MK Diminta Segera Jadwalkan Pengujian Perppu Cipta Kerja
Terbaru

MK Diminta Segera Jadwalkan Pengujian Perppu Cipta Kerja

Mengingat DPR akan menimbang Perppu Cipta Kerja dapat disetujui atau tidak untuk bisa menjadi UU dalam masa sidang selanjutnya. Bila disetujui, maka objek Pengujian Perppu menjadi hilang atau permohonan gugur.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) sebagai pengganti UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), menuai ragam reaksi dari berbagai kalangan masyarakat. Kini, Perppu yang baru diterbitkan di penghujung tahun 2022 itu ‘digugat’ sekelompok masyarakat.

Pemohon antara lain Dosen dan Konsultan Hukum Kesehatan Hasrul Buamona, Koordinator Migrant Care Siti Badriyah, Konsultan Hukum para Anak Buah Kapal (ABK) Harseto Setyadi Rajah, Mantan ABK Migran Jati Puji Santoso, Mahasiswa Usahid Syaloom Mega G Matitaputty dan Ananda Luthfia Ramadhani. Pendaftaran Permohonan Pengujian Formil Perppu Cipta Kerja dilakukan oleh Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum para pemohon pada Kamis (5/1/2023) kemarin.

“Terbitnya Perppu No.2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah bentuk pembangkangan konstitusi dan bentuk pelecehan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak mematuhi putusan MK. Padahal, MK adalah lembaga yang dibentuk dan diberikan kewenangan untuk membatasi kekuasaan oleh Konstitusi,” ujar Viktor dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hukumonline, Jum’at (6/1/2023). 

Baca Juga:

Ia menuturkan MK sudah menyatakan perihal pembenahan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja yang lebih memaksimalkan partisipasi publik. Hal tersebut tertuang dalam Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020. DPR bersama Presiden sebagai pembentuk UU dititahkan untuk memperbaiki prosedur pembentukannya selama 2 tahun sejak putusan diucapkan.  

Alih-alih memperbaiki proses pembentukan UU Cipta Kerja, Presiden malah menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang dinilai Viktor sangat tertutup proses pembentukannya. Kemudian Perppu tersebut ini nantinya dimintakan persetujuan kepada DPR agar dijadikan UU yang hendak menggantikan UU Cipta Kerja yang masih menyandang status inkonstitusional bersyarat.

Menurutnya, terkait terbitnya Perppu Cipta Kerja, presiden sama sekali tidak mengindahkan amanat putusan MK dan tidak mematuhinya. Presiden justru mencoba mengakali Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tersebut. Hal ini sama saja melecehkan dan merendahkan MK.

“Kami meminta agar dalam penanganan Perppu ini, Ketua Mahkamah konstitusi tidak ikut mengadili. Karena Perppu adalah hak prerogatif pemerintah dengan kepala pemerintahan adalah presiden, sementara Ketua MK adalah Ipar dari Presiden. Maka Ketua MK sudah seharusnya tidak ikut mengadili Perppu ini karena akan menimbulkan conflict of interest karena hubungan semenda tersebut,” tegasnya.

Viktor melanjutkan pihaknya mendesak Mahkamah supaya segera meregistrasi dan menjadwalkan sidang pengujian Perppu yang telah didaftarkan pada Kamis (5/1/2023) pukul 14.00 WIB itu. “Kita minta MK segera memutus Perppu ini inkonstitusional (tanpa syarat) karena sudah sangat jelas dan terang benderang tidak memenuhi syarat formil serta merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi serta melecehkan MK,” pintanya.

Baginya, percepatan sidang atas pengujian Perppu Cipta Kerja ini merupakan hal urgent (mendesak). Mengingat Perppu mempunyai jangka waktu yang amat terbatas untuk menjadi objek yang dapat diperiksa, diadili, dan diputus MK. Sebab, dalam masa sidang selanjutnya, DPR akan membahas dan mempertimbangkan Perppu Cipta Kerja dapat disetujui atau tidak untuk bisa menjadi UU.

“Apabila disetujui menjadi UU, maka secara otomatis objek pengujian Perppu ini menjadi hilang (kehilangan objek). Oleh karenanya, kami meminta kepada panitera Mahkamah Konstitusi untuk melihat urgensi prioritas penanganan perkara pengujian Perppu Cipta Kerja ini dengan segera meregistrasi dan menjadwalkan sidang pada minggu ini,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait