Modus TPPU Lintas Negara Libatkan Advokat Hingga Notaris
Berita

Modus TPPU Lintas Negara Libatkan Advokat Hingga Notaris

Perbedaan yurisdiksi menjadi kendala bagi penyidik mengusut kejahatan TPPU.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kejahatan tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundering lintas negara (foreign predicate crime) memiliki kendala tersendiri bagi penyidik dibandingkan pencucian uang dalam satu negara saja.

 

Wakil Direktur Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Kombes Pol Daniel T Monang Silitonga, mengatakan modus TPPU lintas negara melibatkan berbagai pihak seperti advokat, notaris hingga ibu rumah tangga.

 

“Dari kasus yang pernah kami tangani pernah ada perempuan terima uang di rekeningnya sampai Rp 7 miliar. Ketika kami periksa dia bilang enggak tahu karena ada yang pernah pinjam KTP-nya tiba-tiba kirim uang,” jelas Daniel, di Cimanggis, Rabu (31/10).

 

Untuk itu, dia mengimbau kepada setiap pihak yang mencurigai adanya kejahatan TPPU untuk segera melaporkan kepada penegak hukum. Sebab, menurut Daniel apabila terdapat pihak yang mengabaikan kejahatan TPPU dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan UU 8/2010.

 

Ketentuan pidana bagi pihak yang terlibat dalam TPPU tercantum dalam Pasal 5 UU 8/2010 yang menyatakan “Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000.000 (satu miliar rupiah).

 

Sementara, Pasal 5 ayat (2) UU itu menyatakan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

 

Perbedaan yurisdiksi atau wilayah menyebabkan pemberlakuan hukum setiap negara juga berlainan. Sehingga, penyelidikan kejahatan TPPU lintas negara kian sulit diusut oleh penegak hukum.

 

(Baca Juga: Penegak Hukum Didesak Jerat Pelanggar Hak Cipta dengan TPPU)

 

Salah satu contoh perbedaan yurisdiksi dalam harta kekayaan tindak pidana, misalnya perjudian. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menyatakan, perjudian termasuk dalam salah satu jenis harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana. Namun, terdapat beberapa negara lain justru memperbolehkan perjudian.

 

“Terkadang ada kasus TPPU yang di luar negeri merupakan tindak pidana tetapi di Indonesia bukan suatu tindak pidana atau sebaliknya sehingga tidak menganut prinsip double criminality (kriminalitas ganda),” kata Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, kepada hukumonline.

 

Berdasarkan jumlah kasusnya, tren TPPU lintas negara tidak dapat dianggap sedikit dalam periode 2014-2017. Permintaan bantuan hukum asing atau mutual legal assistance (MLA) untuk pengusutan TPPU terus bertambah.

 

Hukumonline.com

Sumber: PPATK

 

Menurut Dian, kondisi ini menjadi kendala karena penyidik harus melibatkan pihak asing sehingga memerlukan waktu lebih lama dalam mengusut kejahatan TPPU. Meski demikian, Dian menyampaikan perbedaan yurisdiksi tersebut tetap menjadi tindak pidana karena Pasal 2 Ayat 1 UU 8/2010 menyatakan hasil tindak pidana yang dilakukan di luar wilayah NKRI juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 

 

Hambatan lain yang sering dialami penyidik dalam pengusutan yaitu mendatangkan saksi dan korban. Hal ini menyebabkan penyidik  kesulitan mengumpulkan alat dan barang bukti terkait kejahatan TPPU.

 

“Berbagai kendala yang dihadapi pada saat pengungkapan perkara TPPU terkait foreign predicate crime antara lain kesulitan menghadirkan saksi atau korban yang berada di luar negeri untuk dibawa ke Indonesia,” kata Dian.

 

(Baca: Dua Pasal TPPU Minta Ditafsirkan Seperti Ini)

 

Meski Indonesia pernah tergabung sebagai anggota dalam Financial Action Task Force (FATF), organisasi internasional anti TPPU yang berlokasi di Paris, Dian menjelaskan hambatan penyelidikan foreign predicate crime tidak serta-merta menghilangkan berbagai hambatan tersebut. Sebab, FATF hanya bersifat rekomendasi yang harus dipenuhi pemerintah dalam bentuk peraturan.

 

Dengan demikian, Dian menyampaikan penyelesaian TPPU lintas negara harus dilakukan dengan cara memperkuat kerja sama antar lembaga penegak hukum di dalam negeri. Menurutnya, penguatan koordinasi antar lembaga hukum akan memperkuat pencegahan terjadinya TPPU lintas negara.

 

Tags:

Berita Terkait