MK Bebaskan Penggunaan Lambang Negara
Berita

MK Bebaskan Penggunaan Lambang Negara

Asal demi mengekspresikan kecintaan terhadap negara (nasionalisme).

ASH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi. Foto: Sgp
Ilustrasi. Foto: Sgp

Anda punya rencana membuat seragam yang mencantumkan lambang negara, tetapi takut dipidana berdasarkan UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan (UU Lambang Negara)? Sekarang, anda tidak perlu takut lagi. Pasalnya, MK baru saja membuat putusan yang menyatakan kriminalisasi atas penggunaan lambang negara bertentangan dengan UUD 1945.

Putusan ini terkait permohonan yang diajukan sejumlah warga yang mengatasnamakan Koalisi Gerakan Bebaskan Garuda Pancasila. Mereka memohon pengujian Pasal 57 huruf c dan huruf d yang mengatur larangan penggunaan lambang negara.

Uniknya, diantara para pemohon adalah Erwin Agustian dan Eko Santoso, dua orang yang pernah divonis tiga bulan karena menggunakan lambang Garuda untuk stempel organisasi.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian, Pasal 57 huruf d dan Pasal 69 huruf c UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Moh Mahfud MD, Selasa (15/1).  

Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 57 huruf c yang juga diuji para pemohon bukan merupakan persoalan kontitusionalitas.

Mahkamah menyatakan secara faktual lambang negara lazim dipergunakan dalam berbagai aktivitas kemasyarakatan. Seperti, disematkan di penutup kepala, sebagai bentuk monumen atau tugu, digambarkan di baju, atau seragam siswa sekolah. Penggunaan lambang negara seperti ini tidak termasuk penggunaan yang wajib maupun yang diizinkan seperti dimaksud Pasal 57 huruf d.

Karena itu, MK berpendapat larangan penggunaan lambang negara dalam Pasal 57 huruf dtidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas. Apalagi, larangan itu diikuti dengan ancaman pidana. Menurut Mahkamah, ancaman pidana seharusnya memenuhi rumusan yang bersifat jelas dan tegas (lex certa), tertulis (lex scripta), dan ketat (lex stricta).

Selain itu, Mahkamah menyatakan pembatasan penggunaan lambang negara oleh masyarakat adalah bentuk pengekangan ekspresi. Pengekangan itu dapat mengurangi rasa memiliki dan mengurangi kadar nasionalisme. Terlebih, lambang Garuda Pancasila, mutlak menjadi milik kebudayaan bersama seluruh masyarakat.

“Apalagi jika mengingat Pancasila sebagai sistem nilai adalah terlahir atau merupakan kristalisasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” papar Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi di persidangan.

Dengan dihapuskannya Pasal 57 huruf d, maka secara otomatis berlakunya Pasal 69 huruf c juga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Terdapat hubungan yang erat antara kedua pasal itu sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku. Maka pertimbangan hukum Mahkamah terhadap Pasal 57 huruf d tersebut berlaku secara mutatis mutandis (otomatis, red) terhadap Pasal 69 huruf c,” tutur Fadlil.

Meskipun hasilnya cukup ‘positif’, sayangnya sidang pembacaan putusan ini tidak dihadiri oleh para pemohon.

Tags:

Berita Terkait