“Kita akan segera lakukan sosialisasi, semacam diklat bimbingan teknis, dengan melibatkan KPK,” ujar Arief usai melantik Sekjen MK yang baru di aula gedung MK, Senin (31/8).
Arief mengatakan pelibatan KPK dalam sosialisasi penyelesaian sengketa pilkada ini sebagai upaya pencegahan terjadinya suap atau gratifikasi (pemberian) dalam penyelenggaraan pilkada. Mengingat di masa lalu, rentan terjadinya praktik suap dalam penyelesaian perkara sengketa pilkada yang melibatkan para pihak, hakim konstitusi, dan pegawai MK.
“Kita minta KPK memberi materi sebagai upaya pencegahan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan berupa gratifikasi, suap, dan lain-lain dalam setiap penyelesaian pilkada di MK. Jadi, ada pengawasan internal dan eksternal dari KPK termasuk media massa,” tegasnya.
Arief menjelaskan PMK No. 1 Tahun 2015 mengatur prosedur penanganan gugatan sengketa hasil pilkada di MK. Misalnya, mulai dari proses pendaftaran gugatan, proses persidangan hingga putusan sengketa pilkada yang diberi jangka waktu selama 45 hari.
“Dalam diklat ini dijelaskan bagaimana menyusun permohonan yang baik, bentuk persidangannya bisa pleno atau panel. Yang terpenting, UU Pilkada menyatakan penyelesaian pilkada selama 45 hari harus selesai.”
Dia melanjutkan sejumlah uji materi UU Pilkada akan dirampungkan tahun ini sebelum Pilkada serentak digelar. “Sebelum Desember 2015 semua pengujian UU Pilkada akan diselesaikan dan diprioritaskan,” katanya.
Menurutnya, semua pengujian UU Pilkada sudah hampir rampung dan akan segera diputus termasuk pengujian UU Pilkada terkait ketentuan calon tunggal dalam penyelenggaraan pilkada. “Sisanya, hanya beberapa perkara, tetapi tidak begitu urgent, tetapi tetap kita dahulukan,” ujar Arief.
Dia sendiri memperkirakan sengketa pilkada yang bakal ditangani MK sekitar 200-an perkara. “Karena sudah ada pembatasan dalam UU Pilkada, kita sudah hitung-hitung angka yang ideal sekitar 200 perkara,” tegasnya.