Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 7 huruf b butir 3 dan Pasal 7 huruf a angka 6 UU MA inkonstitusional bersyarat terkait syarat pendidikan dan pengalaman CHA. Pertama, CHA nonkarier harus memiliki syarat pendidikan doktor dan magister bidang hukum tertentu termasuk pendidikan sarjana hukum atau sarjana lain. Kedua, CHA karier berpengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim termasuk hakim tinggi didalamnya.
“Pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 3 Tahun 2009 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan keahlian bidang hukum tertentu dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum’. Pasal 7 huruf a angka 6 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim tinggi',” ujar Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 53/PUU-XIV/2016 di Gedung MK Jakarta, Rabu (19/7/2017).
Sementara pengujian Pasal 4 ayat (3) UU MK tidak dapat diterima dan pasal lain selebihnya dinyatakan ditolak. Ketentuan ini menyangkut masa jabatan hakim agung dan hakim MK termasuk pimpinan MA dan MK.
Permohonan ini diajukan Hakim Binsar M. Gultom dan Lilik Mulyadi yang menguji Pasal 6B ayat (2); Pasal 7 huruf a angka 4 dan 6; Pasal 7 huruf b angka 1-4 UU MA jo Pasal 4 ayat (3); dan Pasal 22 UU MK terkait syarat usia, pengalaman, ijazah minimal calon hakim agung dan calon hakim MK, dan periodeisasi masa jabatan pimpinan MA dan MK.
Menurutnya, ada persoalan diskriminasi persyaratan CHA karier dan nonkarier. Sebab, syarat CHA nonkarier cukup berpendidikan doktor dan pengalaman bidang hukum 20 tahun. Sementara CHA karier mensyaratkan pengalaman 20 tahun dan 3 tahun menjadi hakim tinggi. Dia berharap syarat CHA bisa lebih mempermudah hakim karier dan memperketat (memperberat) syarat CHA nonkarier.
Misalnya, CHA nonkarier jika dibutuhkan yang memiliki keahlian khusus, syarat usia dinaikkan dari 45 menjadi 55 tahun, berstatus guru besar/profesor dengan gelar doktor hukum, syarat pengalaman dinaikkan dari 20 tahun menjadi 25 tahun. Sedangkan, CHA hakim karier, ada persamaan syarat usia dan pengalaman 20 tahun menjadi hakim termasuk hakim tinggi, dan menyamakan masa jabatan pimpinan MK dan MA. Khusus Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU MK, Pemohon meminta ada persamaan masa jabatan hakim konstitusi dan pimpinan MK dengan masa jabatan hakim agung dan pimpinan MA.
Dalam pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Anwar Usman disebutkan perubahan (tafsir) Pasal 7 huruf b butir 3 UU No. 3 Tahun 2009 terkait pendidikan lebih karena pertimbangan Hakim Agung dari jalur nonkarier harus mampu memberi sumbangan argumentasi berbasis akademik dalam putusan-putusan MA.
Sebagai pengadilan yang lebih menilai penerapan hukum (judex jurist), Hakim Agung lebih berperan dalam penemuan hukum, sehingga pertimbangan hukum putusannya memiliki kewibawaan doktriner secara akademik. “Pilihan perekrutan CHA dengan syarat pendidikan S-3 (doktor bidang hukum) dari jalur nonkarier juga dimaksudkan memperkaya pengalaman praktik,” ujar Anwar Usman.
Menurut Mahkamah, adanya perbedaan persyaratan CHA jalur karier dan CHA jalur nonkarier ini bukanlah perlakuan yang diskriminatif karena tidak setiap perlakuan yang berbeda serta merta berarti diskriminasi. Baca Juga: Hakim Ini Persoalkan Syarat Hakim Agung dan Hakim Konstitusi
Terkait Pasal 7 huruf a angka 6 UU No. 3 Tahun 2009 sepanjang frasa "termasuk pernah tiga tahun menjadi hakim tinggi” dinilai beralasan menurut hukum untuk sebagian. Mahkamah mengakui, ketentuan a quo sepanjang frasa “termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi” secara proporsional memang berat untuk dipenuhi CHA yang berasal dari jalur hakim karier.
Mahkamah melihat selama ini kemungkinan keinginan CHA dari jalur karier menjadi lebih sulit disebabkan adanya syarat tiga tahun sebagai hakim tinggi. Hal ini seolah menutup karier dan masa depan hakim karier untuk menjadi Hakim Agung.
“Persyaratan ‘termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi’ dalam Pasal 7 huruf a angka 6 UU MA, menurut penalaran yang wajar mengakibatkan hakim karier baru akan memperoleh kesempatan untuk diajukan menjadi CHA setelah berusia diatas 55 tahun,” tuturnya.
Meski demikian, Mahkamah berpendapat tidaklah tepat menghilangkan sama sekali syarat pernah menjadi hakim tinggi guna membuktikan bahwa calon hakim karier memiliki jenjang karier di lingkungan peradilan di bawah MA. “Paling tidak, dengan menghapus syarat ‘termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi' kian terbuka kemungkinan untuk mengajukan CHA dari jalur karier dengan batas usia tidak terlalu jauh berjarak dengan syarat usia minimal 45 tahun bagi CHA karier.”
Bersyukur
Usai sidang, Binsar M. Gultom bersyukur sebagian permohonannya dikabulkan menyangkut syarat pengalaman CHA karier minimal selama 20 tahun termasuk pernah menjadi hakim tinggi. “Jadi, saya yang baru menjadi hakim tinggi sudah bisa mendaftar CHA, soal lulus atau tidaknya itu urusan kedua. Tetapi, jangan dilihat kok 20 tahun ini cepet banget ya. Sebab, yang menjadi masalah menjadi hakim tinggi tidaklah mudah,” kata Binsar
Binsar menjelaskan untuk menjadi hakim tinggi harus memiliki golongan IVd. Nah, apabila CHA karier harus memuat syarat tiga tahun setelah menjadi hakim tinggi memang cukup panjang. “Tetapi, saat ini (setelah putusan MK ini) sejak berpengalaman 20 tahun menjadi hakim termasuk hakim tinggi sudah bisa mendaftarkan calon hakim agung,” tegasnya.
Terkait CHA nonkarier, Binsar menjelaskan untuk dapat menjadi CHA, selain doktor hukum, ia harus mempunyai pengalaman keahlian bidang hukum tertentu. Sebab, tidak mudah juga untuk mempunyai keahlian bidang hukum khusus. ”Pasti (dia) sudah menjadi pakar hukum (bidang tertentu), serta sudah pasti mempunyai golongan IVd (dipersamakan, red),” ujar hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Bangka Belitung ini.