MK Nyatakan Perppu Bisa Di-Judicial Review
Utama

MK Nyatakan Perppu Bisa Di-Judicial Review

Hakim konstitusi Muhammad Alim mengajukan dissenting opinion karena menilai penambahan kewenangan MK menguji Perppu adalah penyelewengan UUD 1945.

Ali
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Mahfud MD berharap putusan ini bisa menjadi <br> yurisprudensi positif. Foto: Sgp
Ketua MK Mahfud MD berharap putusan ini bisa menjadi <br> yurisprudensi positif. Foto: Sgp

Usaha Perhimpunan Advokat Indonesia Pengawal (PAIP) Konsitusi yang mempersoalkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 4 Tahun 2009 sebagai salah satu dasar pengangkatan tiga pimpinan KPK sementara, memang telah kandas. Mahkamah Konstitusi baru saja menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima. Pasalnya, PAIP-Konstitusi dinilai tidak mempunyai legal standing atau kedudukan hukum untuk mempersoalkan Perppu tersebut. 

 

Namun, para advokat PAIP-Konstitusi itu seharusnya bisa tersenyum bangga. Berkat usaha mereka, sebuah Perppu telah sah menjadi salah satu objek kewenangan MK. Selama ini memang ada perdebatan apakah Perppu bisa diuji di MK atau tidak. Pasalnya, UUD 1945 hanya menyebutkan MK berwenang menguji UU terhadap UUD 1945. 

 

Dalam pertimbangan putusan tersebut, mayoritas hakim konstitusi sepakat bahwa Perppu bisa diuji oleh MK. Mahkamah mengakui Perppu adalah hak presiden untuk mengatur sesuatu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Perppu yang dikeluarkan oleh Presiden itu harus segera disikapi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) apakah ditolak atau diterima. Bila ditolak, Perppu itu harus dicabut, bila diterima maka akan berubah menjadi UU. 

 

“Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum yang kekuatan mengikatnya sama dengan undang-undang maka terhadap norma yang terdapat dalam Perppu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945,” ujar Hakim Konstitusi Akil Mochtar saat membacakan pertimbangan Mahkamah, Senin (8/2).

 

Ketua MK Mahfud MD setuju dengan pendapat para koleganya ini. Namun, ia memiliki alasan berbeda mengapa Perppu bisa diuji di MK. Ia mengakui jika dirunut dari penafsiran original intent, tafsir historik, tafsir gramatik dan logika hukum, Mahkamah hanya bisa menguji UU terhadap UUD 1945.

 

Namun, ia menilai terjadi perkembangan ketatanegaraan di lapangan yang mengharuskan penggunaan penafsiran sosiologis dan teleologis. Ia menunjuk ada Perppu yang ditindaklanjuti oleh DPR setelah melewati batas waktu yang diberikan UUD 1945. Konstitusi memang menetapkan Perppu harus sudah dibahas oleh DPR pada masa sidang berikutnya. “Ada Perppu yang dibahas baru pada masa sidang kedua,” ujarnya.

 

Perppu yang mengatur Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) juga tak lepas dari sorotan Mahfud. Ia mengatakan sampai saat ini, Perppu tersebut belum mendapat sikap dari DPR apakah ditolak atau diterima. Bahkan, masih ada yang berpendapat Perppu JPSK itu masih berlaku sampai saat ini. “Dalam keadaan ini menjadi wajar jika Mahkamah diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap Perppu,” tegasnya. 

 

Usai sidang, Mahfud bahkan kembali menegaskan pendapatnya itu kepada wartawan. Putusan ini, lanjutnya, bisa menjadi yurisprudensi positif ke depan. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh keberlakuan sebuah Perppu bisa diajukan ke MK. Ke depan, ia berharap tak ada lagi Perppu yang diterbitkan secara sewenang-wenang.

 

Tak hanya itu, kewenangan menguji Perppu ini juga bertujuan menjaga sistem dan tertib hukum. “Untuk keselamatan tertib hukum ke depan, kami ambil kewenangan itu (bisa menguji Perppu,-red),” ujarnya.  

 

Simpangi UUD

Dibukanya kewenangan MK menguji Perppu ini tidak diambil secara bulat. Hakim Konstitusi Muhammad Alim menegaskan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 secara tegas memberikan kewenangan MK untuk 'menguji undang-undang terhadap UUD 1945'. Ia menilai ditambahkannya kewenangan menguji Perppu ini sebagai pelanggaran terhadap Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang merumuskan, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.”

 

“Kewenangan yang diberikan oleh yang berdaulat, harus dilaksanakan sesuai dengan UUD, tidak boleh menyimpang dari UUD 1945. Kewenangan Mahkamah Konstitusi yang tertera dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang hanya sebatas menguji Undang Undang terhadap UUD, apabila ditambah dengan menguji Perppu, menurut saya dilaksanakan tidak menurut UUD, melainkan dilaksanakan menyimpang dari UUD,” tegas Alim.

Tags:

Berita Terkait