MK Pertegas Hak Buruh Daftar Program Jamsos Sendiri
Utama

MK Pertegas Hak Buruh Daftar Program Jamsos Sendiri

Pasal 15 ayat (1) UU BPJS dinyatakan bertentangan dengan dengan UUD 1945 secara bersyarat.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD (tengah) saat membacakan putusan BPJS. Foto: Sgp
Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD (tengah) saat membacakan putusan BPJS. Foto: Sgp

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Pasal 15 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diajukan pengurus Federasi Ikatan Serikat buruh Indonesia (FISBI) dan Yulianti (staff PT Megah Buana Citramasindo).    

“Pasal 15 ayat (1) UU BPJS yang menyatakan ‘Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika dimaknai meniadakan hak pekerja untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS,” ucap Ketua Majelis MK, Moh Mahfud MD saat membacakan putusannya di Gedung MK, Senin (15/10).

Karena itu, Pasal 15 ayat (1) UU BPJS harus dibaca ‘Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.”    

Mahkamah menegaskan materi muatan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS sama persis dengan materi muatan Pasal 13 ayat (1) UU SJSN yang pernah diuji sebelumnya ke MK. Oleh karenanya, putusan MK No. 70/PUU-IX/2011 tanggal 8 Agustus 2012 mutatis mutandis (otomatis, red) menjadi pertimbangan dan amar putusan ini.    

Mahkamah berpendapat walaupun ketentuan itu sudah secara tegas membebankan kewajiban kepada perusahaan dan pemberi kerja untuk mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti. Namun, belum menjamin adanya hak pekerja atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

“Apabila perusahaan atau pemberi kerja tidak mendaftarkan diri dan tidak pula mendaftarkan pekerjanya untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja kepada penyelenggara sistem jaminan sosial, dengan memenuhi kewajiban membayar iurannya, maka pekerja tidak akan mendapatkan hak-haknya yang dijamin dalam UUD 1945,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim saat membacakan pertimbangan putusan. 

Menurut Mahkamah, UU BPJS hanya memberikan kewajiban kepada perusahaan atau pemberi kerja untuk mendaftarkan diri dan pekerjanya. Faktanya, walaupun undang-undang memberikan sanksi pidana, masih banyak perusahaan yang enggan melakukannya, maka banyak pula pekerja yang kehilangan hak-haknya atas jaminan sosial yang dilindungi konstitusi.

Walaupun ada sanksi pidana atas kelalaian perusahaan atau pemberi kerja mendaftarkan keikusertaan pekerjanya dalam jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Akan tetapi, hal itu hanya untuk memberi sanksi pidana bagi pemberi kerja. Sedangkan hak-hak pekerja atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat belum diperoleh. 

“Berdasarkan pertimbangan di atas, Pasal 15 ayat (1) UU BPJS tidak secara tegas memberikan jaminan hak-hak pekerja atas jaminan sosial, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan dengan UUD 1945 secara bersyarat. Dengan demikian permohonan pemohon beralasan menurut hukum,” tegas Alim. 

Pengurus DPP FISBI Muhammad Hafidz mengatakan putusan MK ini adalah sebuah revolusi jaminan sosial ke depan. Hafidz mengimbau semua pihak harus bisa mendukung putusan ini demi terwujudnya jaminan sosial yang lebih baik.

“Ini semua sebenarnya demi jaminan sosial yang lebih baik, bukan untuk mencoba menghambat peraturan-peraturan pelaksana dari UU SJSN itu sendiri. Kalau sudah lebih baik kan jalannya lebih enak. Mumpung semuanya belum jalan,” tutur Hafidz melalui telepon, Senin (15/10).

Menurut Hafidz, FISBI sebenarnya telah melakukan pertemuan dengan Kemenakertrans. Mudji Handaya, Dirjen Pembinaan dan Pengawasan, kata Hafidz, sudah menyiapkan draf peraturan menteri untuk mengatur cara teknis soal pelaksanaan putusan MK. “Kalau Jamsostek sifatnya hanya administratif, jadi hanya menyiapkan formulir-formulir baru persiapan penerimaan pekerja secara langsung,” ujarnya.

Tags: