Moratorium Hukuman Mati Perlu Dituangkan dalam Peraturan
Berita

Moratorium Hukuman Mati Perlu Dituangkan dalam Peraturan

Peran DPR penting untuk mendorong penghapusan hukuman mati.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Hukumonline
Hukumonline

Amnesty International mencatat tren eksekusi mati tahun 2018 di tingkat global mengalami penurunan 31 persen. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menghitung jumlah eksekusi hukuman mati tahun 2017 sebanyak 993 dan tahun 2018 jumlahnya turun jadi 690 eksekusi. Penjatuhan vonis mati oleh pengadilan secara global jumlahnya juga turun dari 2.591 tahun 2017 menjadi 2.531 tahun 2018.

 

Sejumlah negara mulai meninggalkan hukuman mati pada tahun 2018, seperti Gambia, telah mendeklarasikan moratorium (menunda) hukuman mati. Burkina Faso, sebuah negara di Afrika Selatan, telah menghapus hukuman mati dari hukum pidananya. Akhir tahun lalu Malaysia mengumumkan bakal mereformasi UU Hukuman Mati setelah sebelumnya melakukan moratorium eksekusi mati. Kemudian negara bagian Washington, Amerika Serikat menyatakan hukuman mati inkonstitusional.

 

Setelah melakukan serangkaian eksekusi terhadap terpidana pidana mati, Usman melihat sejak 2017 secara de facto pemerintah Indonesia telah melakukan moratorium eksekusi terpidana mati. Kendati mengapresiasi langkah tersebut, Usman mengusulkan agar moratorium itu dituangkan dalam peraturan tertulis. "Moratorium de facto itu harus segera diformalkan dalam bentuk kebijakan negara," kata Usman Hamid dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (10/4/2019). Baca Juga: Malaysia Hapus Hukuman Mati, Indonesia Kapan?

 

Usman menyebut peran DPR penting untuk mewujudkan moratorium hukuman mati. Misalnya, DPR dapat memanggil Jaksa Agung dan Menteri Hukum dan HAM untuk mengkaji penerapan hukuman mati yang praktiknya banyak bermasalah seperti unfair trial, penyiksaan, dan tidak ada pendamping hukum bagi tersangka. Bisa juga DPR memanggil Menteri Luar Negeri untuk menanyakan tren global terhadap hukuman mati.

 

Sebagai negara pihak Konvensi Anti Penyiksaan, DPR perlu memastikan komitmen internasionalnya melalui penghapusan hukuman mati. Indonesia juga patut mengikuti langkah Malaysia yang telah mengumumkan rencana penghapusan hukuman mati.

 

Amnesty International mencatat sampai akhir tahun 2018 ada 308 terpidana mati. Vonis mati yang dijatuhkan tahun 2018 sebanyak 48 vonis, dari jumlah itu 39 vonis untuk kasus narkotika, 8 pembunuhan, dan 1 terorisme. Vonis mati yang diterbitkan tahun 2017 sebanyak 47 vonis, meliputi 33 vonis untuk kasus narkotika dan 14 vonis untuk kasus pembunuhan.

 

Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan mengatakan jika pemerintah serius moratorium eksekusi terpidana mati, kebijakan ini harus dibuat aturannya sekaligus memuat peta jalan menuju penghapusan hukuman mati. Upaya awal yang bisa dilakukan pemerintah antara lain membenahi tata kelola lapas, menjamin fair trial, dan memperhatikan kondisi terpidana mati. "Di Asia Tenggara, Indonesia kalah dengan Malaysia soal penghapusan hukuman mati," ujarnya membandingkan.

 

Perlu regulasi dan Kemauan politik

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris, mencatat sedikitnya ada 9 UU yang masih memuat pasal hukuman mati, salah satunya KUHP. Menurutnya, sampai sekarang belum ada upaya serius untuk menghapus pasal hukuman mati. Padahal, praktik hukuman mati sangat mengkhawatirkan. Sebab, jika terpidana dieksekusi, di kemudian ditemukan bukti baru yang dapat digunakan untuk membebaskannya dari segala tuduhan, maka tidak dapat lagi dilakukan perbaikan. Sebagaimana diketahui tidak ada satu pun negara yang memiliki sistem hukum yang sempurna.

 

“Sekitar tahun 1990 di Amerika Serikat ada puluhan terpidana mati dibebaskan karena ditemukan bukti kalau mereka tidak melakukan kejahatan sebagaimana yang dituduhkan. Tapi jika terpidana itu sudah dieksekusi mati, maka sudah tidak bisa lagi,” ujar calon legislatif (caleg) Dapil Jakarta III itu.

 

Charles berpendapat untuk menghapus hukuman mati perlu regulasi dan kemauan politik yang kuat. Berbagai UU yang memuat pasal hukuman mati bisa dilakukan revisi, dan pemerintah dapat juga membuat peta jalan menuju penghapusan hukuman mati. Politisi PDIP itu mengaku sangat sulit melihat mana anggota DPR yang pro atau kontra hukuman mati. Tapi kecenderungannya secara umum banyak anggota DPR yang tidak mengupayakan penghapusan pasal hukuman mati, misalnya dalam RKUHP.

 

Bagi Charles isu hukuman mati jangan digunakan sebagai komoditas politik. Presiden Joko Widodo harus melakukan moratorium hukuman mati secara terbuka. Pemerintah bisa mendorong agenda ini dalam perbaikan regulasi. “Saya apresiasi Malaysia yang moratorium eksekusi dan mau merevisi hukuman mati. Kalau kita mau hapus hukuman mati, maka peran pemerintah sangat penting,” kata dia.

 

Senada, anggota Komisi VIII DPR, Rahayu Saraswati menegaskan hukuman mati jangan dijadikan komoditas politik karena ini merupakan isu kemanusiaan. Tapi, perempuan yang disapa Saras itu mengakui banyak anggota parlemen yang mendukung hukuman mati. Tapi tidak sedikit juga yang menolak hukuman mati. Paling penting dilakukan pemerintah terkait isu hukuman mati yakni membenahi sistem peradilan serta kualitas aparat penegak hukum.

 

“Lembaga pemasyarakatan kita masih banyak masalah, ini harus dilakukan reformasi sistem,” tambah politisi partai Gerindra itu.

Tags:

Berita Terkait