MPR Tak Akan Buat Lagi TAP Regeling
Berita

MPR Tak Akan Buat Lagi TAP Regeling

Salah satu TAP MPR yang masih berkekuatan hukum adalah TAP yang melarang Partai Komunis Indonesia (PKI) dan penyebaran paham komunisme, marxisme dan leninisme.

Ali
Bacaan 2 Menit
MPR tak akan buat lagi TAP Regeling. Foto: SGP
MPR tak akan buat lagi TAP Regeling. Foto: SGP

Hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia telah berubah. Ini terjadi pasca direvisinya UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satu yang berubah adalah dimasukannya kembali Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

 

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin menyambut baik langkah ini. Ia mengatakan saat ini ada sejumlah TAP MPR yang masih berlaku. Sehingga dengan dimasukannya kembali TAP MPR ke dalam hierarki maka kekuatan hukum TAP MPR akan semakin kuat.

 

“Saya pikir perlu (dimasukan ke dalam hierarki,-red) supaya ada dasar hukum karena masih ada sejumlah TAP MPR yang mengikat kita semua,” ujar Lukman kepada hukumonline, Selasa (2/8).

 

Lukman menjelaskan setidaknya sudah ada 139 TAP MPR yang dihasilkan oleh MPR sejak berdiri hingga 2003. Lalu, TAP-TAP itu diklasifikasi kembali dengan terbitnya TAP No.I/MPR/2003. Ada TAP yang dicabut, tetapi ada TAP yang dipertahankan sehingga seharusnya mengikat setiap warga negara. “Makanya, sudah tepat bila TAP MPR kembali dimasukan ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

 

Merujuk kepada TAP No.I/MPR/2003, TAP yang masih dinyatakan berlaku adalah (1) TAP Np.XXV/MPRS/1996 yang membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan melarang setiap kegiatan menyebarkan paham komunis, marxisme dan leninisme; (2) TAP No XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; (3) TAP No.XVI/MPR/1998 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.

 

Selain itu, ada juga TAP yang dinyatakan tetap berlaku sebelum adanya undang-undangan yang mengatur substansi yang sama dalam TAP itu. “Misalnya, TAP yang mengatur pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia (TAP No.VI/MPR/2000). TAP ini juga masih berlaku hingga saat ini,” ujarnya.

 

Sebagai informasi, masuknya TAP MPR ke dalam hierarki merujuk kepada Pasal 7 ayat (1) RUU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah disepakati oleh DPR dan Pemerintah. Urutan hierarkinya adalah (a) UUD 1945; (b) TAP MPR; (c) UU/Perppu; (d) PP; (e) Perpres; (f) Perda Provinsi; (g) Perda Kabupaten/Kota.

 

Penjelasan Pasal 7 ayat (1) ini menyebutkan ‘Yang dimaksud dengan Ketetapan MPR adalah Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang masih berlaku sebagaimana Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan TAP MPR Tahun 1960 sampai dengan 2002’.

 

Lukman menuturkan ke depan MPR memang tak bisa lagi menerbitkan TAP MPR yang bersifat mengatur (regeling). Pasca amandemen UUD 1945, MPR tak lagi memiliki kewenangan menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). “Menerbitkan TAP itu adalah kewenangan turunan dari menetapkan GBHN. Jadi, kami sekarang tak bisa menerbitkan lagi TAP yang bersifat regeling,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menuturkan bahwa dimasukannya TAP MPR ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan memang hanya untuk memperkuat kekuatan hukum TAP MPR yang sudah diterbitkan sejak dahulu. Yakni, TAP MPR No.I/MPR/2003.

Tags: