badan hukum, dan kuasa insidentil yang memenuhi syarat pengguna Sistem Informasi Peradilan.

 

“Pemanfaatan e-litigasi juga tidak hanya untuk persidangan di tingkat pertama, tetapi juga untuk upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali terhadap perkara yang menggunakan e-litigasi pada tingkat pertama,” kata Hatta.  

 

Hatta menerangkan ada berbagai manfaat yang dapat dinikmati masyarakat pencari keadilan jika menggunakan e-litigasi. Pertama, menjadikan sistem peradilan lebih sederhana dan lebih cepat. “Para pihak berperkara tidak perlu berlama-lama antri menunggu persidangan yang selama ini sering dikeluhkan, sehingga proses persidangan juga menjadi lebih cepat,” kata Hatta Ali.

 

Kedua, sistem ini dapat menjembatani kendala geografis Indonesia yang sangat luas dan bentangan ribuan pulau. Ketiga, menekan biaya perkara karena proses peradilan dilaksanakan secara elektronik (online), seperti biaya pemanggilan, kehadiran di persidangan untuk jawab-menjawab, pembuktian, mendengarkan pembacaan putusan. Keempat, sistem peradilan elektronik meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

 

“Sistem e-litigasi membatasi interaksi langsung antara pengguna layanan peradilan dengan hakim dan aparatur peradilan dengan mengurangi kedatangan pengguna layanan ke pengadilan serta mengkanalisasi cara berinteraksi, sehingga meminimalisir kemungkinan penyimpangan etik ataupun pelanggaran hukum,” lanjutnya.

 

Menurutnya, kehadiran e-litigasi meredesain praktik peradilan Indonesia setara dengan praktik peradilan di negara-negara maju. Namun, perubahan sistem peradilan dengan menu e-litigasi ini disadari membutuhkan proses dan MA dan badan-badan peradilan di bawahnya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah.

 

“Lompatan ini tentunya menjadi tantangan bagi kita semua untuk mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang andal agar mampu menjalankan sistem ini secara maksimal,” harapnya.

 

Untuk sementara aplikasi ini akan diterapkan pada 13 pengadilan percontohan yang terdiri dari 6 Pengadilan Negeri; 4 Pengadilan Agama; dan 3 Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada tahun 2020 barulah seluruh pengadilan di Indonesia diharapkan sudah menerapkan e-litigasi ini. “Pada saat matahari pertama kali terbit di tahun 2020, e-litigasi ini dapat diterapkan seluruh pengadilan tingkat pertama di Indonesia,” kata Hatta. (Baca Juga: 44 Pengadilan Percontohan Bakal Terapkan E-Litigation)

 

Sistem e-litigasi

Sistem peradilan e-litigasi ini dapat digunakan oleh pengguna terdaftar dan pengguna lainnya. Sesuai Pasal 7 Perma No. 1 Tahun 2019, MA berhak melakukan verifikasi data pendaftaran, perubahan, penangguhan data terhadap akses, dan pencabutan status pengguna terdaftar dan pengguna lain, hingga berhak menolaknya.

 

Setelah melakukan pendaftaran sebagai pengguna terdaftar di e-litigasi, sesuai Pasal 8 Perma No.1 Tahun 2019, pengguna terdaftar dapat melakukan pendaftaran perkara secara elektronik melalui sistem informasi pengadilan. Setelah itu dapat melakukan pembayaran panjar biaya perkara secara elektronik sesuai besaran yang ditentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Jika pendaftaran perkara secara elektronik sudah diproses panitera, sesuai Pasal 13 selanjutnya dinyatakan lengkap melalui proses verifikasi. Pendaftaran perkara melalui sistem informasi pengadilan ini juga meliputi upaya hukum banding, kasasi, peninjauan kembali, pembayaran biaya yang diperlukan, hingga penyampaian dokumen elektronik terkait.

 

Pemanggilan para pihak dilakukan secara elektronik atas perintah hakim, dan juru sita pengganti mengirimkan surat pemanggilan persidangan ke domisili elektronik para pihak melalui sistem informasi pengadian. Lalu, sesuai Pasal 21, hakim atau hakim ketua menetapkan jadwal persidangan elektronik untuk acara penyampaian gugatan, jawaban, replik, duplik, kesimpulan.

 

Namun, jika para pihak tidak menyampaikan dokumen elektronik sesuai jadwal dan acara persidangan tanpa alasan sah, dianggap tidak menggunakan haknya. Ini sesuai Pasal 22 ayat (4). Selain itu, pihak ketiga dapat mengajukan permohonan intervensi  terhadap perkara yang disidangkan secara elektronik.

 

Sesuai Pasal 24, dalam hal disepakati para pihak, persidangan pembuktian dengan acara pemeriksaan keterangan saksi dan ahli yang dilaksanakan secara jarah jauh dapat dilakukan melalui media komunikasi audio visual (teleconference) yang memungkinkan semua pihak dapat berpartisipasi dalam persidangan.

 

Sesuai Pasal 25, meski proses persidangan dilakukan secara elektroni, proses pembuktian tetap dilaksanakan sesuai hukum acara yang berlaku. Dan, semua biaya yang timbul dalam persidangan dibebankan kepada penggugat. Sedangkan putusan atau penetapan diucapkan oleh hakim atau hakim ketua secara elektronik sesuai Pasal 26, secara hukum dianggap telah dihadiri para pihak dan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. Kemudian, putusan atau penetapan dituangkan dalam bentuk salinan putusan yang dibubuhi tanda tangan elektronik menurut perundang-undangan mengenai informasi dan transaksi elektronik.

 

Seperti diketahui, Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (E-Litigasi) ditetapkan 6 Agustus 2019 dan diundangkan 8 Agustus 2019. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua MA No. No. 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik sebagai aturan yang lebih teknis. (Baca Juga: APSI Dukung Tanda Tangan Digital dalam Perma E-Litigasi)

Tags:

Berita Terkait