MK Diminta Batalkan Puluhan Pasal UU SJSN
Berita

MK Diminta Batalkan Puluhan Pasal UU SJSN

Majelis panel hakim meminta pemohon memikirkan kembali permohonan pengujian UU SJSN ini.

ASh
Bacaan 2 Menit
MK diminta Batalkan Puluhan Pasal UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Foto: SGP
MK diminta Batalkan Puluhan Pasal UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). Foto: SGP

UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) kembali diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para pemohon adalah 14 warga negara diantaranya Fathul Hadie Utsman, Abdul Halim Soebahar, Kholiq Syafaat, dan Qomari. Mereka hendak menguji sebanyak 22 pasal dalam UU SJSN.

Adapun pasal yang diuji, antara lain Pasal 13 ayat (3), ayat (2), Pasal 14 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), ayat (3), Penjelasan Pasal 17 ayat (5), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), Pasal 20 ayat (1), ayat (3), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 28 ayat 91), ayat (2), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36, Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 38 ayat (1), ayat (2), Pasal 39 ayat (1), Pasal 40, Pasal 42 ayat (1), Pasal 43 ayat (1), Pasal 44, Pasal 46 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU SJSN.  

Mereka menilai pasal-pasal itu tidak dapat memberikan jaminan sosial kepada fakir miskin dan anak-anak terlantar. “Kami menguji undang-undang ini karena kami merasa hak-hak konstitusi kami terabaikan, tidak terpenuhi atau minimal dikurangi karena adanya UU SJSN ini,” ujar Fathul Hadie Utsman yang sekaligus bertindak sebagai kuasa hukum para pemohon.

Menurutnya, meski UU SJSN sudah jelas mengatur tentang jaminan sosial, namun dianggap tidak bisa memenuhi hak-hak warga negara yang diatur konstitusi, terutama untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.

“Untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar hanya mendapat jaminan kesehatan, itupun bagi mereka yang sudah mendapatkan kartu jaminan kesehatan masyarakat miskin, kartu keluarga miskin atau sejenisnya. Bagi yang tidak dapat kartu tersebut jangan harap mendapat layanan jaminan kesehatan,” paparnya.

Fathul lalu mempersoalkan norma Pasal 14 ayat (1) dan penjelasannya serta Pasal 17 ayat (5) UU SJSN. Pasal itu menyebutkan fakir miskin secara bertahap akan didaftarkan oleh pemerintah untuk ikut jaminan sosial. Dalam pasal-pasal selanjutnya juga tidak ada ketentuan apakah jaminan sosial seperti, kecelakaan, pensiun, dan hari tua, harus didaftarkan atau tidak. Pasal 17 hanya mengatur bahwa pemerintah akan membayar iurannya secara bertahap.

“Kami beranggapan ke depan fakir miskin tidak dapat jaminan apa-apa. Hanya ada undang-undangnya, tetapi tak ada aturannya. Sewaktu-waktu bisa diubah, bisa dihindari karena tidak ada jaminan sosial bagi fakir miskin untuk mendapat haknya yang telah dijamin Konstitusi. Ini tidak ada kepastian hukum dan melanggar konstitusi karena pemerintah seharusnya memenuhi hak-hak fakir miskin,” imbuhnya.

Menurut Fahtul, UU SJSN hanya menjamin warga negara yang membayar iuran atau dibayarkan iurannya oleh pihak lain, maka secara otomatis pihak-pihak yang tidak bisa membayar atau tidak dibayarkan iurannya tidak akan mendapat manfaat dari sistem jaminan sosial ini.

“Di sini kami berkepentingan untuk memohon kepada Mahkamah untuk membatalkan pasal-pasal tersebut. Sebab, dengan dibatalkan pasal–pasal itu, hak-hak WNI yang telah dijamin konstitusi akan terpenuhi,” dalihnya.

Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki mengatakan bahwa pendaftaran warga negara untuk mendapat jaminan sosial penting artinya bagi pemerintah. “Mendaftar itu masa penting karena untuk memprediksi kewajiban negara berapa yang harus ditanggung. Supaya pasti, agar negara tahu berapa yang dianggarkan,” paparnya.

Achmad balik bertanya, jika ke-22 pasal UU SJSN ini dibatalkan, maka berarti tidak ada aturan lagi bagi sistem jaminan sosial. “Kalau dibatalkan lalu mau diatur dimana? Justru kalau semua pasal dibatalkan tidak bisa dilaksanakan sistem jaminan sosial. Ini harus dipikirkan kembali,” sarannya.

Pertanyaan senada juga dilontarkan Hakim Konstitusi Ahmad Fadhil Sumadi. “Kalau dibatalkan semua, apakah sistem jaminan sosial semakin membaik atau justru tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada landasan hukum?”

Tags:

Berita Terkait