MK Diminta Tafsirkan Aturan Hak Pilih TNI-Polri
Berita

MK Diminta Tafsirkan Aturan Hak Pilih TNI-Polri

Majelis Panel kritik materi permohonan.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Diminta Tafsirkan Aturan Hak Pilih TNI-Polri
Hukumonline
Majelis Panel MK menggelar sidang perdana pengujian Pasal 260 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang dimohonkan mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Supriyadi Widodo Eddyono yang berprofesi advokat. Pasal yang mengatur anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam Pilpres itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketentuan hanya menyebut Pilpres 2009, bukan Pilpres 2014.  

Menurut para pemohon Pasal 260 UU Pilpres ini masih digunakan karena belum ada ketentuan yang baru. Namun, dalam Pasal 326 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif justru menyatakan anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014.

“Pengaturan yang berbeda itu menimbulkan ketidakpastian hukum, anggota TNI-Polri tidak mempunyai hak pilih Pemilu Legislatif dibatasi, di sisi lain tidak ada larangan penggunaan hak politik dalam Pilpres 2014, maka dapat diartikan anggota TNI-Polri dapat menggunakan hak pilihnya,” kata kuasa hukum pemohon, Wahyudi Djafar dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Patrialis Akbar di ruang sidang MK, Kamis (20/3).    

Selengkapnya, Pasal 260 menyebutkan “Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik  Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.”

Wahyudi menegaskan adanya pengaturan berbeda terkait hak pilih anggota TNI-Polri itu melahirkan situasi ketidakpastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) jo Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Meski begitu, menurutnya oleh karena Pasal 326 UU Pemilu Legislatif lebih baru, maka ketentuan itu lebih mencerminkan kedaulatan rakyat dalam konteks saat ini. Sehingga, demi tercipta kepastian hukum sudah seharusnya Pasal 326 UU Pemilu Legislatif tahun 2012 itu digunakan dalam Pemilu 2014.

Karenanya, Pasal 260 UU Pilpres harus dinyatakan konstitusional bersyarat dan bertentangan dengan UUD 1945.

“Menyatakan Pasal 260 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih,” pintanya.  

Anggota Panel Hakim, Ahmad Fadlil Sumadi meminta agar pemohon memastikan apakah anggota TNI-Polri tidak punya hak pilih atau tidak menggunakan hak pilihnya. “Kalau tidak menggunakan, sebenarnya dia punya, tapi tidak digunakan hak pilihnya. Apakah itu suatu ‘hukuman’ baginya? Kenapa dihukum? Ini mendasar yang harus dipastikan,” saran Fadlil.

“Seharusnya tidak terbatas pada ketidakpastian hukum, tetapi ketidakadilan yang dikaitkan dengan hak warga negara. Kalau sudah memilih jadi polisi atau TNI hilang hak pilihnya, kalau hilang kenapa, kalau masih, kenapa tidak digunakan? Argumentasi ini yang seharusnya dibangun!”

Dia juga mengkritik materi permohonan yang argumentasi terlalu panjang, tetapi sebenarnya yang perlu diuraikan hanya soal frasa “Pemilu 2009” dalam Pasal 260 UU Pilpres. “Kan mubazir, kan pasal itu hanya persoalan tahunnya saja yang berbeda,” kritiknya.  

Patralis juga mempertanyakan materi permohonan yang dikatakan menimbulkan ketidakpastian hukum. “Yang menimbulkan ketidakpastian hukum yang mana? Yang Pilpres atau Pemilu Legislatif? Ini harus ‘didudukan’ masing-masing,” pintanya.
Tags:

Berita Terkait