Moratorium Izin Pengelolaan Hutan Harus Diperketat
Berita

Moratorium Izin Pengelolaan Hutan Harus Diperketat

Semua masalah di sektor pengelolaan hutan harus diselesaikan secara tuntas dan menyeluruh.

ADY
Bacaan 2 Menit
Moratorium Izin Pengelolaan Hutan Harus Diperketat
Hukumonline

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mendesak pemerintah memperkuat dan memperpanjang moratorium penerbitan izin pengelolaan hutan.

Anggota koalisi dari Walhi, Abet Nego Tarigan, mengatakan moratorium itu diatur lewat Inpres No. 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Sayangnya, Inpres yang ditujukan untuk melindungi kawasan hutan dari pengerusakan itu akan berakhir bulan depan.

Abet menyebut koalisi mendesak agar regulasi itu segera diperpanjang sebelum masa berlakunya berakhir. Bila tak diperpanjang, pihak yang berkepentingan atas izin pengelolaan hutan itu akan menggunakan rentang waktu yang ada untuk mengobral izin. Ujungnya, masalah pengelolaan hutan semakin bertumpuk dan kerusakan hutan terus bertambah.

Walau dianggap penting, tapi Abet melihat Inpres itu sangat lemah untuk melindungi kawasan hutan. Misalnya, moratorium hanya terbatas pada penundaan penerbitan izin baru dan rentang waktu berlakunya regulasi itu tergolong singkat, hanya dua tahun. Untuk memperkuat Inpres itu Abet mengatakan moratorium harus didasarkan pada capaian yaitu berapa banyak masalah pengelolaan hutan yang diselesaikan. Salah satunya menyangkut proses perizinan yang melangkahi prosedur yang ada, contohnya tak punya Amdal tapi bisa mengelola hutan untuk industri.

Sejalan dengan penguatan itu, Abet melanjutkan, seluruh kebijakan dan izin pengelolaan hutan harus dievaluasi. Namun, yang melakukan evaluasi tersebut bukan phiak yang menjadi bagian dari masalah dalam pengelolaan hutan. Misalnya, pemerintah pusat memerintahkan pemerintah daerah (Pemda) untuk mengevaluasi izin yang sudah diterbitkan. Padahal, kepala daerah menjadi bagian dari masalah karena kerap menerbitkan izin tanpa mengacu prinsip perlindungan kawasan hutan, lingkungan dan sosial.

Oleh karenanya Abet mengusulkan pembentukan tim independen untuk melakukan evaluasi agar hasilnya objektif. Setelah diketahui persoalannya, dilakukan pembenahan serta sanksi terhadap pelanggar. Tapi Abet melihat ada hambatan dalam upaya mendorong perpanjangan moratorium tersebut yaitu Pemilu yang akan berlangsung tahun depan. Pasalnya, dari penelitian yang sudah dilakukan, disimpulkan bahwa izin banyak diterbitkan Pemda menjelang Pilkada. Abet mengaku cemas hal serupa menghambat Inpres moratorium tersebut.

Pasalnya, berbagai bentuk bisnis yang bersinggungan dengan kawasan hutan seperti perkebunan dan pertambangan selama ini diandalkan oleh aktor politik untuk mendapatkan dana politik. Mengacu hal itu, Abet melihat saat ini sudah terlihat anasir dari kelompok-kelompok yang menginginkan agar moratorium izin pengelolaan hutan itu tak diperpanjang. “Pengusaha dan politisi yang punya kepentingan,” kata dia dalam jumpa pers di kantor Walhi Jakarta, Rabu (3/4).

Mengingat masa jabatan Presiden SBY sebentar lagi berakhir dan kecil kemungkinan untuk terpilih kembali, Abet berharap agar SBY berani menerbitkan kebijakan yang fundamental melindungi hutan dari kerusakan.

Pada kesempatan yang sama, anggota koalisi dari Green Peace, Yuyun Indardi, mengatakan Inpres moratorium itu sudah beberapa kali direvisi pemerintah. Sehingga, jumlah area yang dimoratorium semakin berkurang. Atas dasar itu Yuyun sepakat jika moratorium itu harus diperkuat. Selain itu Yuyun mengingatkan, dalam mengukuhkan sebuah wilayah sebagai kawasan hutan harus ditentukan lebih dulu tata batas wilayahnya. Pasalnya, dalam kawasan yang akan dikukuhkan menjadi hutan tak jarang terdapat perkampungan.

Pada saat penetapan tata batas itu bersinggungan dengan perkampungan, Yuyun menandaskan, pemerintah harus bernegosiasi dengan warga tersebut. Menurutnya, untuk mencegah terjadinya konflik pemerintah wajib mengajak warga berdialog dalam menetapkan tata batas untuk kawasan hutan. Selaras dengan perpanjangan moratorium, Yuyun berharap agar masalah yang ada dalam pengelolaan kawasan hutan harus diselesaikan secara menyeluruh. Jika sudah diselesaikan dengan baik maka kegiatan pengelolaan hutan, khususnya untuk kepentingan bisnis baru layak digelar lagi.

Yuyun melihat Menteri Kehutanan (Menhut), Zulkifli Hasan merespon positif usulan perpanjangan moratorium itu. Sayangnya, Menhut menginginkan perpanjangan itu dibahas setelah masa berlaku moratorium habis. Melihat hal itu Yuyun berpendapat pemerintah mencoba mencari celah agar bisa menerbitkan izin pengelolaan hutan selama pembahasan itu dilakukan. Jika hal itu terjadi, Yuyun yakin dalam waktu sebulan bakal banyak izin yang diterbitkan dan ujungnya hutan tak terselamatkan. “Akan terjadi lelang izin,” ucapnya.

Sementara, anggota koalisi dari ICW, Tama S Langkun, mengatakan kerugian negara di bidang pengelolaan hutan tergolong besar. Dia mencontohkan kasus yang menjerat Bupati Pelelawan, Teuku Asmun Djafar, akibat tindakannya menerbitkan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan, negara dirugikan Rp1,2 triliun. Mengingat hasil SDA seperti bidang kehutanan, pertambangan dan perkebunan pemanfaatannya cenderung menggunakan cara menguras sumber yang ada sampai habis maka dibutuhkan penegakan hukum yang kuat.

Untuk mewujudkan hal itu Tama mengaku ICW telah mendesak KPK agar tak luput mengawasi potensi korupsi dalam pengelolaan di bidang SDA. Apalagi, kerusakan terbesar hutan cenderung dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang mengantongi izin pengelolaan hutan skala besar. Serta, perlu dicari cara bagaimana agar lahan yang dirusak oleh perusahaan yang terlibat kasus hukum harus dipulihkan. Begitu pula dengan aset-aset negara yang ikut dirugikan. Itulah mengapa Tama melihat moratorium harus diperkuat dan lebih substantif melindungi hutan.

Selain itu Tama mengatakan Inpres moratorium tersebut selaras dengan putusan MK No.45 Tahun 2011 yaitu menetapkan kawasan hutan adalah yang sudah ditetapkan. Dengan begitu diharapkan penetapan kawasan hutan tak dilakukan pemerintah secara sembarangan tapi memperhatikan banyak aspek. “Dapat dikatakan (perpanjangan,-red) moratorium bisa jadi bentuk kepatuhan pemerintah menjalankan keputusan MK itu,” tuturnya.

Tags: