MK Bolehkan E-voting dalam Pilkada
Utama

MK Bolehkan E-voting dalam Pilkada

Pilkada menggunakan perangkat e-voting diperbolehkan asalkan masyarakat serta SDM di daerah itu sudah siap dan pelaksanaannya sesuai dengan asas-asas pemilu –langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil-.

Ali/Sam
Bacaan 2 Menit
MK bolehkan e-voting dalam pilkada. Foto: Sgp
MK bolehkan e-voting dalam pilkada. Foto: Sgp

Sebuah langkah maju telah diambil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait metode pemilihan umum kepala daerah (pilkada) di Indonesia. MK baru saja memutuskan bila metode e-voting atau touch screen bisa diterapkan di pilkada-pilkada di Indonesia.

 

Majelis Hakim Konstitusi yang dipimpin oleh Mahfud MD menyatakan Pasal 88 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, konstitusional bersyarat. Pasal itu memang menyatakan pilkada dilakukan dengan cara pencoblosan. Namun, MK berpendapat pengertian ‘pencoblosan’ dalam pasal itu juga bisa diartikan dengan cara e-voting.

 

Mahfud menjelaskan daerah-daerah yang ingin menggunakan metode e-voting dalam penyelenggaraan pilkada harus memenuhi dua syarat kumulatif. Pertama, pelaksanaan pilkada itu tidak melanggar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

 

Kedua, daerah tersebut sudah siap dari berbagai aspek. “Daerah itu harus sudah siap dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan,” sebut Mahfud membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Selasa (30/3).

 

Dalam pertimbangannya, MK mengaku tak mungkin membatalkan keseluruhan isi Pasal 88 UU Pemda. Pasalnya, bila ketentuan itu dibatalkan maka tidak ada dasar hukum lagi bagi daerah yang melaksanakan pilkada dengan cara pencoblosan. Padahal, tidak semua daerah siap melaksanakan pilkada dengan metode e-voting.

 

Putusan perkara ini memang sepertinya tidak terlalu sulit. Sikap Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang biasanya mati-matian mempertahankan ketentuan UU tak terlihat dalam perkara ini. Pada sidang sebelumnya, Staf Ahli Mendagri, Zudan Arief menyatakan pemerintah setuju saja bila ada daerah yang ingin menggunakan e-voting dalam pelaksanaan pilkada, asalkan SDM dan masyarakat di daerah yang bersangkutan sudah siap.

 

Sekedar mengingatkan, pengujian Pasal 88 UU Pemda ini diajukan oleh Bupati Jembrana Bali, I Gede Winasa. Ia meminta agar MK menafsirkan agar pilkada dengan cara e-voting bisa diterapkan tanpa harus terganjal dengan kata-kata ‘mencoblos’ dalam pasal itu. I Gede mengatakan metode e-voting bukan hal yang baru di Jembrana. Pemilihan Kepala Desa saja sudah menggunakan metode tersebut.

 

Ditemui usai sidang, Kuasa Hukum Pemohon Andi M Asrun menyambut baik putusan ini. Ia mengatakan Jembrana sudah sangat siap. Pilkada Jembrana akan dilaksanakan pada Agustus 2010. Daerah lain pun, menurut Asrun, juga sudah siap menggunakan e-voting. “Mungkin di Yogyakarta atau Surabaya akan menerapkan hal yang sama. Tapi, Jembrana sudah sangat siap,” ujarnya.

 

Bisa menghemat

Di tempat terpisah, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menyambut positif putusan MK ini. Menurutnya, apa yang diputuskan MK dengan memperbolehkan rakyat memilih melalui alat elektronik sejatinya sama dengan menerapkan hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, yaitu hak untuk menggunakan hak pilihnya.

 

Selain itu, Saldi juga berpendapat, langkah MK memperbolehkan e-voting dalam pilkada, turut membantu dalam hal menghemat anggaran. “Biaya pilkada disinyalir cukup besar anggarannya di tiap daerah,” ujarnya.

 

Peneliti Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Yulianto menambahkan, perlu ada kesiapan yang matang dari daerah sebelum melaksanakannya. Disamping penggunaan e-voting ini bisa menghemat anggaran khususnya untuk penyediaan kertas suara, tinta, percetakan, yang anggarannya cukup besar, namun menurut Yulianto yang juga penting adalah kesiapan masing daerah apa bila ingin menerapkan metode ini.

Tags: