MPR Diminta Tak Mudah Mengamandemen Konstitusi
Berita

MPR Diminta Tak Mudah Mengamandemen Konstitusi

Dalam praktiknya sering bertentangan dengan semangat perubahan mengamandemen UUD 1945.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Sejak era reformasi bergulir, setidaknya MPR telah melakukan amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali. Meski amandemen itu dilakukan dengan semangat perubahan, namun itu dilakukan tanpa pertimbangan matang. Demikian sekelumit intisari pidato mantan Presiden RI Ke-5 Megawati Soekarnoputri, dalam acara Simposium Kebangsaan  bertema 'Refleksi Nasional Praktik Konstitusi' di Gedung MPR, Senin (7/12). 

Apa yang saya khawatirkan terjadi. Beberapa waktu lalu, saya berbicara ketika Zulkifli Hasan menjadi ketua MPR. Apa tidak perlu mengkaji ulang UUD, apakah benar kedudukan MPR menjadi lembaga tinggi perlu dikaji ulang,” ujarnya.

Megawati menilai dalam praktik amandemen konstitusi terbilang banyak sisi yang menjadi kekhawatirannya. Pasalnya, masyarakat acapkali bersepakat memperjuangkan bangsa dan negara dari keterjajahan penjajah untuk membentuk sebuah negara kesatuan. Sebaliknya, dengan melakukan amandemen justru mencabik harga mati negara kesatuan dan persatuan.

Saya melihat sejak awal, Indonesia sejak empat kali amandemen. Amerika baru amandemen dua pasal selama 200 tahun merdeka, kita tanpa implementasi langsung diubah, dari 37 pasal menjadi 200 an pasal,” imbuhnya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menilai, amandemen acapkali bertolak belakang dengan UUD 1945. Oleh sebab itulah Megawati mengajak melakukan kajian mendalam praktik konstitusi dan keketanegaraan secara mendalam agar tidak menjadi bumerang dalam berbangsa dan bernegara.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengamini pandangan Megawati. Menurutnya, refleksi terhadap praktik konstitusi perlu dilakukan. Ia sepakat dengan pemahaman UUD 1945 merupakan hasil kesepakatan pendiri bangsa. Begitu pula dengan hukum dasar dijadikan sebagai hukum tertinggi dalam berbangsa dan bernegara.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mengatakan, amandemen terhadap UUD 1945 mestinya dijadikan kebutuhan sesuai dengan kondisi nyata oleh zamannya. Begitu pula dengan lingkungan masa yang akan datang, sebagaimana tertuang dalam mukadimah UUD 1945. “Yakni melindungi seluruh negara dan mencerdasakan bangsanya memajukan bangsanya dan turut serta menjaga ketertiban dunia,” imbuhnya.

Lebih lanjut, JK berpandangan konstitusi bukanlah sesuatu yang sakral untuk diubah. Namun tidak demikian mudahnya melakukan amandemen UUD 1945. Pasalnya perlu pertimbangan matang dalam rangka melindungi masyarakat, memajukan kesejahteraan umum, dan turut serta dalam ketertiban dunia. Yang pasti, kata JK, perubahan terhadap konstitusi diperlukan sepanjang adanya kebutuhan dan mengikuti perkembangan zaman. “Kalau saya baca, praktiknya yang dievaluasi bukan UUD-nya,” ujarnya.

Ketua MPR Zulkefli Hasan menambahkan, refleksi terhadap pelaksanaan konstitusi telah berjalan 18 tahun sejak era reformasi bergulir. Menurutnya, dengan amandemen UUD 1945 sejatinya dalam rangka memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, melakukan pencegahan terhadap praktik korupsi yang kian masif.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu berpandangan terkait dengan melakukan amandemen UUD 1945, MPR tak mudah melakukan hal tersebut. Pasalnya perlu pertimbangan matang sebelum mengambil keputusan. Dikatakan Zulkiefli, MPR masih menunggu berbagai masukan dari bergai pemangku kepentingan.

MPR kan lembaga tempat menampung pikiran seluruh masyarakat. Nanti dari simposium ini akan muncul pikiran-pikiran. Di situlah nanti masuk lembaga pengkajian dan badan pengkajian untuk dikaji seperti apa fakta-faktanya di lapangan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait