MK Diminta Hidupkan Hak Gugat Masyarakat Terkait Kasus Korupsi
Berita

MK Diminta Hidupkan Hak Gugat Masyarakat Terkait Kasus Korupsi

Masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan jika laporannya tidak ditindaklanjuti.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK diminta hidupkan hak gugat masyarakat terkait kasus korupsi. Foto: Sgp
MK diminta hidupkan hak gugat masyarakat terkait kasus korupsi. Foto: Sgp

Sejumlah pengurus MAKI yakni Koordinator MAKI Boyamin, Pendiri MAKI Soepardjito dan Supriyadi secara resmi telah mendaftarkan pengujian UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke MK. Mereka  mempersoalkan Pasal 41 ayat (4) UU Pemberantasan Korupsi terkait peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Para pemohon meminta MK memperluas tafsir Pasal 41 ayat (4) agar masyarakat diberi hak menggugat ke pengadilan temuan tindak pidana korupsi yang tidak diproses aparat penegak hukum. “Dalam UU Pemberantasan Tipikor hanya menyebutkan masyarakat berhak melapor dan mempertanyakan apakah laporannya diteruskan atau tidak,” kata Boyamin, saat mendaftarkan pengujian UU itu di Gedung MK, Rabu (19/12).

Selengkapnya, Pasal 41 ayat (4) berbunyi, “Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dan ayat 3 dilaksanakan dan berpegang teguh pada asas-asas atau ketentuan yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya."

Sementara Pasal 41 ayat (1) menyebutkan masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran serta masyarakat yang tercantum dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.

Boyamin menegaskan dalam UU Pemberantasan Tipikor belum diatur mengenai hak gugat LSM ke pengadilan termasuk gugatan praperadilan. Menurutnya, dalam Pasal 41 UU Pemberantasan Tipikor hanya memberi hak masyarakat untuk melaporkan dan mempertanyakan laporannya terkait terjadinya Tipikor. 

“Tetapi, ketika laporannya ini tidak diproses, masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, paling demontrasi dengan melempari telur busuk ke pihak kejaksaan/kepolisian. Kita pernah kalah di pengadilan (gugatan praperadilan, red) karena hak gugat LSM tidak diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor,” kata Boyamin.

Boyami melanjutkan jika pengujian Pasal 41 ayat (1) dikabulkan masyarakat juga dapat mengajukan gugatan ke pengadilan jika laporannya tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum.

“Kalau Pasal 41 ayat (4) diperluas oleh MK, masyarakat berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan jika laporannya tidak ditindaklanjuti. Seperti dalam UU Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen, UU Kehutanan, nanti masyarakat memiliki hak gugat,” tegasnya.  

Menurutnya, pengujian Pasal 41 ayat (4) UU Pemberantasan Tipikor untuk melengkapi permohonan pengujian Pasal 80 KUHAP yang telah diajukan sebelumnya. “Pengujian Pasal 41 ayat (4) ini melengkapi pengujian Pasal 80 KUHAP,” akunya.

Untuk itu, pemohon meminta MK memperluas Pasal 41 ayat (4) itu agar masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap setiap tindak pidana korupsi yang dilaporkan, tetapi tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum. “Harapannya, masyarakat dari sabang sampai merauke bisa menggugat kasus-kasus korupsi yang dilaporkan, tetapi tidak diproses,” pintanya.

Sementara dalam permohonan pengujian Pasal 80 KUHAP, MAKI berdalih pengertian pihak ketiga yang berkepentingan dalam pasal itu harus ditafsirkan secara luas, tidak terbatas hanya saksi korban atau pelapor, tetapi meliputi masyarakat luas yang diwakili LSM. Sebab, mengacu UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, diatur mekanisme peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi serta penegakan hukum secara umum.

Tags: