MK Tegaskan Putusan DKPP Bisa Jadi Objek PTUN
Utama

MK Tegaskan Putusan DKPP Bisa Jadi Objek PTUN

“Permohonan para Pemohon sepanjang berkaitan dengan dapat atau tidaknya putusan DKPP menjadi objek PTUN sepanjang sejalan dengan pertimbangan hukum Putusan a quo adalah beralasan menurut hukum”.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit

Ia menyebut Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu harus melaksanakan putusan DKPP tersebut dan keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga yang menindaklanjuti putusan DKPP tersebut dapat dijadikan objek gugatan oleh pihak yang tidak menerima putusan DKPP dimaksud, dengan mengajukan gugatan pada peradilan TUN.

Terhadap putusan peradilan TUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harus dipatuhi dan menjadi putusan badan peradilan yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Dengan kata lain, yang dimaksud final dan mengikat bagi Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu adalah Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu hanya menindaklanjuti putusan DKPP yang produknya dapat menjadi objek gugatan pada peradilan TUN.

Dengan demikian dalam konteks ini Presiden, KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Bawaslu sebagai atasan langsung yang berwenang mengangkat dan memberhentikan penyelenggara Pemilu sesuai tingkatannya, tidak mempunyai kewenangan untuk berpendapat berbeda yang bertentangan dengan Putusan DKPP ataupun Putusan TUN yang mengkoreksi ataupun menguatkan Putusan DKPP.

“Permohonan para Pemohon sepanjang berkaitan dengan dapat atau tidaknya putusan DKPP menjadi objek PTUN sepanjang sejalan dengan pertimbangan hukum Putusan a quo adalah beralasan menurut hukum,” jelas Suhartoyo.

Suhartoyo menguraikan bagi Mahkamah melalui putusan a quo menegaskan kembali dalam amar putusan perkara a quo, bahwa hakikat pertimbangan hukum putusan perkara Nomor 31/PUU-XI/2013 berkenaan dengan tafsir atas Pasal 458 ayat (13) UU Pemilu yang selanjutnya harus menjadi tafsir tunggal yang tidak bisa dimaknai lain selain sebagaimana yang ditegaskan dalam amar putusan a quo.

“Dalil para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Terhadap dalil dan hal-hal lain tidak dipertimbangkan karena dipandang tidak relevan. Karena itu, harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.”

Sebelumnya, Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik yang merupakan Anggota KPU RI mengajukan uji materiil aturan mengenai Putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat dalam UU Pemilu. Keduanya mendalilkan Pasal 458 ayat (13) dan pengujian terhadap sebagian frasa dan kata dalam Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11), ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu.

Untuk itu, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11), ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu sepanjang frasa “putusan” sebagai conditionally constitutional (konstitusional bersyarat) sepanjang dimaknai sebagai “keputusan” yang dapat diuji langsung ke peradilan Tata Usaha Negara. 

Tags:

Berita Terkait