MK Diminta Tafsirkan Aturan Remisi dan Pembebasan Bersyarat bagi Justice Collaborator
Berita

MK Diminta Tafsirkan Aturan Remisi dan Pembebasan Bersyarat bagi Justice Collaborator

Majelis mengkritik dan mempertanyakan materi permohonan ini, sehingga permohonan diminta untuk diperbaiki.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Wahyu menjelaskan remisi diberikan bagi narapidana yang berjasa kepada negara atau kemanusiaan, melakukan perbuatan yang membantu lembaga pemasyarakatan. Sedangkan perbuatan bermanfaat bagi negara, menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan; ikut menanggulangi bencana alam; mencegah pelarian tahanan atau narapidana; menjadi donor organ tubuh dan sebagainya.

 

Menurutnya, terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK bisa mendapat remisi asalkan harus mendapat status justice collaborator atau saksi pelaku. Karena itu, apabila dicermati frasa “tindak pidana” dalam Pasal 1 angka 2 tidak terdapat kategori tindak pidana umum atau tindak pidana khusus. Dalam praktik penegakan hukum, frasa “tindak pidana” itu, dalam konteks saksi pelaku, sangat berpotensi terjadi diskriminasi atau perlakuan berbeda serta tidak ada kepastian hukum yang berdampak ketidakadilan diantara terpidana.

 

Misalnya, jika tindak pidana umum diangggap sebagai tindak pidana biasa yang praktiknya tidak memiliki “penanganan khusus”. Berbeda dengan tindak pidana khusus (korupsi) karena dianggap sebagai bentuk kejahatan luar biasa yang merugikan keuangan negara, baik tersangka, terdakwa, maupun terpidana sebagai saksi pelaku diberikan penghargaan setelah memberikan kesaksian.

 

“Sementara, tindak pidana umum di semua tingkat pemeriksaan merupakan jenis pidana biasa, dianggap mudah oleh penegak hukum. Maka, tidak dibutuhkan, salah satunya sebagai saksi pelaku bekerja sama.” (Baca juga: Sekali Lagi, Pro Kontra Remisi untuk Napi Koruptor)

 

Selain itu, jika dicermati Pasal 10A ayat (3) huruf b UU No. 31 Tahun 2014, terhadap frasa “remisi tambahan” ialah bagian dari penghargaan atas kesaksian yang diberikan saksi pelaku, dan tidak terdapat ketentuan klasifikasi terpidana. Misalnya, apakah terpidana umum atau khusus (korupsi). Sehingga terdapat ruang bagi terpidana apabila setelah memberi kesaksian juga berpotensi terjadi perlakuan diskriminatif terhadap terpidana lain.

 

“Akibatnya Pemohon tidak mendapat remisi karena berlakunya Pasal 1 angka 2 UU PSK jika tidak dimaknai saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana umum dan khusus dalam kasus yang sama,” jelas Wahyu.

 

Perlakuan diskriminasi terlihat ketika kasus korupsi ditangani KPK dan kepolisian. Di KPK, tidak diberikan remisi meski terpidana menjadi saksi pelaku sesuai UU PSK. Sedangkan bagi terpidana korupsi yang penanganannya oleh kepolisian dan kejaksaan mendapatkan remisi, baik yang bersangkutan memberikan kesaksian maupun tidak memberikan kesaksiannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait