MK Diminta Batalkan Aturan Kepesertaan Wajib Jamsos
Berita

MK Diminta Batalkan Aturan Kepesertaan Wajib Jamsos

Pemohon diminta menguraikan dan mengulas bagian posita permohonan.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Diminta Batalkan Aturan Kepesertaan Wajib Jamsos
Hukumonline

Sejumlah pengurus serikat pekerja ramai-ramai mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Ada sekitar 12 pemohon yang tercatat sebagai pemohon yaitu Mukhyir Hasan Hasibuan, Untung Riyadi, Muhammad Ichsan, Lukman Hakim, Bambang Wirahyoso, Sunarti, Rudi Hartono B Daman, Syarief Hidayatullah, Bambang Eka, Willem Lucas Warow, Wahida Baharuddin Upa, dan Maliki.

Mereka memohon pengujian Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat (2), Pasal 17 ayat (1), (2), (4), (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, Pasal 44 UU SJSN yang diwakili Tim Advokasi dan Bantuan Hukum Bulan Bintang. Mereka menilai UU SJSN menimbulkan pergeseran paradigma sistem jaminan sosial yang hakikatnya sesuai konstitusi sebagai “hak” menjadi “kewajiban” warga negara, bukan kewajiban negara.

“Sesuai Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 jaminan sosial adalah hak warga negara, bukan kewajiban warga negara, sehingga negaralah yang berkewajiban memenuhinya,” ujar salah satu tim kuasa hukum pemohon, Rd Yudi Anton Rikmadani dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang diketuai Arief Hidayat di ruang sidang MK, Rabu (11/12).

Yudi mengungkapkan Pasal 17 UU SJSN telah mewajibkan setiap peserta jamsos untuk membayar iuran yang ditetapkan pihak lain (swasta/pemerintah), bukan oleh peserta jamsos itu sendiri. Hal ini jelas menunjukkan paradigma wajib dalam pasal itu telah menggeser kewajiban negara dalam tugas menghormati hak sosial rakyat.

“Pergeseran paradigma hak warga negara menjadi kewajiban warga negara dalam iuran wajib yang ditentukan pihak lain dengan sistem dividen/pembagian keuntungan jelas-jelas mengurangi hak warga negara atas jamsos yang dijamin konstitusi,” tegas Yudi. “Seharusnya kepesertaan asuransi bersifat sukarela, bukan diwajibkan oleh UU SJSN.”

Pasal 17 UU SJSN menyebutkan, “(1) Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu. (2) Setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan iuran tersebut kepada BPJS secara berkala. (4) Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah.”

Menurut dia, jaminan sosial juga telah direduksi menjadi komoditas bisnis asuransi yang memposisikan rakyat menjadi objek komoditas bisnis. Negara seolah menitipkan nasib rakyat pekerja kepada pihak ketiga sebagai kekuatan pasar bisnis asuransi. “Selama ini, pemerintah sudah mewajibkan buruh, PNS, dan TNI/Polri. Makanya, Pasal 17 UU SJSN bukan jamsos, tetapi pasal asuransi,” tudingnya.

Dia menambahkan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPSJ) akan menjadi badan yang superbody yang memiliki kewenangan luar biasa untuk mengendalikan dana rakyat melalui dengan dalih asuransi sosial. “Apalagi sasaran BPJS tidak hanya para buruh, tetapi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya.   

Karena itu, para pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Menanggapi permohonan, Anggota Panel Hakim, Muhammad Alim menyarankan agar posisi legal standing para pemohon diperjelas, apakah sebagai pengurus organisasi atau sebagai perorangan. “Kan yang mengalami kerugian biasanya orang-orangnya yang menjadi peserta jamsos, bukan organisasinya belum tentu rugi. Makanya sebaiknya kepentingan perorangan yang diutamakan dalam permohonan ini,” saran Alim.

Panel lainnya, Anwar Usman menilai secara umum struktur/sistematika permohonan sudah baik. Namun, pemohon diminta memperbaiki bagian legal standing khususnya terkait kerugian-kerugian konstitusional yang dialami para pemohon dengan berlakunya pasal-pasal itu.

“Kalau pasal-pasal itu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, maka kerugian itu tidak akan terjadi lagi,” kata Anwar.

Sementara Arief menyarankan agar pemohon mempertajam bagian posita permohonan. Sebab, para pemohon memohon sejumlah pasal dalam UU SJSN, tetapi yang diulas dan dianalisis hanya Pasal 17 UU SJSN yang mewajibkan kepesertaan jamsos bertentangan dengan UUD 1945.

“Mestinya itu hanya hak tanpa wajib membayar iuran, sebenarnya itu yang Anda ulas. Padahal, banyak pasal yang lain diuji belum diuraikan dan dinyatakan bertentangan. Atau pasal-pasal yang lain itu berkaitan pergeseran paradigma Pasal 17? Ini tolong posita lebih diuraikan dan dianalisis agar bisa meyakinkan majelis,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait