MK Diminta Perketat Syarat Mantan Terpidana Nyalon Kepala Daerah
Berita

MK Diminta Perketat Syarat Mantan Terpidana Nyalon Kepala Daerah

Tidak dijatuhi hukuman pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan; bagi mantan terpidana telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara; jujur atau terbuka mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan bukan pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Seorang pejabat yang dipilih publik melalui proses pemilu tidak sepenuhnya diserahkan penentuannya kepada pemilih. Tetapi harus ada instrumen negara yang perlu memberi proteksi agar pejabat publik yang dipilih memiliki kualitas dan integritas,” ujarnya mengutip pertimbangan putusan MK No. 4/PUU-VII/2009.    

 

Mahkamah telah menyatakan dalam hukum pidana di Indonesia tidak mengenal stigmatisasi dalam penjatuhan hukuman. ”Karena itu, harus ada batasan waktu yang jelas untuk menjamin kepastian hukum agar bagi orang yang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan terpulihkan haknya dan kembali hak-haknya sebagai wujud kebebasan bagi orang yang dipidana,” pintanya.

 

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta para Pemohon memperbaiki bagian kedudukan hukum (legal standing). “Para pemohon juga agar memperbaiki cara penulisan format permohonan karena terdapat kesalahan,” saran Saldi.

 

Seperti diketahui, MK pernah mengabulkan sebagian uji materi beberapa pasal terutama Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) terkait syarat calon kepala daerah tidak sedang berstatus terpidana dalam tindak pidana apapun yang kemudian ditafsirkan termasuk tindak pidana percobaan atau tindak pidana ringan.    

 

Dalam putusannya, Mahkamah memberi penegasan bahwa terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara, terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan, dan tindak pidana politik. Kecuali, terpidana atau terdakwa yang tindak pidananya ancaman hukuman penjara 5 tahun atau lebih dan tindak pidana korupsi, makar, teroris, mengancam keselamatan negara, memecah belah NKRI.

 

“Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang frasa ‘tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dimaknai 'tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih',” demikian bunyi amar putusan MK No. 71/PUU-XIV/2016 yang dimohonkan Rusli Habibie yang dibacakan pada Rabu (19/7/2017).

Tags:

Berita Terkait