MK Ingatkan Semua Pihak Sengketa Pileg Hadirkan Saksi/Ahli Berkualitas
Berita

MK Ingatkan Semua Pihak Sengketa Pileg Hadirkan Saksi/Ahli Berkualitas

Sembilan hakim konstitusi akan memberi batasan jumlah saksi dan atau ahli yang dihadirkan sesuai karakteristik perkaranya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang sengketa hasil pemilu di ruang sidang MK. Foto: RES
Suasana sidang sengketa hasil pemilu di ruang sidang MK. Foto: RES

Sejak Selasa (16/7) kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pemeriksaan (pembuktian) Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019. Saat sidang Majelis Panel II, para pihak sengketa hasil pemilu legislatif (pileg) diingatkan agar tidak menghadirkan saksi atau ahli terlalu banyak, tetapi yang berkualitas dan relevan. Mengingat proses sidang sengketa pileg ini merupakan speedy trial yang dibatasi waktunya.     

 

"Karena ada kemungkinan semua pihak bisa menghadirkan ahli, saksi, dan surat, tolong diperhatikan dan diperhitungkan saksi/ahli yang betul-betul relevan, cari yang berkualitas, bukan terpaku pada kuantitas," kata Anggota Majelis Panel II Saldi Isra di ruang sidang MK Jakarta, Selasa (16/7/2019). Baca Juga: Demokrat Persoalkan Tak Sesuainya DPT Papua Barat

 

Saldi menegaskan Mahkamah tak akan memberi ruang lebih banyak kepada saksi, mengingat banyaknya jumlah perkara dengan waktu yang terbatas. Demikian pula, untuk keterangan ahli. Mahkamah meminta supaya seluruh pihak dapat menghadirkan saksi yang relevan dengan perkara. Dan hanya menghadirkan ahli yang bisa menjelaskan hal-hal prinsip, teori, atau ide besar yang relevan dengan perkara.

 

"Kalau hanya untuk menerangkan angka-angka yang dipindahkan, atau yang dirasa kurang dan sebagainya, untuk apa pakai ahli, itu kan tidak relevan," kata Saldi.

 

“Mahkamah memprioritaskan Pemohon dan Termohon (KPU) menghadirkan saksi dan atau ahli untuk memberi keterangan. Hal ini mengingat Pemohon dan Termohon merupakan pihak yang langsung berhadapan dalam perkara sengketa hasil Pileg 2019 ini.”

 

Meski begitu, sesuai Peraturan MK, Mahkamah tetap memberi ruang untuk Pihak Terkait dan Bawaslu bila ingin dan merasa perlu menghadirkan saksi dan ahli. "Tetapi, akan lebih baik bila setiap pihak bisa menahan diri untuk tidak menghadirkan (saksi atau ahli), ini demi speedy trial yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat," harapnya.

 

Ketua Majelis Panel II Aswanto mengatakan sembilan hakim konstitusi akan memberi batasan jumlah saksi dan ahli yang dihadirkan sesuai karakteristik perkaranya. "Anda semua harus mengoptimalkan pada bukti-bukti berupa surat, itu yang harus dioptimalkan, bukan saksi atau ahli," ujar Aswanto menyarankan.

 

Aswanto juga mengingatkan identitas ahli dan atau saksi yang akan dihadirkan harus diserahkan kepada MK lebih awal atau sebelum sidang pembuktian masing-masing perkara digelar. "Untuk saksi harus menjelaskan identitas dan pokok-pokok yang akan diterangkan. Untuk ahli, identitas atau CV (curriculum vitae) harus diserahkan kepada Mahkamah satu hari kerja sebelum sidang pembuktian digelar," lanjutnya.

 

Sidang pemeriksaan ini merupakan tahap ke-8 dari 11 tahap penyelesaian perkara sengketa hasil Pileg 2019. Tahap sidang pemeriksaan ini diagendedakan pada 13 Juli hingga 30 Juli 2019. Tahap selanjutnya adalah Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH), kemudian dilanjutkan dengan sidang pengucapan putusan pada 6 Agustus hingga 9 Agustus. Tahap terakhir adalah penyerahan salinan putusan dan pemuatan dalam laman MK.

 

Bukan kewenangan MK?

Di sidang Majelis Panel I, KPU dalam eksepsinya mendalilkan bahwa permohonan sengketa soal penghitungan surat suara oleh panitia pemilihan luar negeri (PPLN) di Malaysia sesuai rekomendasi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bukan kewenangan MK untuk mengadili.

 

"Ada eksepsi, permohonan Pemohon bukan kewenangan Mahkamah karena keputusan Bawaslu 968/K.Bawaslu/PM.00.05/5//2019 tanggal 19 Mei 2019 cacat hukum. Menurut kami tidak tepat dibawa ke MK karena menurut peraturan perundang-undangan, objeknya hanya perselisihan hasil pemilihan umum, bukan surat Bawaslu,” kata salah satu kuasa hukum KPU Sutejo.

 

KPU menyebut seharusnya permohonan yang mempersoalkan surat rekomendasi Bawaslu tidak diajukan ke MK. "Semestinya kalau itu (diajukan) kemana? Di TUN?” tanya Anggota Majelis Panel I Arief Hidayat kepada Sutejo, yang kemudian diiyakan.

 

Sutejo menilai tindakan KPU melaksanakan rekomendasi Bawaslu adalah tindakan sesuai peraturan perundang-undangan. KPU berkewajiban melaksanakan putusan Bawaslu mengenai sanksi atas pelanggaran administratif dan sengketa proses pemilu. Eksepsi KPU tersebut menjawab permohonan Partai Nasdem yang mendalilkan kehilangan 35.306 suara akibat rekomendasi Bawaslu RI tentang surat suara dikirim melalui pos yang diterima kantor PPLN Kuala Lumpur setelah 15 Mei 2019 tidak sah dan tidak dihitung.

 

Nasdem menyebutkan Bawaslu keliru menafsirkan surat KPU RI Nomor 819/PL.02.6SD/01/KPU.5/2019 tertanggal 12 Mei 2019. Padahal Ketua KPU RI telah menjelaskan surat tersebut menetapkan batas waktu penerimaan surat suara terhitung dari cap posnya. Selain Nasdem, Gerindra dan PKB juga mempersoalkan rekomendasi Bawaslu tentang surat suara pemungutan suara ulang itu.

Tags:

Berita Terkait