Mossack Fonseca Bangkrut, 3 Pelajaran dari Gagalnya Firma Hukum Ternama Lindungi Kerahasiaan Data Pribadi
Fokus

Mossack Fonseca Bangkrut, 3 Pelajaran dari Gagalnya Firma Hukum Ternama Lindungi Kerahasiaan Data Pribadi

Indonesia belum memiliki landasan regulasi yang memadai dalam pelaksanaan perlindungan data pribadi. Kerahasiaan klien dalam jasa layanan hukum hanya bersandar pada UU Advokat.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Belum ada satu undang-undang khusus soal perlindungan data pribadi, apalagi yang mengatur hingga sanksi tegas pemidanaan. Hingga tahun 2016 baru ada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) yang sedikit menambal kekosongan hukum tersebut.

 

Kerahasiaan klien dalam hubungan profesional dengan advokatnya memang sudah diwajibkan dalam UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), namun tidak ada kejelasan soal akibat hukum melanggarnya ataupun regulasi turunan secara operasional. “Iya negara lucu ini, dalam penegakan hukum masih abu-abu,” tambahnya.

 

Meskipun demikian, firma hukum yang ingin mengokohkan kredibilitas tentu harus proaktif terus meningkatkan keamanan sistem informasi mereka guna melindungi kerahasiaan data pribadi klien. Dengan atau tanpa keberadaan regulasi, kepuasan dan kepercayaan klien menjadi hal penting untuk diprioritaskan.

 

Rapin mengusulkan berbagai kantor hukum melakukan pelatihan-pelatihan untuk memberikan pemahaman kepada para pegawainya soal keamanan digital dan perlindungan data pribadi yang berkaitan dengan kerahasiaan klien. Mulai dari lawyer, paralegal, hingga staf penunjang administrasi. Hal ini telah disebutkan pula dalam Permenkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.

 

Pasal 5

(4) Tindakan pencegahan lainnya untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam perlindungan Data Pribadi yang dikelolanya harus dilakukan oleh setiap Penyelenggara Sistem Elektronik, paling sedikit berupa kegiatan:

a. meningkatkan kesadaran sumber daya manusia di lingkungannya untuk memberikan perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yang dikelolanya; dan

b. mengadakan pelatihan pencegahan kegagalan perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik yang dikelolanya bagi sumber daya manusia di lingkungannya.

 

Iqsan Sirie, praktisi hukum perlindungan data pribadi yang juga advokat di firma hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), saat dihubungi secara terpisah mengakui bahwa masalah literasi perlindungan data pribadi dan keamanan digital pun masih belum maksimal di Eropa, tempat di mana gagasan itu bermula.

 

“Di sana dimulai sejak sekitar 1995, sudah 20 tahun lebih belum maksimal sampai sekarang. Mungkin Indonesia butuh waktu yang cukup lama juga,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait