MK Diminta Utamakan Pemeriksaan Perkara Uji Formil UU Cipta Kerja
Berita

MK Diminta Utamakan Pemeriksaan Perkara Uji Formil UU Cipta Kerja

Karena proses pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil, melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, dan terjadi perubahan substansi pasca RUU Cipta Kerja disetujui Presiden dan DPR pada 5 Oktober 2020.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: RES

Berbagai permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih berproses di MK salah satunya perkara No.91/PUU-XVIII/2020. Koordinator tim kuasa hukum perkara No.91/PUU-XVIII/2020, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan perkaranya masuk agenda perbaikan permohonan.

Tapi sayangnya, dalam sidang perbaikan itu Ketua hakim panel, Arief Hidayat, hanya memberikan kesempatan kepada tim kuasa hukum untuk menjelaskan perbaikan pada bagian susunan pemohon dan legal standing kemudian diminta untuk membacakan petitum dengan alasan majelis sudah membaca permohonan pemohon. Tadinya Viktor berharap dalam kesempatan itu dapat membacakan permohonan prioritas pemeriksaan perkara dan putusan sela (provisi) kepada majelis panel hakim konstitusi.

Viktor mengatakan majelis konstitusi penting untuk memberikan prioritas pemeriksaan perkara karena dalam ketentuan penutup UU Cipta Kerja, ada ketentuan yang mewajibkan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja harus selesai paling lama 3 bulan sejak UU Cipta Kerja diundangkan.

Artinya, paling lambat 2 Februari 2020 semua peraturan pelaksana itu sudah selesai. Viktor mengingatkan proses pembentukan UU Cipta Kerja cacat formil karena melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dimana terjadi perubahan substansi setelah disetujui Presiden dan DPR pada 5 Oktober 2020. (Baca: Pemerintah Gencar Sosialisasikan UU Cipta Kerja ke Berbagai Daerah)

Menurut Viktor, pengujian formil adalah menguji keabsahan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja. Jika dalam putusan akhir menyebut proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan dalam UUD 1945 dan UU No.12 Tahun 2011 jo UU No.15 Tahun 2015 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan maka UU Cipta Kerja batal demi hukum.

“Hal ini pula yang kemudian menjadi alasan bukan hanya harus didahulukannya pemeriksaan pengujian formil dan UU Cipta Kerja, tapi juga harus dipisahkan pemeriksaan pengujian formil UU Cipta Kerja dengan pemeriksaan pengujian materil,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/11).

Viktor khawatir pengujian formil yang digabungkan dengan pengujian materil akan berlarut sampai 1 tahun. Misalnya pengujian uji formil revisi UU KPK. Oleh karena itu Viktor dkk meminta kepada MK agar tidak memperlama waktu pengujian formil UU Cipta Kerja karena ini menyangkut banyaknya kepentingan yang dirugikan. Apalagi akhir Desember 2020 sampai awal Januari 2021 MK libur bersama. Kemudian Januari sampai Maret 2021 semua perkara pengujian UU ditunda pemeriksaannya karena ada penanganan penyelesaian hasil pemilihan kepala daerah.

Viktor mendesak MK untuk segera memprioritaskan pemeriksaan perkara pengujian formil UU Cipta Kerja dan dapat segera diputus sebelum masuk masa libur dan masuk masa penyelesaian perselisihan hasil pemilikan kepala daerah. Viktor menekankan tanggungjawab utama MK adalah penanganan pengujian UU.

Mengacu putusan MK No.97/PUU-XI/2013 terhadap kewenangan MK dalam menangani perselisihan hasil pemilu kepala daerah adalah inkonstitusional, tapi sampai terbentuknya badan peradilan khusus, MK dapat menanganinya. “Artinya jelas kewenangan penanganan sengketa Pilkada adalah tugas sementara yang seharusnya tidak boleh mengenyampingkan tugas utamanya,” paparnya.

Sekalipun MK tetap menunda pemeriksaan uji formil, Viktor berharap dapat digelar sidang ke-III untuk memberikan putusan sela (provisi). Viktor telah memasukan hal tersebut dalam permohonan dimana sebelum menjatuhkan putusan akhir, MK diharapkan menyatakan penundaan pelaksanaan UU Cipta Kerja sampai ada putusan akhir terhadap perkara No.91/PUU-XVIII/2020.

Viktor berpendapat hal ini penting untuk menunjukkan komitmen dan keseriusan MK dalam menangani perkara UU Cipta Kerja yang ditolak secara masif oleh berbagai kelompok masyarakat. Viktor menegaskan jangan sampai MK meruntuhkan kepercayaan publik dengan melakukan tindakan yang menimbulkan prejudice. Apalagi beberapa peristiwa telah menimbulkan prejudice antara lain awal tahun Presiden secara langsung bertemu seluruh hakim MK meminta dukungan atas UU Cipta Kerja dan menganugerahkan penghargaan Bintang Mahaputra terharap 6 hakim konstitusi.

Sebelumnya, Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut dalam sidang perbaikan permohonan uji materi yang diajukan KSPI dan KSPSI (pimpinan Andi Gani), mengatakan majelis konstitusi memberi nasihat kepada pemohon untuk membenahi legal standing dan pokok perkara. Dalam kesempatan tersebut KSPI dan KSPSI meminta agar perlindungan buruh dan investasi jangan dijadikan satu pengaturannya seperti dalam UU Cipta Kerja. Persoalan PHK, besaran pesangon, hubungan kerja, harus dijamin hadirnya negara memberi perlindungan terhadap buruh.

“Kami minta majelis konstitusi agar terkait outsourcing dan PKWT harus ada batas waktunya, tidak boleh seumur hidup,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait