MK: Laki-Laki “Buaya Darat” Wajib Bertanggung Jawab
Berita

MK: Laki-Laki “Buaya Darat” Wajib Bertanggung Jawab

Setelah putusan ini, nanti laki-laki tidak bisa menghindar lagi dari tanggung jawabnya.

ASh
Bacaan 2 Menit
Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD (tengah) saat memimpin sidang. Foto: SGP
Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD (tengah) saat memimpin sidang. Foto: SGP

Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD sampai harus memberikan penjelasan tambahan usai putusan pengujian Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dibacakan. Pada dasarnya MK menyatakan anak yang lahir di luar pernikahan resmi tetap mempunyai hubungan perdata dengan ayah biologisnya dan keluarga ayahnya. Putusan ini mengubah pandangan yang berlaku selama ini bahwa anak luar nikah hanya punya hubungan biologis dengan ibunya.

 

“Ini sangat penting dan revolusioner. Saya ingin menekankan sejak ketok palu tadi, maka anak yang lahir di luar perkawinan resmi, baik itu kawin siri, perselingkuhan, samen leven (kumpul kebo --red), mempunyai hubungan darah dan mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya,” kata Mahfud usai membacakan putusan pengujian Undang-Undang Perkawinan di Gedung MK, Jumat (17/2).

 

Menurut Mahfud, selama ini, anak luar kawin tidak diakui secara hukum memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya, kecuali dengan sidang itsbat nikah. “Jadi mulai saat ini bagi pasangan yang kawin siri terikat dengan putusan ini sepanjang ada alat bukti saksi, pengakuan, ada istbat, dan ada temuan teknologi, bahkan melalui tes DNA,” katanya.

 

Demikian pula bagi pasangan yang melakukan hubungan haram atau perzinahan tetap harus bertanggungjawab terhadap anak yang lahir.  “Ini juga sesuai dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM),” tegasnya.

 

Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar menegaskan sejak putusan MK anak hasil hubungan luar pernikahan sah, tetap memiliki hubungan perdata dengan ayah maupun keluarga ayahnya. Perkawinan di luar resmi mencakup nikah siri, perzinahan, perselingkuhan, atau samen leven (kumpul kebo).

 

Menurutnya, alasan mengapa MK mengabulkan uji materi Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan agar laki-laki tidak seenaknya menggauli pasangannya. “Aturan ini agar laki-laki ‘buaya darat’, mau mengakui anaknya hasil hubungan darah dengan pasangannya. Kasihan anak kalau tidak diakui, seperti aturan sebelumnya,” ujar Akil di gedung MK.

 
Akil mengingatkan lewat putusan ini membuat laki-laki sekarang harus hati-hati dalam dalam menjalin hubungan dengan perempuan. Kalau sampai terjadi hubungan hingga melahirkan anak, maka tidak bisa lagi laki-laki lari dari tanggung jawabnya.

 

Sebab laki-laki tersebut wajib menafkahi dan keluarganya mengakui bahwa perempuan beserta anak hasil hubungan itu termasuk keluarganya. “Setelah putusan ini, nanti laki-laki tidak bisa menghindar lagi dari tanggung jawabnya,” tegas Akil.

 

Sebelumnya, majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dimohonkan artis dangdut Macicha Mochtar inkonstitusional bersyarat. Dia mempersoalkan Pasal 43 ayat (1) yang mengatur bahwa status anak luar kawin hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya.


Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan dengan laki-laki yang dapat dibuktikan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

 

Untuk diketahui, permohonan pengujian Pasal 2 ayat (2) dan 43 ayat (1) UU Perkawinan  ini efek dari perceraian Macicha dan Moerdiono, mantan Mensesneg era (alm) Presiden Soeharto. Macicha dinikahi Moerdiono secara siri pada tahun 1993 yang dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Iqbal Ramadhan. Kala itu, Moerdiono masih terikat perkawinan dengan istrinya. Lantaran UU Perkawinan menganut asas monogami mengakibatkan perkawinan Macicha dan Moerdiono tak bisa dicatatkan KUA.

 

Akibatnya, perkawinan mereka dinyatakan tidak sah menurut hukum (negara) dan anaknya dianggap anak luar nikah yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Setelah bercerai, Moerdiono tak mengakui Iqbal sebagai anaknya dan tidak pula membiayai hidup Iqbal sejak berusia 2 tahun. Iqbal juga kesulitan dalam pembuatan akta kelahiran lantaran tak ada buku nikah.

 

Pada 2008, kasus ini sempat bergulir ke Pengadilan Agama Tangerang atas permohonan itsbat nikah dan pengesahan anak yang permohonannya tak dapat diterima. Meski pernikahannya dianggap sah karena rukun nikah terpenuhi, tetapi pengadilan agama tak berani menyatakan Iqbal anak yang sah karena terbentur dengan asas monogami itu.

Tags: