MK Diminta Patuhi Perppu MK
Berita

MK Diminta Patuhi Perppu MK

Independensi Dewan Etik tidak perlu dikhawatirkan.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Diminta Patuhi Perppu MK
Hukumonline

Terbitnya Peraturan MK No. 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi menuai kritik. Sebab, aturan Dewan Etik ini tidak sejalan dengan Perppu No.1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No.24 Tahun 2003 tentang MK yang spesifik menyebut keterlibatan KY dalam urusan rekrutmen dan pengawasan hakim MK. Sebaliknya,Dewan Etik tak menyebut keterlibatan KY dalam pengawasan hakim MK.

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun menilai Dewan Etik yang dibentuk MK bertentangan dengan Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang MK. Sebab, fungsi dewan etik sudah diakomodir lewat pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Kontitusi (MKHK) yang juga bertugas menampung pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK.

“MK seharusnya menahan diri dulu untuk tidak membentuk dewan etik sebelum adanya kepastian (berlakunya) Perppu MK yang mengatur pembentukan MKHK yang permanen,” kata Refly saat dihubungi hukumonline, Sabtu (9/11).

Refly menegaskan MKHK versi Perppu tidak bersifat ad hoc yang fungsinya menampung semua pengaduan masyarakat yang dialamatkan ke KY, memverifikasi pengaduanmasyarakat, dan mengadili dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim MK. “Apabila semua pengaduan bisa ditampung MKHK, dewan etik sebenarnya tidak diperlukan lagi,” kata dia.

Dia mengingatkan seharusnya MK lebih menindaklanjuti berlakunya Perppu MK daripada membentuk Dewan Etik. Sebab, Perppu MK merupakan produk hukum yang dan harus ditaati MK. “MK seharusnya duduk bersama dengan KY untuk menindaklanjuti berlakunyaPerppu itu, tetapi memang terkesan MK menolak berlakunya Perppu itu, terlebih nanti MK akan memeriksa pengujian Perppu MK itu,” katanya.

Dia mengkritik pembentukan Dewan Etik yang disebut bersifat independen. Ia justru melihat Dewan Etik tidak menjamin independensi. Soalnya, menurut dia ada tiga macam independensi yaitu independensi struktural, fungsional, dan finansial. “Dewan etik ini tetap tidak independen dari sisi finansial. Memang orang-orangnya dari luar, tetapi segala fasilitas disediakan oleh MK,” ujarnya.

Terlebih, kewenangan Dewan Etik hanya memberi sanksi ringan berupa teguran. Sanksi berat, Dewan Etik membentuk MKHK untuk menyidangkan hakim konstitusi yang diduga melanggar kode etik dan perilaku kategori berat. Pembentukan MKK ini mengacu pada ketentuan Pasal 27A ayat (7) UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK seperti telah diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK dan Peraturan MK No.1 Tahun 2013. 

“Kalau mau memberhentikan harus lewat majelis kehormatan yang lagi-lagi dibentuk oleh MK,” krtitiknya.

Karenanya, dia menyarankan agar MK mematuhi berlakunya Perppu dengan segera membentuk MKHK bersama KY. Apabila, ada pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku dengan bukti yang cukup, MKHK akan bisa langsung menggelar sidang kode etik. “Seharusnya MK segera duduk bersama untuk merumuskan pembentukan MKHK ini, kecuali memang kalau nanti Perppu MK ini ditolak DPR,” tutupnya.

Namun, pendapat berbeda dikatakan Margarito Kamis. Pengamat Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate ini mengatakan pembentukan Dewan Etik merupakan langkah tepat. “Perppu memang sudah menjadi hukum positif setelah diundangkan, tetapi masih meninggalkan persoalan karena dia melibatkan KY dalam pembentukan MKHK. Meski harus diakui MK membutuhkan pengawasan,” kata Margarito.

Dia menilai di tengah ketidakpastian terhadap berlakunya Perppu MK, pembentukan Dewan Etik dinilai cermat. Terlebih, panitia seleksi (Pansel) terdiri dari orang-orang di luar MK. “Persoalannya, kita betul-betul membutuhkan pengawasan terhadap MK. Kalau menunggu status berlakunya Perppu masih panjang sekali. Ini akan terjadi kekosongan pengawasan,” jelas Margarito.

Menanggapi persoalan ini, Ketua MK Hamdan Zoelva menegaskan ketentuan Dewan Etik tidak melanggar Perppu. Menurutnya, apabila wewenang mengawasi dan mengadili seluruhnya dipegang oleh MKHK akan terjadi kesalahan sistem.

“Kalau semuanya dipegang MKHK baik mengawasi dan mengadili, secara sistem itu salah karena yang menuntut dan mengadili sama. Seperti halnya di pengadilan, pihak yang menuntut adalah jaksa dan yang mengadili adalah hakim. Begitulah sistem Dewan Etik,” jelasnya.

Dia mengakui Sekretariat Dewan Etik memang berada bawah Sekretariat Jenderal MK. Namun, anggota Dewan Etik sendiri semua berasal dari luar MK dan dipilih oleh panitia seleksi yang juga di luar MK yang terdiri mantan hakim MK, akademisi, dan tokoh masyarakat.

Hamdan memastikan siapapun anggota Dewan Etik yang dipilih Pansel adalah tokoh masyarakat yang kredibel, dan akan bekerja secara independen. “Tidak usah khawatirlah, MK tidak akan mencampuri Dewan Etik. Bahkan, mereka dapat bekerja secara rahasia dengan mekanisme kerja mereka sendiri dan keputusannya tidak bisa diganggu gugat oleh MK,” tegasnya.

Sebelumnya, MK menerbitkan Peraturan MK No. 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi yang disahkan pada 29 Oktober 2013. Peraturan itu memuat tugas dan wewenang, keanggotaan, masa tugas, panitia seleksi, dan mekanisme kerja Dewan Etik yang memiliki fungsi utama mengawasi perilaku hakim konstitusi.

Dewan Etik berfungsi menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku, serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi (Sapta Karsa Hutama). Dewan Etik ini bersifat tetap dan independen yang anggotanya tiga orang dari unsur mantan hakim konstitusi, akademisi, dan tokoh masyarakat dengan masa jabatan tiga tahun dan tidak dapat dipilih kembali.

Dewan Etik bertugas menerima laporan masyarakat atau temuan, mengumpulkan informasi, dan menganalisis laporan dugaan pelanggaran perilaku hakim konstitusi terkait putusan MK. Organ ini yang merekomendasi pembentukan Majelis Kehormatan Konstitusi untuk menyidangkan hakim konstitusi yang diduga melanggar etik kategori berat.

Namun, dalam keanggotaan Dewan Etik tidak ada unsur KY seperti termuat dalam Perppu No. 1 Tahun 2013. Perppu memberi wewenang KY membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen dan kesekretariatan MKHK berkedudukan di KY. MKHK dibentuk bersama KY dan MK dengan keanggotaan lima orang dari unsur mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, dua orang akademisi, dan tokoh masyarakat.

Tags:

Berita Terkait